Saatnya Karya Anak Negeri menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

16 Sep 2015
Saatnya Karya Anak Negeri menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Jakarta (16 September 2015). Selama ini, kajian literatur keagamaan dan manuskrip keagamaan didominasi oleh karya akademisi dan peneliti asing, terutama dari lembaga-lembaga studi asing. Realita ini sudah saatnya diubah. Sekarang dan yang akan datang, kajian-kajian literatur dan manuskrip keagamaan sudah selayaknya dikaji dan diteliti oleh akademisi dan peneliti negeri sendiri. Hal ini disampaikan oleh Machasin, Direktur Jenderal Bimas Islam dihadapan peserta International Symposium on Religious Literature and Heritage (ISLAGE), Rabu (16/9).

Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Machasin mewakili Menteri Agama membuka acara. Dalam kesempatan ini, Machasin menggarisbawahi, setidaknya terdapat tiga isu utama terkait kajian bidang literatur dan manuskrip keagamaan. Pertama, sebagaimana disampaikan di atas, sudah selayaknya para peneliti dan akademisi lokal berperan dominan dalam mengkaji literatur dan manuskrip keagamaan.

Kedua, karya-karya ulama nasional seperti karya Syekh Nawawi Al-Bantani dan KH. Hasyim Asyari sudah selayaknya menjadi literatur wajib yang diajarkan di madrasah dan kampus keagamaan. Menurutnya, saat ini ada indikasi karya-karya ulama lokal semakin sedikit dikaji dan dibaca "but then i realized that Indonesian writers, wrote they book in arabic like syekh Nawawi Al-Bantani  get less and less readers." Ungkapnya. Oleh karenanya, dibutuhkan political will untuk menjadikan karya-karya ulama lokal sebagai bahan kajian di lembaga pendidikan formal seperti madrasah dan universitas.

Ketiga, dalam hal arsitektur nusantara, perlu dikaji secara serius upaya-upaya pelestarian arsitektur yang memiliki ciri khas nusantara. Menurutnya, setiap lokasi memiliki gaya arsitektur yang khas sesuai dengan kondisi geografis dan sosial masyrakat. Oleh karenanya, ia meyakini bahwa arsitektur nusantara, termasuk masjid juga  harus mempertahankan ciri khasnya.

Simposium yang mengambil tema "empowering civilitation through religious heritage" diikuti oleh 48 akademisi dan peneliti dari dalam dan luar negeri. Mereka yang mengikuti kegiatan ini adalah peneliti dan akademisi yang telah mengirimkan makalah dan lolos seleksi. Para peserta akan berperan aktif mempresentasikan makalahnya dihadapan peserta lainnya mulai Rabu malam sampai dengan Jumat (16-18/9).

Di hari pertama, simposium diisi keynote speech oleh Pro. Edwin Wieringa dari University of Cologne, Jerman. Selain itu, panitia juga menghadirkan narasumber utama seperti Mark R. Woodward (Arizona State University); Annabel Teh Gallop (British Library, UK); Divk van der Meij (Leiden University). Sementara itu, mewakili narausmber dari dalam negeri, panitia mengundang Prof. Iik Arifin Mansurnoor dan Prof. Ayumardi Azra.

Sebagaimana disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abd. Rahman Masud dalam pengantarnya, kegiatan ini setidaknya mempunyai dua tujuan. Yaitu untuk merumuskan berbagai kebijakan berbasis kajian literatur dan manuskrip nusantara dan membangun jaringan riset dan akademik bidang kajian literatur dan manuskrip nusantara. []

ags/rins/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI