Puslitbang Lektur dan UIN Antasari Banjarmasin Gelar Dialog Budaya Keagamaan

17 Sep 2019
Puslitbang Lektur dan UIN Antasari Banjarmasin Gelar Dialog Budaya Keagamaan

Banjarmasin (17 September 2019). Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) bekerja sama dengan UIN Antasari Banjarmasin menggelar Dialog Budaya Keagamaan. Acara yang akan berlangsung tiga hari, 16-18 September 2019 di Banjarmasin ini diikuti para Peneliti Puslitbang LKKMO, Civitas Akademika UIN Antasari Banjarmasin serta sejumlah tokoh agama dan budayawan.

Dalam sambutannya Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban) Prof. Abd. Rahman Mas’ud menyampaikan pentingnya budaya literasi atau iqra. Iqra/ literasi lambang peradaban tuntutan budaya dan peradaban bangsa. Iqra/ literasi landasan ideoligis keagamaan.

Kaban Mas’ud menggarisbawahi gagap/gugup budaya literasi terutama literasi teknologi berbahaya. Apalagi zaman millenial ini media sosial berkembang dengan cepatnya.

“Berita hoaks menyebar dimana-mana, bahkan jika berita hoaks tanpa disaring atau dikritisi kebenarannya dapat menimbulkan disharmoni dan ketidakrukunan antar umat beragama. Bahkan ada sebagian orang yang menganggap media sebagai sumber kebenaran yang menghadirkan kenyataan padahal bukan,” ujar Kaban.

Oleh karena itu, Kaban menekankan pentingnya menciptakan budaya iqro bertabayun memverifikasi berita yang diperoleh.

“Budaya berliterasi secara santun dan toleran dengan mengomunikasikan dakwah yang mencerahkan dan mendidik. Dakwah yang mencerahkan spiritual dan intelektual  bukan dakwah yang memperkeruh kekacauan. Dakwah yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian internal maupun eksternal bangsa Indonesia,” papar Kaban Mas’ud.

Berkaitan dengan literasi budaya teknologi Prof. Mujiburrahman Rektor UIN Banjarmasin dalam sambutannya menyampaikan bahwa teknologi amat tergantung oleh dua hal yaitu speed dan power.

“Kecepatan dan kekuatan bagi penggunanya dalam memfungsikan teknologi untuk hal kebaikan atau keburukan adalah tanggung jawab bersama para akademisi, tokoh agama, dan tokoh budayawan untuk mengarahkan generasi muda agar dapat menggunakan teknologi terutama media sosial dengan baik,” kata Rektor UIN Banjarmasin.

Apalagi di era millenial ini terjadi dislokasi dan depersonalisasi agama sebagaimana disampaikan oleh Kepala Puslitbang LKKMO Dr. Muhammad Zain. Pencarian agama sebagai penyelesaian masalah mengalami perubahan baik tempat maupun sumber.

Dahulu orang jika mengalami masalah datang ke masjid sedangkan sekarang mereka datang ke mall atau tempat wisata. Dahulu ulama sebagai panutan dan tempat diskusi dalam menyelesaikan masalah. Namun sekarang orang lebih senang mencari jawaban solusi lewat google atau Wikipedia. Bahkan validnya sebuah tulisan di media sosial dilihat dari jumlah followernya.

Menyikapi hal tersebut Prof. Mujib memaparkan pentingnya menginterfensi ruang publik dalam mewujudkan moderasi beragama. Oleh karena itu, UIN Antasari Banjarmasin menyambut antusias program kerjasama dari Puslitbang LKKMO, salah satunya adalah Penerjemahan Alquran Bahasa Banjar.

“Penerjemahan Alquran Bahasa Banjar disebarkan di media sosial dan mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Sekarang ini Penerjemahan Alquran Bahasa Banjar sedang direvisi ornamennya dan bacaannya ditashih oleh LPMQ yang hasilnya sebagai intervensi moderasi dan kerukunan umat beragama. Selain itu perpustakaan UIN Antasari Banjarmasin sedang mempersiapkan manuskrip corner keagamaan sebagai khazanah budaya dan peradaban bangsa,” papar Mujib.

Sementara itu, Dr. Syaugi Mubarak assesor BAN PT dalam pemaparannya menyampaikan kearifan lokal dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi.

“Kearifan lokal imun daya tangkal yang dapat meredam radikalisme. Kearifan lokal Banjar tutur lisan berisikan papadah atau nasehat yang dipegang sebagai pandangan dan pedoman hidup Orang Banjar. Kearifan lokal dapat menjaga pluralisme dan kemajemukan SARA dalam kebhinekaan,” ungkap Syaugi.

Pembukaan dialog budaya keagamaan dihadiri civitas akademika UIN Antasari Banjarmasin, peneliti Puslitbang LKKMO, budayawan, ulama Banjar, antropolog dan tokoh masyarakat. Acara ini dimeriahkan pentas seni madihin. Lantunan syair-syair Madihin sesekali diiringi dengan tabuhan musik terbang merupakan salah satu simbolisasi kearifan lokal Banjar. Dalam budaya banjar bahasa sebagai penanda identitas Banjar. Kehilangan bahasa kehilangan kearifan lokal. []

NS/diad

Penulis: Novita Siswayanti
Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI