Prof. Dr. Machasin, MA: Kebanyakan Pendukung ISIS adalah Anak Muda yang Minim Pengetahuan Agama!

21 Agt 2014
Prof. Dr. Machasin, MA: Kebanyakan Pendukung ISIS adalah Anak Muda yang Minim Pengetahuan Agama!

Jakarta (21 Agustus 2014). Sesaat setelah merayakan Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriyah, umat Islam di Indonesia khususnya, dan masyarakat Indonesia secara umum dikejutkan dengan maraknya pemberitaan keterlibatan sebagian kecil umat Islam di Indonesia dengan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS).

 

ISIS merupakan salah satu kelompok muslim Sunni yang mengklaim diri telah mendirikan kekhilafahan Islam di Irak dan Suriah pada pertengahan bulan Juli 2014 lalu.
 

Bagaimanakah permasalahan ISIS sebenarnya, apakah yang melatar belakangi kemunculan ISIS, serta bagaimanakah seharusnya respon Umat Isam di Indonesia terhadap permasalahan ini? Berikut penuturan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Dr. Machasin, MA. kepada tim pengelola website Badan Litbang dan Diklat, Rabu 20 Agustus 2014.

(Tulisan ini merupakan bagian pertama dari dua tulisan yang memuat wawancara tim pengelola website dengan Kepala Badan Litbang dan Diklat)

Menurut Bapak, apa yang sebenarnya terjadi di Timur Tengah, terutama yang berkaitan dengan ISIS?

Permasalahan ISIS setidaknya dilatarbelakangi oleh tiga perkara. Pertama, masalah ISIS sangat berkaitan erat dengan budaya di Timur Tengah. Sampai saat ini, budaya kekerasan masih mendominasi negara-negara di Timur Tengah. Perbedaan-perbedaan pendapat biasa diselesaikan dengan kekerasan. Budaya dialog dan musyawarah untuk mencapai mufakat itu sedikit sekali terjadi.

Sebagai contoh, di Timur Tengah, seringkali pergantian kekuasaan baik dalam sistem presidensial (Presiden) maupun sistem kerajaan (Raja), hampir selalu dilakukan melalui cara-cara kekerasan. Pemenjaraan, pembunuhan, maupun kasus penguasa yang melarikan diri mewarnai pergantian kekuasaan di dunia Isam, khususnya TimurTengah. Karena itu tidak ada mantan Presiden atau Raja yang hidup secara damai di sana, kecuali di Libanon.

Suksesi kepemimpinan di dunia Islam secara damai hanya dapat ditemui di sedikit negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Negara tersebut di antaranya adalah Indonesia, Bangladesh, dan yang terbaru adalah Iran. Selain ketiga negara tersebut, suksesi kepemimpinan kebanyakan dilakukan dengan cara-cara yang tidak demokratis. Kasus pengambilalihan kekuasaan oleh ISIS yang dilakukan dengan kekerasan menambah panjang fakta budaya kekerasan yang masih berlangsung di Timur Tengah.

Latar belakang yang kedua, adalah persoalan eksistensi Israel. Keberadaan Israel di dunia Arab telah menjadi masalah yang problematis. Bahkan sebelum kemerdekaan Israel, perang antar penguasa-penguasa Arab dengan bangsa Israel sudah terjadi. Setidaknya telah terjadi beberapa peperangan antara negara-negara Arab dengan Israel, di antaranya adalah perang tahun 1947, 1967, dan tahun 1973. Jikalau konflik antara Israel dengan negara-negara Arab diselesaikan melalui jalur dialog dan perundingan, justru masyarakat muslim di negara Arab yang tidak menyetujuinya. Kasus terbunuhnya Presiden Mesir Anwar Sadat oleh warganya sendiri menjadi buktinya.

Banyak analisis dan tulisan yang menyatakan bahwa terbentuknya ISIS tidak lepas dari campur tangan Israel, Amerika, dan negara Barat lainnya yang bertujuan untuk memecah belah umat Islam.

Ketiga, adalah sejarah pertikaian yang cukup lama antara Sunni dengan Syiah. Konflik Sunni dan Syiah menjadi masalah internal Umat Islam yang cukup pelik dan berakar pada sejarah yang panjang. ISIS memanfaatkan isu ini untuk meraih dukungan masyarakat muslim dunia. Dengan mengklaim diri sebagai kelompok Sunni yang berjuang melawan kekejaman rezim Syiah, kelompok ini menggalang dukungan dari berbagai masyarakat muslim di dunia.

Sebagaimana diketahui, penguasa Irak adalah berasal dari Syiah, padahal pada periode sebelumnya, Irak dikuasai dan dipimpin oleh Saddam Hussein yang Sunni. Setelah Saddam Husein Jatuh, kemudian tampuk kepemimpinan Irak dikuasai oleh Syiah. Disinilah kemudian masyarakat Sunni merasa kehilangan kekuasaannya di Irak. Keberadaan ISIS yang mengaku bagian dari kelompok Sunni di Irak, salah satunya bertujuan untuk mengambil alih kembali kekuasaan Irak dari tangan kelompok Syiah. ISIS memanfatkan isu Sunni Syiah untuk meraih tujuan-tujuan politiknya. Di Suriah pun, penguasa yang ada sekarang, Bashar Assad, berasal dari kaum Alawiyyin, yang dinisbatkan kepada Syiah.

Menurut Bapak, permasalahan ISIS apakah berakar pada permasalahan Keagamaan?

Agama hanya digunakan untuk tujuan politik. Terutama sentimen antara Sunni dan Syiah.

Menurut bapak, jika permasalahan di timur tengah ini adalah permasalahan keagamaan, apakah yang harus dilakukan oleh masyarakat di Indonesia?

Saya tegaskan bahwa masalah di Timur Tengah, termasuk keberadaan ISIS bukanlah masalah keagamaan. Permasalah ISIS merupakan masalah politik yang menggunakan sentimen keagamaan. Jadi sangat disayangkan jika orang muslim di dunia, termasuk Indonesia banyak yang terkecoh memberikan dukungan terhadap ISIS hanya karena membawa terminologi Islam seperti Islamic State (Negara Islam), Khilafah, dan Jihad. Masyarakat muslim di Indonesia, perlu disadarkan bahwa tidak semua istilah yang menggunakan Islam selalu didasari oleh tujuan yang mulia. Istilah-istilah Islam dapat disalahgunakan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab seperti ISIS.

Indonesia, tidak sedikit anak-anak muda muslim yang mudah terprovokasi dengan jargon-jargon keagamaan seperti Jihad, Sunni, dan jargon lainnya yang digunakan tidak dengan tujuan mulia. Jargon ini digunakan oleh kelompok ISIS dan sejenisnya yang mengklaim sebagai kelompok Sunni untuk membantai dan mengusir kelompok Syiah. Padahal sesungguhnya antara Sunni dan Syiah merupakan saudara yang lahir dari rahim yang sama, yaitu Islam. Kelompok ini sebenarnya minoritas tetapi sangat aktif memprovokasi masyarakat.

Jadi intinya apa yang sebenarnya melatarbelakangi lahirnya ISIS di Timur Tengah?

Latar belakang yang paling pokok adalah hilangnya kekuasaan Sunni yang sudah lama di Irak dan jatuh ke tangan kelompok Syiah. Sesungguhnya perebutan kekuasaan didalam demokrasi merupakan permasalahan yang biasa saja. Namun, permasalahan ini menjadi semakin rumit ketika dibawa ke ranah agama. Pertentangan antara Sunni dan Syiah sekali lagi dimanfaatkan oleh ISIS untuk meraih simpati dan dukungan demi terciptanya tujuan-tujuan politik kelompok.

Sebagaimana diketahui, ada di antara elemen umat Islam di Indonesia yang meyatakan dukungan bahkan membaiat kekhilafahan ISIS. Bagaimana tanggapan Bapak?

Sesungguhnya dukungan sebagian kecil masyarakat Islam di Indonesia hanya didasari pada faktor emosional belaka. Mereka kebanyakan adalah anak muda yang tidak banyak memahami ajaran Islam secara baik. Para pendukung ISIS mayoritas anak muda yang memiliki semangat keislaman tinggi namun pemahaman terhadap Islam masih kurang. Sehingga mereka sangat mudah terprovokasi dan terkecoh oleh jargon-jargon yang berasal dari Islam seperti Jihad, Khilafah, dan jargon lainnya.

Apa pesan Bapak terhadap orang-orang atau kelompok-kelompok yang sudah terlanjur masuk ISIS?

Saya berpesan kepada mereka agar mempelajari ajaran agama Islam dengan lebih baik. Memang Islam tidak mengharamkan berperang. Bahkan ada suatu masa dimana Islam mewajibkan kita untuk berperang, yaitu ketika kita memang terpaksa harus melakukannya. Dimana kita dalam keadaan terdesak dan terpaksa. Tetapi dalam keadaan normal, sebagaimana di Indoesia, lebih baik kalau kita bersama-sama elemen bangsa lainnya bisa berkontribusi secara lebih positif membangun bangsa dan masyarakat Indonesia. Membangun bangsa dan masyarakat Indonesia dengan damai, melalui pendidikan, bukan dengan senjata. Mencerdaskan masyarakat dengan nilai-nilai Islam yang damai, toleran, dan penuh dengan kesantunan.

Semoga mereka menyadari bahwa perjuangan tidak harus hijrah ke Iraq, Suriah, maupun negeri Timur Tengah lainnya. Apalagi permasalahan yang terjadi di Timur Tengah bukanlah permasalahan yang dilatar belakangi faktor keagamaan. Masalah di sana merupakan masalah politik yang membawa-bawa nama agama. Perjuangan dapat kita lakukan di negeri kita sendiri Indonesia. Masih banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai kontribusi untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur dan sejahtera.

Bersambung (untuk tulisan kedua reportase wawancara tim pengeloa website dengan Kepala Badan Litbang dan Diklat, dapat dilihat disini)

(AGS/Chee)

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI