Pesantren Genuine, Pesantren Mandiri
Jakarta (Balitbang Diklat)---Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama kembali menghelat Pelatihan Kemandirian Pesantren. Pelatihan yang memasuki gelombang kali keempat ini diikuti 276 pesantren yang berasal dari Provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Peserta mengikuti pelatihan selama enam hari, dari 12 sampai 17 Juni 2023, melalui pola blended system, yaitu pola dalam jaringan pada dua hari pertama disusul luar jaringan.
Dalam sesi pembukaan, Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Suyitno, menekankan bahwa pesantren genuine atau pesantren sejati itu adalah pesantren yang mandiri. “Pesantren tumbuh dan berkembang secara mandiri di tengah masyarakat. Pesantren memiliki kemampuan mengelola dirinya sendiri. Itulah genuine pesantren yang memiliki ciri khas kemampuan bertahan dan berkembang melintasi zaman. Berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, hampir tidak ada pesantren yang gulung tikar,” ungkap Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini di Jakarta, Senin (12/6/2023).
Mengutip Robert J. Havighurst, penulis buku Human Development and Education dan salah satu pelopor teori perkembangan, Suyitno menjelaskan empat aspek kemandirian, yaitu emosional, intelektual, sosial, dan ekonomi. “Pesantren memiliki empat aspek kemandirian tersebut. Aspek emosional dikembangkan di pesantren dalam bentuk penguatan spiritualitas melalui intensitas ibadah, zikir, dan bimbingan rohani. Santri jebolan pesantren umumnya memiliki tingkat kecerdasan spiritual lebih dibanding alumni lembaga pendidikan nonpesantren,” tegasnya.
“Aspek intelektual juga sangat kental dikembangkan di pesantren melalui ragam pengajian kitab kuning. Pesantren memiliki kemandirian intelektual dalam mengembangkan pendidikan berbasis kurikulum yang dirancang sendiri. Berikutnya, aspek sosial juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan pesantren. Pesantren bersifat inklusif, karena itu selalu menyatu dan mengakar di tengah masyarakat,” terang Suyitno.
“Aspek kemandirian keempat adalah aspek ekonomi. Pesantren memiliki kemandirian mengelola pembiayaan secara mandiri. Kemandirian ekonomi pesantren ditopang oleh empat modalitas, yaitu modal santri, wali santri, masyarakat sekitar, dan sistem ekonomi syariah. Santri, wali santri, dan masyarakat bisa menjadi penggerak ekonomi pesantren, baik sebagai konsumen maupun partner. Sedangkan sistem ekonomi syariah, ini merupakan modalitas yang memiliki potensi besar yang dapat dimanfaatkan pesantren untuk mengembangkan ekonominya. Akses pembiayaan syariah serta pasar industri syariah tentu akan lebih dekat dijangkau oleh pesantren dibanding lembaga lain,” pungkas pria kelahiran Tulungagung ini.
Turut hadir dalam acara pembukaan, Pelaksana Tugas Sekretaris Badan Litbang dan Diklat, Prof. Arskal Salim. Dalam sambutannya, Arskal mengapresiasi kerja sama yang konstruktif antara Pusdiklat Teknis dengan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren dalam menjalankan program prioritas Menteri Agama. “Melalui pelatihan ini, kami berharap pengelola usaha pesantren memperoleh bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup sehingga ketika kembali ke pesantren mampu mengelola unit usahanya dengan sukses,” tegas guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. (Efa AF/bas/sri)