Puslitbang Penda Seminarkan Layanan Pendidikan Keagamaan di Daerah Tertinggal
Bekasi (18 Agustus 2016). Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puslitbang Penda) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyelenggarakan seminar “Monografi Pendidikan Agama dan Keagamaan di Daerah Tertinggal”, di Hotel Amaroossa Grande Jalan Jenderal Ahmad Yani No 88 Bekasi Barat, Jawa Barat, Kamis (18/8) malam.
Seminar ini dibuka oleh Kepala Puslitbang Penda Dr. Hamdar Arraiyyah. Dalam pidato pengarahannya, ia mengatakan penelitian tentang layanan pendidikan agama di daerah tertinggal penting sekali dilakukan. Sebab, di daerah tersebut banyak sekali fenomena yang menarik untuk diteliti.
“Pendidikan keagamaan Islam memang harus responsif terhadap perkembangan zaman. Satu hal yang patut diungkap adalah bagaimana relasi antara pesantren, misalnya, dengan masyarakat setempat. Lalu apakah nuansa politik terlihat di situ,” kata Hamdar.
Tentang fenomena anak para tokoh yang memiliki latar belakang agama kuat bahkan notabene lulusan pesantren, lanjut Hamdar, justru tidak mau masuk ke pesantren. “Kecenderungan seperti ini perlu dilihat dan dicermati,” tegasnya.
Hamdar berharap, para peneliti jeli melihat persoalan sepele yang melingkupi kehidupan pesantren. Misalnya tentang kemandirian para santri yang selama ini muncul di dunia pendidikan tertua Republik ini.
“Anak santri sekarang, misalnya, tak lagi kenal dapur. Cuci pakaian sendiri juga tidak. Sebab, semua sudah dilakukan pihak pesantren. Mulai masak, nyuci, dan lainnya. Pokoknya santri tinggal belajar dan belajar. Nah, peneliti jangan sampai melupakan hal-hal sepele ini, padahal penting,” tandasnya.
Ia mengakui, pihaknya selama ini sudah banyak melakukan penelitian tentang pesantren, namun analisisnya masih parsial. Ia merasa perlu mengajak para peneliti untuk melakukan analisis gabungan terhadap beberapa riset tersebut.
Sesuai daerah sasaran penelitian, para peneliti menyajikan paparannya dalam tiga sesi. Untuk sesi pertama tiga penyaji, yakni: Qowaid (Pesantren Madaniyah Gunung Silanu, Bangkala, Jeneponto), Abdul Muin (Nunukan, Kaltara), Faiqoh (Musi Rawas, Sumsel), dengan narasumber Prof. Dr. Ahmad Fedyani Saifuddin, Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia.
Sesi kedua dengan tiga penyaji, Moh. Murtadho (Raja Ampat, Papua Barat), Hayadin (Halmahera Selatan, Maluku Utara), dan Iyoh Mastiyah (Landak, Kalbar), dengan narasumber Prof. Dr. Dwi Purwoko, MSi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Sesi ketiga dengan tiga penyaji, Nunu Ahmad An-Nahidl (Lombok, NTB), Munawiroh (Pasaman Barat, Sumbar), Ta’rif (Konawe, Sultra) dengan narasumber Nashih Nasrullah dari harian umum Republika.
Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung selama tiga hari, Kamis-Sabtu, 18-20 Agustus 2016. Selain para peneliti, hadir pula sejumlah undangan dari unsur pesantren, pegawai Kemenag Kota di Jabodetabek, penyuluh agama, dan perwakilan ormas Islam. (Musthofa Asrori/bas)