Terbongkar! Artikel AI diajukan ke Jurnal Heritage dan Jurnal Lektur, Pengelola Siapkan Aturan Ketat
Jakarta (BMBPSDM)---Managing Editor Jurnal Heritage Fahkriati dan Editor in Chief Jurnal Lektur Mulyawan Safwandy mengungkapkan temuan adanya artikel yang ditulis hampir semuanya dengan AI.
Fahkriati mengatakan bahwa untuk artikel yang terdeteksi menggunakan AI pada Jurnal Heritage dinyatakan belum layak, karena semuanya menggunakan AI dan diragukan kredibilitasnya.
Selaras dengan Fahkriati, Mulyawan juga menunjukkan temuannya pada artikel yang diajukan ke Jurnal Lektur. “Saya menemukan penulis menggunakan AI untuk referensinya. Ketika saya cari referensinya itu tidak ada, nah hal seperti ini tentunya membuat sebuah artikel dapat dinyatakan belum layak,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, Language Advisor Jurnal Heritage Arnis Silvia mengungkapkan bahwa AI seperti ChatGPT dapat menghasilkan tulisan yang rapi, tetapi pola bahasanya sangat mudah dikenali. “Struktur tulisan yang dibuat AI itu sangat khas dan dapat diprediksi karena mereka itu dibuat pastinya berdasarkan data dan pola. Jadi, rasa manusia yang terdapat di dalam tulisan itu sangat terasa kurang,” jelasnya.
Menurut Arnis, tantangan utama ke depannya adalah bagaimana editor dan reviewer dapat mengenali keterlibatan AI, terutama ketika AI digunakan untuk menyusun substansi artikel, yang berpotensi mengurangi orisinalitas dan integritas ilmiah.
Editorial Team Jurnal Heritage Beny Aprius menambahkan bahwa AI seharusnya hanya digunakan sebagai asisten. “AI tidak boleh dianggap sebagai penulis. Saya setuju dengan pernyataan Ibu Arnis, dan sesuai dengan kebijakan yang diterapkan oleh Committee on Publication Ethics (COPE), Springer, dan Elsevier,” tegasnya. Ketiga penerbit besar tersebut sepakat bahwa AI dapat digunakan untuk memperbaiki tata bahasa atau mengolah data, tetapi tidak boleh menyusun substansi artikel atau menggantikan peran manusia.
Untuk mengatasi tantangan ini, pengelola jurnal menyepakati pentingnya transparansi. Penulis diwajibkan menyebutkan secara eksplisit penggunaan AI dalam bagian metodologi atau acknowledgement. Selain itu, editor juga dianjurkan menggunakan alat pendeteksi AI untuk memastikan keaslian naskah yang diajukan.
“Kita harus menjadi seperti detektif,” ujar Arnis Silvia, merujuk pada pentingnya peran editor dalam mendeteksi penggunaan AI. Mulyawan Safwandy menambahkan bahwa jurnal perlu memiliki pedoman etika yang jelas terkait penggunaan AI. Panduan ini akan memberikan arahan kepada editor, reviewer, dan penulis tentang batasan penggunaan AI agar integritas ilmiah tetap terjaga.
Diskusi ini menyimpulkan bahwa teknologi AI dapat dimanfaatkan secara etis jika diatur dengan baik. Pengelola jurnal di Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi diharapkan dapat menjaga standar profesionalitas dengan menyusun kebijakan yang jelas, meningkatkan transparansi, serta memberikan pelatihan kepada editor dan reviewer. Dengan langkah-langkah ini, Jurnal Heritage dan Jurnal Lektur dapat tetap berperan sebagai wadah publikasi ilmiah yang berkualitas di tengah tantangan era AI. (Rheka Humanis)