Puslitbang BALK Selenggarakan Diskusi Publik Moderasi Beragama
Salatiga (Balitbang Diklat)---Sejatinya moderasi beragama selama ini sudah menjadi karakter bangsa dan menjadi ciri khas masyarakat Indonesia yang plural. Organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia seperti Muhammadiyah, dan beberapa ormas Islam lainnya telah menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Namun, boleh jadi ada upaya-upaya untuk melemahkan keberagaman di Indonesia sehingga moderasi beragama harus terus diperkuat.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Arfi Hatim saat memberikan arahan sekaligus membuka Kegiatan Diskusi Publik Moderasi Beragama: Dakwah yang Menggembirakan yang diselenggarakan Al Wasath Institute bekerja sama dengan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama di Kampus 3 UIN Salatiga, Senin (17/10/2022).
Selanjutnya, Arfi Hatim mengatakan paling tidak ada dua hal agar dakwah menggembirakan. Pertama, pendakwah itu sendiri harus memiliki kompetensi good will, good ethos, dan good moral character. Kedua, metode yang digunakan yaitu metode dakwah bil hikmah, mauizah hasanah, dan jadilhum bil-lati hiya ahsan. “Ketika hal itu diterapkan, maka diharapkan dakwah yang dilakukan dapat menggembirakan dengan menyesuaikan kondisi masyarakat,” ungkapnya.
Pada kesempatan ini, Faozan Amar, Direktur Eksekutif Al Wasath Institute, dalam sambutannya menyatakan banyak konflik agama yang menjadi bencana bagi negara kita karena pemahaman agama yang tidak tepat. Moderasi beragama adalah langkah tepat dalam memelihara keharmonisan. “Maka, moderasi beragama perlu disampaikan dengan cara segar,” tuturnya.
Bertindak selaku narasumber yaitu Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Ketua Komunitas Belajar Qoryah Thoyyibah Salatiga Ahmad Bahruddin, Komunitas Desa Wisata Menari Kang Trisno, dan Komisioner KPAI Diyah Puspitarini.
Kegiatan ini dihadiri para mahasiswa, organisasi kaum pemuda, kaum ibu, dan organisasi masyarakat di sekitar salatiga. (Agus Mulyono/bas)