Tepatkah Madrasah sebagai Satuan Kerja?

28 Mei 2015
Tepatkah Madrasah sebagai Satuan Kerja?

Jakarta (28 Mei 2015). Madrasah memiliki posisi yang unik dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan, madrasah tidak berada dibawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Karakteristik khas madrasah yang menekankan pada aspek pendidikan agama, menjadikan lembaga ini berada dibawah kendali dan koordinasi Kementerian Agama.

Keunikan semakin terasa jika melihat data statistik pengelolaan madrasah.  Lebih dari 90% madrasah dikelola oleh lembaga swasta. Hanya 8,63% (3.881) madrasah yang berstatus ‘negeri’ dan berada dibawah pengelolaan Kementerian Agama.

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 229 Tahun 2013, madrasah merupakan satuan kerja tersendiri. Konsekwensi dari kebijakan tersebut adalah madrasah diberikan kewenangan secara independen merencanakan dan mengelola anggaran negara serta berkewajiban menyusun administrasi pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

Namun demikian, ternyata kewenangan yang dimiliki oleh madrasah mengalami berbagai kendala dan permasalahan. Berdasarkan rumusan tim peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, setidaknya terdapat dua permasalahan atas konsekwensi yang termuat dalam KMA Nomor 229 Tahun 2013. Pertama, minimnya kompetensi Sumberdaya Manusia, dan kedua, kurangnya tenaga administrasi.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan melakukan penelitian yang bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi kebijakan Kementerian Agama yang menjadikan madrasah sebagai satuan kerja.  

Sebanyak 62 Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) yang tersebar di 27 Provinsi dijadikan sebagai sampel penelitian. MIN dijadikan sebagai sampel karena sebagian besar madrasah berada pada level ini.

Dalam penelitian ini, tiga indikator digunakan sebagai dasar penilaian. Pertama, efektifitas. Indikator ini digunakan untuk melihat sejauhmana sasaran pendidikan dapat dicapai. Kedua,efisiensi. Indikator ini digunakan untuk melihat apakah waktu yang dibutuhkan dan biaya yang dikeluarkan oleh madrasah berada pada level yang semestinya. Ketiga, akuntabilitas. Indikator akuntabilitas digunakan untuk mengukur tingkat transparansi dan kesesuaian administrasi pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh madrasah.

Berdasarkan temuan tim peneliti yang terdiri dari Wahid Khozin, Nuruddin, dan Muhammad Rais, keberadaan madrasah sebagai satuan kerja memiliki kelebihan dan kelemahan. Berdasarkan indikator efektifitas dan efisiensi, keberadaan madrasah sebagai satuan kerja tidak menghadapi kendala. Efektifitas dan efisiensi relaitif dapat dicapai dengan baik.

Kendala terjadi, terutama pada indikator akuntabilitas. Sebagaimana identifikasi awal penelitian, kurangnya SDM yang memiliki kualifikasi dalam mengelola administrasi, terutama administrasi keuangan, menjadikan madrasah seringkali terkendala dalam penyediaan laporan keuangan yang akuntabel.

Penelitian ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi kebijakan yang semestinya diambil oleh Kementerian Agama.

Hasil penelitian selengkapnya dan beberapa rekomendasi kebijakan dapat pembaca simak  disini.[]

ags/viks/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI