RUU PUB Harus Mencerminkan Kebhinekaan
Jakarta (18 Desember 2014).Tokoh bangsa, K.H. Hasyim Muzadi berpesan agar Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi landasan filosofis maupun konstitutif bagi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama (PUB). Pesan disampaikan saat menjadi narasumber dalam acara Seminar Nasional "Perlindungan Pemerintah terhadap Pemeluk Agama", Kamis (18/12).
Seminar nasional diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, dalam rangka menyambut Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama ke-69. Seminar yang dibuka oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin, menyajikan dua sesi diskusi. Sesi pertama, hadir sebagai narasumber Nur Kholis (Komnas HAM); Ida Padmanegara (Direktur Pelayanan Komunikasi Masyarakat, Kemenkumham); dan Saleh Partaonan Daulay (Ketua Komisi VIII DPR RI). Sementara itu, pada sesi kedua, hadir sebagai narasumber adalah K.H. Hasyim Muzadi dan Romo Benny Susetyo.
Pada kesempatan ini, K.H. Hasyim Muzadi menyampaikan materi dengan judul “Perlindungan Kebebasan Beragama menurut Konstitusi dan Undang-Undang”. Dalam paparannya, K.H. Hasyim Muzadi mengingatkan agar pemerintah dapat menyeimbangkan upaya intensifikasi peran agama dan toleransi secara bersamaan.
Menurutnya, intensifikasi agama tidak boleh melanggar norma-norma yang berkembang dalam agama itu sendiri. “Intensifikasi agama jangan sampai menyebabkan pendangkalan pemaknaan agama dan pengkaburan ajaran agama.” ujarnya.
Menanggapi rencana pemerintah yang sedang menyusun RUU PUB, K.H. Hasyim Muzadi menyampaikan tiga poin yang harus menjadi perhatian. Pertama, Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi landasan filosofis dan konstitutif bagi RUU PUB. Agar dalam menyusun RUU PUB kita dapat focus dan tidak melebar, maka kita harus dapat menetapkan landasan filosofis dan konstitutif bagi RUU yang sedang disusun. Dan landasan tersebut tidak lain adalah UUD 1945 dan Pancasila,” demikian ujarnya.
Kedua, RUU PUB seharusnya dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Ketiga,peraturan-peraturan lainnya yang akan berperan sebagai penjelas RUU PUB harus disusun secara lebih implementatif dan terperinci, sehingga meminimalisir adanya perbedaan persepsi.
Romo Benny Susetyo, dalam paparannya menyampaikan materi dengan tema “Jaminan Kebebasan Beragama menurut Konstitusi”. Dalam paparannya, beliau berpendapat terdapat beberapa masalah yang harus diselesaikan ketika menyusun RUU PUB. Masalah tersebut adalahpertama, problem ruang publik dan ruang privat. RUU PUB harus mampu memberikan penjelasan apa yang dimaksud sebagai ruang publik dan apa yang dimaksud sebagai ruang privat. Penjelasan ini menurutnya menjadi penting karena permasalahan-permasalahan keagamaan yang selama ini terjadi berakar pada perbedaan pandangan tentang apa yang disebut sebagai ruang publik dan ruang privat.
Kedua, permasalahan umat diluar pemeluk enam agama yang diakui. Romo Benny menyampaikan pandangannya bahwa seharusnya Negara juga bertanggungjawab terhadap pemeluk agama diluar enam agama yang diakui. Oleh karena itu, ia berharap RUU PUB dapat memberikan jalan keluar terhadap permasalahan pelayanan Negara terhadap pemeluk agama diluar enam agama yang diakui.
Ketiga, RUU PUB harus jelas tujuannya. Aspek apa yang diatur dan bagaimana cara mengaturnya harus dapat dirumuskan secara tepat sebelum RUU disusun. “Jika RUU PUB dimaksudkan untuk mengatur hal-hal yang tidak substantif, menurut saya ini akan menimbulkan masalah baru,” demikian ujar Romo Benny.
Terakhir, Romo Benny berpesan agar RUU PUB dapat mengakomodir kebhinnekaan. Oleh karena itu, agar RUU tersebut dapat mengakomodir kebhinnekaan, maka, ia berharap agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, melibatkan majelis-majelis agama dalam menyusun draf RUU PUB.[]
Ags/viks/ags