STUDI PENGEMBANGAN PROGRAM STUDI UMUM PADA STAIN
Reposisi fakultas-fakultas cabang di berbagai daerah dari IAIN induknya menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dilandasi oleh kebijakan pendidikan tinggi Islam di Indo-nesia yang tidak lagi membolehkan duplikasi fakultas dan jurusan di satu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Kebijakan ini didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 1997 tanggal 21 Maret 1997 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Salah satu pertimbangan yang melata-rinya adalah sebagaimana tercantum dalam diktum SK Presiden tersebut, yaitu untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan kuali-tas pendidikan di IAIN.
Kebijakan ini dipandang strategis dan dapat menyelesaikan fenomena ketidaklaziman yang menggejala di hampir semua IAIN di Indonesia dari perspektif meluasnya fakultas-fakultas ganda yang dimiliki institut tersebut. Misalnya, IAIN Sunan Ampel Surabaya memiliki Fakultas Tarbiyah Cabang di Pamekasan, Malang dan Jember, selain Fakultas Ushuluddin Cabang di Kediri. IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memiliki Fakultas Tarbiyah Cabang di Purwo-kerto, sementara IAIN Sunan Gunung Djati Bandung memiliki Fakultas Tarbiyah Cabang di Cirebon. Masalahnya, fakultas-fakul-tas itu merupakan cabang dari lembaga induknya, bukan cabang dari Fakultas Tarbiyah atau Ushuluddin yang ada di induknya. Aki-batnya, dalam satu institut dikenal istilah ’fakultas induk’ selain ’fakultas cabang’ di berbagai kota.
Pasca lahirnya kebijakan tersebut, mulai dilakukan penataan dengan mengambil bentuk reposisi fakultas cabang IAIN menjadi STAIN, sehingga tidak ada lagi fakultas yang berdiri sendiri di berbagai daerah. Kebijakan ini pun dinilai memberikan manfaat positif dari segi manajerial, baik bagi STAIN maupun IAIN ’induk-nya’, dimana IAIN tidak sarat beban, sementara manajemen STAIN semakin independen. Di samping, pada gilirannya merelevansi semangat otonomi pengelolaan pendidikan pada perguruan tinggi sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian il-miah dan pengabdian kepada masyarakat (UU No. 20 /2003 Pasal 24 [1-2]). Dengan statusnya yang baru, seluruh STAIN menyandang oto-nomi yang seluas-luasnya sehingga memiliki kebebasan untuk melakukan inovasi baik secara akademik maupun kelembagaan, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, per-ubahan tersebut dapat pula diposisikan sebagai entry point bagi dinamisasi pengembangan STAIN ke arah realisasi center of excel-lence di wilayahnya masing-masing.
Saat ini, perkembangan kuantitatif Perguruan Tinggi Agama Is-lam Negeri (PTAIN) menunjukkan jumlah yang cukup signifikan dan tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia, yaitu terdiri dari 32 STAIN dengan jumlah program studi sebanyak 241 buah; 12 IAIN dengan jumlah program studi sebanyak 262 buah; dan 6 UIN dengan jumlah program studi sebanyak 225 buah (Swara Ditpertais, April 2006). Hanya saja, fenomena yang muncul kemudian adalah tampil-nya STAIN menjadi ’IAIN-IAIN kecil’ lantaran pola pengembangan dan jumlah jurusan/program studi yang dimiliki STAIN sama de-ngan yang dilakukan oleh IAIN. Hal ini diduga problematis me-ngingat menurut peraturan perundang-undangan, Sekolah Tinggi hanya menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/ atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu, atau dalam konteks STAIN, yaitu lingkup ilmu pengetahuan agama. Berbeda halnya dengan institut dan universitas.
Faktanya, saat ini STAIN memiliki beragam program studi/ ju-rusan bahkan lebih jauh dari itu, membuka berbagai program stu-di umum, seperti Matematika, Biologi, dan Bahasa Inggris. Pasca pembukaan program studi umum tersebut, muncul berbagai tun-tutan pertanggungjawaban dari masyarakat luas, terutama terkait dengan pemahaman mereka bahwa misi pendidikan tinggi Islam, termasuk STAIN di dalamnya adalah menyelenggarakan pendidik-an dan pengajaran ilmu-ilmu ke-Islaman. Jika STAIN membuka program studi umum, maka dimana akan diposisikan jenis ilmu agama Islam? Persoalan yang mengemuka adalah seputar orien-tasi, arah pengembangan, dasar kebijakan dan seterusnya, terkait dengan program studi tersebut. Misalnya, apakah program terse-but sekedar pemenuhan kebutuhan ad hoc bagi madrasah-mad-rasah yang membutuhkan guru bidang studi umum, ataukah dapat dimasukkan sebagai corebidang ilmu ke-Islaman itu sendiri. Maka, dipandang penting, menggali adanya upaya mendasar dan strategis yang ditempuh STAIN dalam merekonstruksi para-digma keilmuan terkait dengan pengembangan program studi umum; atau, pada ranah praksis, seberapa jauh STAIN mendu-dukkan persoalan construct keilmuan agama dan umum dalam satu kesatuan (integratif) yang ideal dan mencerahkan.
Atas berbagai pemikiran di atas, terutama untuk menjawab kebutuhan diperolehnya informasi yang komprehensif tentang pengembangan program studi umum di STAIN dengan segala indikatornya, maka Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan memandang penting dilakukannya penelitian ini. Masalah penelitian yang diajukan adalah 1) apa landasan yuridis, filosofis dan sosiologis penyelengga-raan program studi umum pada STAIN?; 2) bagaimana STAIN melakukan analisis potensi akademik dan kelembagaan dalam penyelenggaraan program studi umum?; 3) bagaimana STAIN penyelenggara program studi umum men-jawab kebutuhan terhadap pembelajaran yang integratif anta-ra ilmu agama dan umum?
.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Namun, me-ngingat gejala-gejala yang terjadi di luar desain penelitian, dan juga menggunakan pendekatan fenomenologi agar data yang diperoleh benar-benar menggam-barkan realitas yang sesungguhnya. Penelitian ini juga didekati secara emik dan etik. Pendekatan emikadalah pengungkapan dan penguraian sistem prilaku ber-sama satuan strukturnya dan kelompok struktur satuan-satuannya. Pendekatan etik terdiri atas kumpulan rumit antara tujuan dan prosedur yang dikembangkan oleh peneliti
.
Lokasi penelitian ini adalah 10 STAIN yang tersebar pada enam (6) propinsi, yaitu: STAIN Pallopo dan STAIN Pare-pare (Sulawesi Selatan), STAIN Batu Sangkar dan STAIN Kerinci (Suma-tera Barat), STAIN Curup (Bengkulu), STAIN Samarinda (Kaliman-tan Timur), STAIN Pekalongan dan STAIN Surakarta (Jawa Tengah), STAIN Kediri dan STAIN Tulungagung(Jawa Timur).
Temuan
1.
Reposisi fakultas-fakultas cabang menjadi STAIN membawa as-pek positif bagi pengembangan dan peningkatan kualitas pen-didikan tinggi Islam. Dari aspek yuridis formal, tidak adanya regulasi lanjutan yang secara jelas mengatur atau merumuskan format pengembangan akademik-keilmuan dan kelembagaan STAIN, minimal menyisakan persoalan interpretasi yang ber-beda di antara para pengelola STAIN tentang batasan penger-tian lembaga pendidikan tinggi tersebut, yang kemudian berakibat pada keleluasaannya membuka berbagai jurusan yang lazim dikembangkan oleh IAIN/UIN.
2.
Pengembangan prodi umum STAIN dilakukan dalam kerangka menghasilkan sarjana muslim yang unggul, bermoral, profe-sional dan kompetitif. Keunggulan output prodi umum STAIN adalah kekhasannya memadukan antara ilmu pengetahuan umum dan nilai-nilai moralitas agama sekaligus. Keunggulan kompetitif ini memperkuat posisi tawar para alumnus PTAIN di berbagai lapangan pekerjaan, sehingga dapat berkiprah dalam cakupan wilayah kehidupan masyarakat yang lebih luas. Di samping itu, pengembangan prodi umum juga didasarkan atas alasan kebutuhan masyarakat dan tuntutan dunia kerja, karena itu minat calon mahasiswa pada setiap tahunnya menun-jukkan jumlah yang cukup signifikan. Hal ini didukung pula oleh posisi STAIN di daerah sebagai perguruan tinggi negeri terdekat dengan biaya terjangkau dan kelebihannya mengem-ban visi lembaga pendidikan tinggi Islam.
3.
Pengembangan prodi umum STAIN diperkuat dengan potensi akademik dan kelembagaan yang cukup memadai dari segi kurikulum, manajemen, tenaga pendidik, sarana prasarana dan kepustakaan. Hanya saja untuk kegiatan riset ilmiah dan pener-bitan jurnal ilmiah belum memadai. Hal ini mengingat hampir seluruh STAIN mengandalkan pembiayaan operasional dari DIPA, selain dana rutin SPP mahasiswa dan dana terbatas lainnya.
4.
Aturan perundang-perundangan yang menyatakan perlunya in-tegrasi pembelajaran antara ilmu-ilmu lain (umum) dengan ilmu agama Islam, pada tingkat implementasinya, dipahami dan diterjemahkan secara bervariasi oleh para pengelola STAIN ketika mengembangkan prodi umum. Pertama, integrasi keil-muan umum dan agama dilakukan dengan pendekatan penyu-sunan kurikulum, yaitu dengan cara mendistribusikan bebe-rapa mata kuliah agama ke dalam beban SKS mahasiswa prodi umum. Kedua, dilakukan secara fleksibel dan tidak terfokus pada pembelajaran kelas, yaitu memanfaatkan berbagai even ilmiah dan kegiatan kampus lainnya khususnya penciptaan ruh keagamaan di lingkungan kampus dimana mahasiswa dapat mempelajari nilai-nilai atau budaya Islami yang berkembang di dalamnya.
?
1. Pengambangan program studi di umum di STAIN merupakan perwujudan dari keniscayaan untuk menyiapkan calon-calon sarjana muslim yang memiliki komitmen akademik religius dan profesional dan mampu berkompetensi. Karena itu Departemen Agama hendaknya merumuskan secara jelas tentang format pengembangan kelembagaan STAIN berdasarkan kajian yang dilakukan secara komprehensif, khususnya dari perspektif epistimplogi keilmumuan, sehingga terdapat distribusi peran yang jelas anatara STAIN, IAN dan UIN dalam pengembangan dunia ilmu pengetahuan
2. Hendaknya Perguruan Tinggi Agama Islan Negeri, termasuk STAIN, menjadi pilot project dalam menggagas penyelesaian paham dikotomi dalam memandang ilmu pengetahuan, yang akan diartikulasi dalam sebuah format kebijakan untuk diikuti oleh seluruh Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia. Format kebijakan tersebut dibangun dari sebuah teori yang paling mutahir tentang disiplin keilmuan, sebagai produk ijtihad para akhli – khususnya sarjana muslim—di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu. Teori tersebut dikembangkan sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Sehingga ke depan bangunan ilmu dapat dipahami secara tepat oleh seluruh masyarakat luas, yang sebelumnya lebih mereduksi ilmu ke dalam ilmu agama dan umum.