Radikalisme Ancaman NKRI 2
Semarang (4 Maret 2016). Migrasi dan pergeseran penduduk dunia secara bersamaan diikuti gerakan keagamaan yang masuk ke Indonesia yang belum tentu sesuai dengan tradisi. Demikian disampaikan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D. saat memberi kuliah umum pada Program Magister (S2) dan Program Doktor (S3) yang diselenggarakan oleh Pascasarjana UIN Walisongo di Aula Kampus UIN Walisongo Semarang, 4 Maret 2016.
“Seiring berkembangnya paham dan aliran keagamaan, muncul gerakan-gerakan keagamaan baru (New Religious Movement) di dunia, termasuk di Indonesia; terutama pasca reformasi sebagai euforia kebebasan. Misalnya, gerakakan Salamullah (Lia Eden), Al-Haq, Komunitas Millah Abraham (KOMAR), Salafi Jihadis, dan terakhir kasus Gafatar,” ungkap Mas’ud.
Mas’ud yang juga mantan Direktur Pascasarjana IAIN Walisongo menambahkan hadirnya beragam paham, aliran, dan gerakan keagamaan yang mengarah pada penggunaan kekerasan menjadi ancaman NKRI.
Menurut Mas’ud, banyak faktor yang memengaruhi tindakan radikalisme. Bisa karena terbukanya tafsir atas ajaran agama (kitab suci). Bisa juga karena keliru memahami teks dan konteks. Tindakan radikal-teror, misalnya, dalam beberapa kasus mengaku “atas nama jihad”. Padahal ajaran jihad dan perilaku teror berbeda misi dan caranya. Pelaku teror keliru memaknai “jihad” dan keliru menerapkan atau mengontekstualisasikannya.
Di akhir pidatonya, Mas’udmengatakanperan Kementerian Agama dalam isu radikalisme/ ekstrimisme lebih pada penanggulangan dan pemulihan. Penanggulangan dilakukan dengan edukasi masyarakat, penyuluhan, bimbingan masyarakat (di lembaga pendidikan, keluarga, pesantren, majelis taklim, dan sebagainya), serta sejumlah program dialog/workshop/diklat). Sedangkan pemulihan dilakukan dengan penyuluhan dan konseling (misalnya terhadap eks-NAPI teroris). Juga mengobati/konseling terhadap masyarakat yang sudah terlibat dan yang terlibat. (hb/bas/vick/rin)