Pesantren dan Nasionalisme
Bekasi (5 November 2019). Pendidikan pesantren tidak bisa dilepas dari perjuangan Indonesia. Sejarah sudah membuktikan banyak tokoh pendiri bangsa lahir dari dunia pesantren. Namun, ketika berita tentang radikalisme mencuat, nama pesantren ikut terseret dalam pusaran isu itu. Hal ini yang melatarbelakangi Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) melakukan penelitian isu-isu aktual.
Menurut Abdul Basid, Ketua Tim Penelitian Isu Aktual Bidang Pendidikan BLAJ, beberapa pesantren memang menjadi fokus penelitian. Hal ini berkaitan dengan penelitian BLAJ sebelumnya tentang pendidikan anak teroris.
“Ada delapan penelitian aktual pendidikan yang dilakukan BLAJ tahun ini. Penelitian ini dilakukan di pesantren, madrasah, dan sekolah. Namun, untuk penelitian di pesantren lebih menarik dikaji karena berhubungan dengan isu nasionalime. Hal ini terkait penelitian sebelumnya tentang pola pendidikan anak teroris,” ujar Basid dalam Seminar Hasil Penelitian Aktual Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan di Hotel Amaroossa Bekasi, Selasa (05/11) kemarin.
Basid mengatakan penelitian dilakukan pada Semptember 2019 selama delapan hari di delapan kota: Kerawang, Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang Selatan, Tangerang, Garut , an Sukabumi.
Menanggapi hasil penelitian BLAJ, Imam Tholkhah dari Badan Nasional Standarisasi Pendidikan mengatakan tema-tema yang diangkat dalam penelitian ini sangat relevan dengan isu yang saat ini sedang berkembang. Hal ini bisa menjawab pertanyaan publik, terutama tentang radikalisme di pesantren.
“Saya lihat tema-tema tulisan lebih bagus. Seperti misi-misi damai, toleransi, dan wawasan nasionalisme di pesantren. Ini cukup bagus untuk mengonter isu-isu negatif terhadap pondok pesantren. Kita bisa lihat bagaimana salah satu pesantren di Bekasi yang beraliran salafi namun mengajarkan pada santrinya nilai-nilai toleransi dan nasiolisme,” kata Iman yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan ini.
Hal senada juga disampaikan Abdul Rozak dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut dia, pendidikan nasionalisme di pesantren dan isu-isu yang ditujukan pada dunia pendidikan Islam sangat relevan saat ini.
“Penelitian ini menjawab dan menunjukkan bawah dunia pendidikan Islam dalam hal ini pesantren, sama baiknya seperti lembaga pendidikan lain. Bahwa ada penelitian di tempat lain (yang mengangkat radikalisme pesantren-red) mungkin pada sebagian kecil pesantren. Namun, sekarang sudah mulai ada perkembangan ke arah yang baik,” tuturnya.
Sedangkan narasumber lainnya, Rusdi Zakaria, menyoroti ketimpangan di dunia pendidikan di Indonesia antara pesantren, madrasah, dan sekolah. Menurut akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, dukungan pemerintah pada sekolah umum secara infrastruktur dan SDM begitu maksimal. Berbanding terbalik dengan pesantren dan madrasah.
“Bila ini selesai, dalam arti ada keadilan dalam dunia pendidikan, Indonesia pasti akan menjadi negara yang hebat. Saat ini sistem pendidikan sekolah memang berhasil melahirkan orang pintar. Namun, gagal membentuk orang memiliki moralitas. Begitu juga, madrasah berhasil melahirkan orang bermoral, namun intelektualitasnya tidak sehebat lulusan sekolah. Saya melihat secara akademik dan kontekstual bila dua konsep pendidikan ini (sekolah dan madrasah) dipadukan dalam sistem pendidikan, maka Indonesia akan banyak melahirkan SDM unggul,” tegasnya. (Aris W Nuraharjo/bas/diad)