Policy Brief: Ringkasan Untuk Pembuat Kebijakan

31 Jul 2019
Policy Brief: Ringkasan Untuk Pembuat Kebijakan
Foto: Adison

Jakarta (30 Juli 2019). Hasil-hasil riset Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) selama ini kurang diketahui oleh publik karena kurang disosialisasikan. Akibatnya hasil riset dianggap kurang berdampak, baik kepada pengambil kebijakan maupun kepada pelayan masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh Kapuslitbang LKKMO Muhammad Zain saat pembukaan kegiatan “Pembahasan Draft Final Penjaminan Mutu Kelitbangan” di Hotel Oria Jakarta, Selasa (30/07).

Selanjutnya, Zain menjelaskan bahwa riset tahun 2018 penting mendapat perhatian serius seperti riset lima nilai budaya kerja, riset indeks layanan kitab suci.

“Dari hasil penelitian ditemukan bahwa lima nilai budaya kerja belum masuk ke dalam program, masih hanya sebatas slogan. Begitupun terkait kitab suci, masih ditemukan umat beragama yang belum memilikinya padahal kitab suci merupakan sumber utama iman,” ungkap Zain.

Menurut Zain ada hal-hal menyangkut agama saat ini yang perlu mendapat perhatian bersama yaitu terjadinya dislokasi Agama, halmana pada era sekarang ada kecenderungan segelintir orang lebih memilih "thawaf" di mall-mall daripada masuk masjid atau rumah ibadah lainnya.

Hal yang lebih menarik lagi, telah terjadi depersonalisasi agama. Artinya yang menjadi rujukan/referensi fatwa-fatwa agama tidak lagi bertumpu pada tokoh-tokoh agama yang otoritatif tetapi tergantung pada seberapa banyak follower seseorang. Tokoh agama yang sedang viral akan menjadi panutan. Intinya sekarang ini sedang terjadi pergeseran otoritatas agama.

Selain itu, otoritas agama hanya terwujud dalam tokoh-tokoh tertentu saja. Oleh karena itulah Puslitbang LKKMO berusaha keras agar hasil-hasil riset dapat dibaca khalayak luas lewat policy brief.

Peserta yang hadir berasal dari masing-masing Unit eselon satu, Laznah Pentashihan Al-Quran, UIN Jakarta, UI, BLA Jakarta, Islam Nusantara Centre, Puslitjak Pendidikan dan Kebudayaan, Biro HDI Sekjen Kemenag, Biro Humas, Data dan Informasi Kemenag dan pegawai LKKMO.

Tampil sebagai narasumber Prof. Musthofa dari Universitas Indonesia. Dalam paparannya Prof. Musthofa menekankan pentingnya policy brief bagi pimpinan sebagai dasar untuk mengambil kebijakan. Menurutnya, dalam membuat policy brief harus dipahami apa hakikat dan substansi sebuah policy brief.

“Policy brief (executive summary) adalah ringkasan dari kajian atau penelitian yang dibuat untuk dibaca oleh pejabat pembuat kebijakan. Pejabat pembuat kebijakan hampir tidak punya waktu untuk membaca dokumen lengkap hasil kajian atau penelitian, yang biasanya tebal, penuh dengan istilah teknis, tabel-tabel, gambar dan lainnya,” papar Musthofa.

Padahal yang diperlukan oleh pejabat pembuatan kebijakan adalah ringkasan, terutama mencerminkan rekomendasi kebijakan yang harus diambil, pertimbangan yang dibuat, termasuk didalamnya proses dan metodologi dalam melakukan kajian, misalnya metode Delphi.

“Policy brief diawali dengan abstrak. Lebih tepat menggunakan matrik daripada tabel atau grafik agar lebih mudah dimengerti. Bahasa harus tegas, jelas, dan bersifat otoritatif sehingga orang tidak lagi memiliki ruang untuk menafsirkan,” jelas Musthofa.

Kegiatan ini diharapkan mampu memberi efek positif kepada satker atau unit-unit eselon satu yang lain. Artinya hasil riset harus dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan. Untuk itu policy brief dari riset perlu disosialisasikan kepada unit-unit terkait, lebih luas lagi agar hasil-hasil riset ke depan dapat diakses dan diketahui masyarakat. []

AS/diad

Penulis: Adison Sihombing
Editor: Dewindah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI