Prestasi Tidak Dapat Dipetik Menjadi Reputasi Tanpa Publikasi

7 Jul 2023
Prestasi Tidak Dapat Dipetik Menjadi Reputasi Tanpa Publikasi
Mujibur Rakhman, Stafsus Wakil Presiden, pada kegiatan kegiatan Penyusunan Naskah Buku Moderasi Beragama Seleksi Naskah Buku yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Badan Litbang dan Diklat (Balitbang Diklat) Kementerian Agama, di Jakarta, Kamis (6/7/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Bekerja pada sebuah lembaga dengan bidangnya masing-masing, sampai hasil kerja tersebut tercatat sebagai prestasi, prestasi-prestasi yang sudah dihasilkan ini mestinya dipetik oleh lembaga sebagai reputasi.

Hal tersebut disampaikan Mujibur Rakhman, Stafsus Wakil Presiden, saat menyampaikan materi Pentingnya Diseminasi Ilmu Pengetahuan di Media Massa pada kegiatan Penyusunan Naskah Buku Moderasi Beragama Seleksi Naskah Buku yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Badan Litbang dan Diklat (Balitbang Diklat) Kementerian Agama, di Jakarta, Kamis (6/7/2023).

“Ketika memenangkan atau meraih awards, apa-apa yang dihasilkan menjadi reputasi lembaga dalam jangka panjang harusnya dipetik menjadi reputasi. Sekarang, bagaimana reputasi itu bisa diraih kalau masyarakat tidak tahu,” ujar Mujib (sapaan Mujibur Rakhman).

Lebih lanjut, Mujib mengatakan bicara tentang pentingnya diseminasi di media massa bahwa prestasi itu harus dipetik jadi reputasi, kalau tidak sangat rugi. Bahkan prestasinya tidak lebih penting daripada publikasinya.

“Kenapa kita harus melakukan sesuatu yang sesuatu itu harus kita "jual", yang nanti jualan tersebut kita panen sebagai reputasi lembaga, karena reputasi itu akan menimbulkan legitimasi publik.  intinya bahwa prestasi-prestasi itu terkumpul sampai di telinga masyarakat dia akan terwujud menjadi legitimasi,” ungkapnya. 

Menurutnya, legitimasi ini akan berbuah menjadi dukungan publik, bahkan dukungan ini akan terwujud dengan partisipasi. inilah buah dari reputasi. Jadi, lembaga itu tidak bisa melakukan sesuatu yang hanya bersifat administrasi. Tetapi harus memiliki sesuatu yang sampai kepada masyarakat, dan diberitakan hasilnya itu kepada publik.

“Begitulah reputasi dibangun, dengan melakukan sesuatu yang sampai kepada masyarakat, walaupun sesuatu itu hanya gimmick, tetapi terkadang dalam hal tertentu karya itu malah tidak penting, lebih penting lagi show off-nya,” imbuh Mujib.

Mengapa harus media massa? Media massa, kata Mujib, menjadi salah satu saluran yang masih terpercaya di antara banyaknya saluran informasi dari media sosial, yang carut marut tidak karuan, tidak ada filter tidak bisa dipercaya, walaupun ada yang bisa dipercaya tetapi pada dasarnya adalah channel yang tidak bisa dipecaya.

“Media massa masih efektif memengaruhi publik, dan masih menjadi standar perolehan informasi bagi masyarakat. Karena menjadi standar, memiliki kekuatan untuk membuat pengaruh terhadap persepsi publik,” terang Mujib. 

Dikatakan Mujib, beda utama media massa dan media sosial ialah kalau media sosial apa yang dikatakan orang sering di-share di media sosial tanpa reporting dan interview mendalam. Sementara media massa melakukan reporting dan interview. Jadi, menjemput berita sampai ke sumber-sumbernya dan melakukan penyajian dengan standar yang baku.

“Kalau terjadi kompetisi antara saluran media massa dan saluran sosial media yang lebih terasa adalah media massa, karena informasinya terverifikasi dan memiliki standar jurnalistik. Beda dengan media sosial asal kutip, asal ngomong, asal copy,” pungkasnya. (Barjah/bas/sri)

   

 

Penulis: Barjah
Editor: Abas/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI