Tiga Langkah dalam Memaknai ‘Ikhlas Beramal’ menurut Kiai Huda Basyir
Jakarta (Balitbang Diklat)---Ada yang menarik dalam khutbah di Masjid Al-Ikhlas Kementerian Agama RI Jl MH Thamrin Jakarta tadi siang. Melalui mimbar, sang khatib mengajak para jamaah, terutama keluarga besar Kemenag untuk terus melakukan muhasabah dan refleksi atas dua kata penting yang selalu melekat dalam logo dan simbol Kemenag, yakni “Ikhlas Beramal.”
Kabag Kerja Sama Luar Negeri Setjen Kemenag, KH Khoirul Huda Basyir, yang didaulat sebagai khatib salat Jumat menawarkan tiga langkah dalam memaknai Ikhlas Beramal.
“Setidaknya ada tiga hal yang mungkin dapat dilakukan untuk memakni kembai kedua kata tersebut sebagai upaya komitmen kita dalam melaksanakan tugas-tugas pengabdian maupun kinerja di lingkungan kerja kita masing-masing,” ujar Kiai Huda, Jumat (26/07/2024).
Pertama, kata ikhlas beramal ini mesti menuntut dan mengantarkan kita untuk menata, merawat, dan memanage hati kita semua bahwa kita keluarga besar Kementerian Agama dalam menjalankan tugas-tugas dan fungsinya serta hikmah pelayanan apa pun diharapkan dengan jargon ikhlas itu hendaknya mampu membeningkan, mampu menata, dan memanage hati.
“Agar pada saat yang sama apa yang ia lakukan betul-betul bagian daripada amanah dan tanggung jawab lembaga kepada diri kita semua. Memanage dan mengatur hati ini sesuatu yang amat prinsip dan penting,” tandasnya.
Kedua, hendaknya kita mampu menjadikan seluruh pengabdian dan karya serta kinerja kita bagian dari ibadah kepada Allah. Jika hal itu bisa dilakukan, niscaya kita mampu memperkuat komitmen dalam menjalankan apa yang menjadi motto besar para leluhur.
Ketiga, untuk memperkuat komitmen kita atas pesan penting itu adalah melakukan yang terbaik dari yang kita mampu dan memberikan yang terbaik dari yang kita miliki.
Menurut Pengasuh PPTQ Al Kaukab Bojong Nangka, Gunung Putri, Bogor ini bahwa keikhlasan sesungguhnya tidak boleh dimaknai seperti sering diselorohkan orang. Yakni, ikhlas beramal dibaca terbalik menjadi beramal seikhlasnya, sehingga kemudian semaunya melakukan sesuatu.
“Tetapi, justru sebaliknya ikhlas beramal itu adalah satu komitmen kuat untuk ‘Be The Best’. Bagaimana kita menjadikan diri kita secara maksimal yang terbaik. Setelah itu, Do The Best, yakni bagaimana kita memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki,” tandasnya.
Kisah Ikhlas Beramal dan Logo Kemenag
Kiai Huda Basyir dalam kesempatan tersebut juga mengulik kisah tentang ikhlas beramal dan logo Kemenag. Secara historis, semangat dan motto ikhlas beramal ini dalam berbagai literasi memang tidak kita temukan siapa sesungguhnya pencetus dan penggagas awal.
“Namun, ditengarai bahwa motto dan semboyan ini telah ada sejak awal keberadaan dan berdirinya Kementerian Agama. Kita tahu, Kemenag dibentuk satu tahun setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu tepatnya tahun 1946, dengan menteri pertama adalah Haji Muhammad Rasyidi,” ungkap salah seorang pengurus Lembaga Dakwah PBNU ini.
Beberapa tahun setelahnya, lanjut dia, ditemukan dalam banyak literatur ternyata kata Ikhlas Beramal memang sudah melekat dalam simbol dan logo Kemenag. Pada tahun 1965 sebagaimana dikutip dari Majalah Mimbar Agama nomor 2 terbitan Biro Penerbitan dan Perpustakaan Kementerian Agama saat dilaksanakannya apel besar oleh Kemenag.
“Apel itu digelar untuk mensyukuri suksesnya Konferensi Asia Afrika yang dipimpin langsung oleh inspektur upacara, yakni Menteri Agama era Bung Karno, KH Saifudin Zuhri,” ujarnya mengisahkan.
Saat itu, logo Kemenag telah tertempel di dalamnya dua kata, yaitu Ikhlas Beramal. Meskipun logo itu berbeda dengan sekarang sebagaimana dalam dokumen ditemukan logo Kemenag awal itu berbentuk bola dunia dengan diapit 17 kuntum kapas dan 45 biji padi.
“Sampai sekarang masih ada, dan itu melekat dua kata Ikhlas Beramal. Hanya tulisannya kata ikhlas berada kecil agak di atas sementara beramal-nya di bawah,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa logo lama agak berbeda dengan logo sekarang yang telah ditetapkan melalui KMA Nomor 717 Tahun 2006 sebagai logo akhir dan resmi Kemenag. Logo baru terdiri dari perisai lima sudut yang kemudian kata pentingnya, Ikhlas Beramal, menjadi satu tulisan dalam satu barisan.
“Memaknai dua kata yang amat mendasar dan penting ini tentu membutuhkan waktu panjang. Tetapi, setidaknya ada hal-hal yang patut kita refleksikan kembali, kita reaktualisasikan kembali, dalam upaya pengabdian dan kinerja kita sebagai keluarga besar di Kementerian Agama ini,” tegas Kiai Huda. (Ova/bas/sri)