Uji Kompetensi, Cara Widyaiswara Mendiagnosis Kebutuhan Diklat

3 Mei 2024
Uji Kompetensi, Cara Widyaiswara Mendiagnosis Kebutuhan Diklat
Kepala Badan Litbang dan Diklat saat memberikan arahan pada Uji Kompetensi bagi Widyaiswara di Bandung, Kamis (2/5/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Uji Kompetensi (ukom) penting sejak berlaku Peraturan MenPANRB Nomor 1/2023. Dulu sebelum terbit regulasi tersebut, ada ukom tetapi dalam format yang berbeda.

 

“Reformasi besar-besaran dimulai sejak ada aturan yang mengikat terutama terkait dosen. Oleh karena itu, Balitbang Diklat membuat reformasi kediklatan yang harus menyentuh jabatan fungsional tersebut,” ujar Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno saat memberikan arahan pada Uji Kompetensi bagi Widyaiswara di Bandung, Kamis (2/5/2024).

 

“Ini menjadi upaya untuk meneguhkan profesi agar kompetensinya sesuai dengan kebutuhan,” imbuhnya.

 

Menurut Suyitno, ukom menjadi gambaran dari kompetensi sebuah profesi. “Seluruh profesi memiliki ukom sebagai media untuk meneguhkan profesionalitasnya,” katanya.

 

Ke depan, lanjutnya, Balitbang Diklat bisa menjadi penyelenggaraan ukom bagi bidang-bidang yang mendapat izin dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). “Kita sedang mengurus izin sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sehingga bisa direkognisi sebagai penyelenggara ukom. Hal ini sejalan dengan Peraturan MenPANRB Nomor 1/2023,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa akan terlihat dampak dari hasil ukom bagi sebuah profesi. Pertama, sebagai mapping dari kompetensi masing-masing profesi. Kedua, untuk kepentingan peningkatan kompetensi itu sendiri.

 

“Idealnya setelah ukom, akan melahirkan gambaran profesionalitas dari sebuah profesi. Misalnya ada penilaian dari setiap kategori dan diklat yang dibuat harus berbasis ukom,” tutur Suyitno.

 

Jadi jika suatu komunitas profesi mau didiklat, basisnya adalah hasil ukom. Anggaplah ukom sebagai diagnosis dari sebuah kebutuhan diklat, sementara widyaiswara ibarat dokter di konteks kompetensi.

 

“Oleh karena itu, jangan sampai widyaiswara salah memberikan resep sebab tidak melihat mapping kompetensi. Tujuannya diklat dilaksanakan based on diagnosis,” katanya.

 

Pada kesempatan yang sama, Kaban juga mengimbau agar widyaiswara merumuskan kompetensi profesi tersebut. Jika ada, perlu dimodifikasi tetapi jika belum ada, maka perlu dibuat.

 

“Widyaiswara adalah profesi yang perlu banyak inovasi karena berurusan dengan SDM. Maka jika tidak ada rumusan kompetensi, bisa berpotensi pada mandeknya tujuan dari sebuah profesi ukom,” ujarnya.

 

Ia menekankan kembali bahwa tujuan dari sebuah proses ukom adalah peneguhan profesi. Selain itu sebagai pendorong untuk meng-upgrade dan meng-update sebuah profesi sesuai standar.

 

Mapping dari kompetensi ini diharapkan menjadi sebuah legasi yang berkesinambungan, berdampak, dan bermanfaat bagi sistem pelatihan,” tandasnya.

 

(Dewi Indah/Sri)

Penulis: Dewi Indah Ayu D
Sumber: Pusdiklat Administrasi
Editor: Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI