Puslitbang Lektur Helat Seminar Hasil Penelitian Folklor Religi Nusantara
Jakarta (26 Oktober 2017). Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI mengadakan “Seminar Hasil Penelitian Folklor Religi Nusantara Tahun 2017” di Hotel Merlyn Park, Jl. KH. Hasyim Azhari No. 29 – 31, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat 10130 selama 2 hari dari Kamis-Jumat tanggal 26-27 Oktober 2017.
Indonesia merupakan negara berpenduduk sangat majemuk (plural society) dilihat dari ras, suku, agama, bahasa, dan latar belakang budaya. Tercatat tak kurang dari 17.000 pulau membentang dari Aceh hingga Papua yang didiami lebih dari 600 suku bangsa, 300 bahasa daerah (local language). Dan, kini masih terdapat sekitar 300 bahasa daerah yang masih hidup dan dituturkan (living local language) di Indonesia.
Implikasi sosio-kulturalnya, kemajemukan dan keberagaman (diversity) yang melekat pada masyarakat Indonesia tak dapat dipungkiri secara alamiah tumbuh dan berkembang kekayaan budaya (cultural legacies) yang luar biasa jumlahnya, baik dalam bentuk budaya pribumi (indigenous culture) maupun sebagai produk sintetik akibat akumulasi antar berbagai bentuk budaya.
Peneliti Puslitbang Lektur Dede Burhanuddin, M.Pd., mengatakan salah satu tinggalan budaya yang hingga kini sebagian masih hidup adalah folklor (folklore), yang terkristal dalam berbagai genre-nya, seperti folklor lisan (cerita rakyat/ atau lebih bisa disebut tradisi lisan di suatu masyarakat/daerah) atau oral folklore; folklor campuran; dan folklor nirlisan (non-oral folklore). Diasumsikan, di Indonesia terdapat lebih dari puluhan ribu folklor. Di antaranya folklor bernuansa atau bermuatan pesan keagamaan.
Pemakalah lain, Ahmad Yunani, M.Hum., mengatakan seiring dengan perkembangan zaman dengan segenap implikasinya dan dalam realitasnya, folklor Nusantara mengalami nasib yang sangat memprihatinkan. Kondisi folklor yang kian punah bersama dengan punahnya bahasa dan budaya lokal (local culture), belum terkelola dengan baik dan profesional, baik konservasi maupun pengembangannya. Padahal, folklor memiliki peran dan fungsi sangat penting, baik dari fungsi pendidikan, kontrol sosial, estetik, maupun konfigurasi budaya bagi generasi kini dan mendatang. Menurut Yunani, sesuai amanat Declaration of Human Right, UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003, UU Cagar Budaya, dan Tusi Kementerian Agama Republik Indonesia, tujuan penelitian Folklor Religi Nusantara 2017 bagi Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan di antaranya; pertama, untuk mengeksplorasi, mencari, menghimpun, mengumpulkan, dan mengelaborasi folklor religi Nusantara; kedua, untuk mengolah data kategorisasi hasil eksplorasi folklor religi Nusantara, dan menuliskan folklor religi keagamaan.
Penelitian Folklor Religi Nusantara difokuskan pada folklor yang meliputi cerita rakyat (folk story), mitos, legenda, dan sebagainya. Adapun manfaat riset ini adalah untuk penguatan peradaban (kebudayaan) bangsa; konservasi/preservasi budaya; sebagai penguatan informasi pendidikan dan untuk penguatan budaya tandingan (counter culture) terhadap kehadiran perkembangan budaya global / westernisasi yang destruktif dalam masyarakat, terutama bagi generasi milenial.
Dalam seminar ini, tampil sebagai narasumber Prof. Dr. Ahmad Fedyani Saifuddin, Ph.D. dari FISIP UI Depok. Dia mengatakan alangkah lebih baik metodologi penelitian ini lebih ilmiah, ada banyak yang harus diperbaiki dan istilah teknis yang mengikat untuk dipertajam. Selain itu, sejauh mana hasil riset folklor ini bisa dijadikan/dibukukan dalam salah satu entri Ensiklopedi. Menurut dia, secara umum sudah baik, semoga analisia yang ditampilkan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. (Nasrullah Nurdin/bas).