Wajib Belajar 13 Tahun Jadi Isu Penting dalam RPJMN 2025-2029

29 Okt 2024
Wajib Belajar 13 Tahun Jadi Isu Penting dalam RPJMN 2025-2029
Kaban Suyitno pada Seminar Kajian Kapasitas dan Kesiapan Raudlatul Athal (RA) dalam Menyongsong Wajib Belajar 13 Tahun yang diinisiasi Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Penda) Balitbang Diklat Kementerian Agama di Jakarta, Senin (28/10/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Program Wajib Belajar 13 Tahun menjadi isu penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Pasalnya, RPJMN 2025-2029 merupakan tahap pertama pembangunan dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

 

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi pada Fullday Seminar Kajian Kapasitas dan Kesiapan Raudlatul Athal (RA) dalam Menyongsong Wajib Belajar 13 Tahun yang diinisiasi Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Penda) Balitbang Diklat Kementerian Agama RI.

 

Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kemenag Prof Amien Suyitno dalam arahannya menekankan pentingnya pendidikan yang merata dan berkualitas untuk seluruh lapisan masyarakat.

 

“Wajib belajar 13 tahun adalah langkah besar untuk memastikan generasi mendatang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk menghadapi tantangan global,” ungkapnya di Jakarta, Senin (28/10/2024).

 

Kaban menyoroti tentang angka-angka pada hasil penelitian. Yakni, kapasitas RA terkategori tinggi (84,62%). Lalu ada aspek yang perlu perbaikan, seperti kepemimpinan (68,80%) dan tenaga kependidikan (55,74%).

 

“Boleh jadi, guru-guru RA bukan lulusan PIAUD atau PGRA. Nah, mereka tidak menjadi alumni PGRA karena memang PGRA lahir belakangan. Sementara RA telah berdiri lebih lama,” tuturnya.

 

Menurut Kaban, madrasah-madrasah swasta jangankan menyekolahkan guru-gurunya, untuk sarpras saja tidak gampang. Butuh perjuangan yang luar biasa untuk mencukupinya.

 

Isu Aktual

Sebelumnya, Kepala Puslitbang Penda Balitbang Diklat Kemenag Prof Rohmat Mulyana Sapdi dalam laporannya mengatakan bahwa seminar Kajian Kapasitas dan Kesiapan Raudlatul Athal (RA) dalam Menyongsong Wajib Belajar 13 Tahun merupakan kegiatan urgen dan aktual.

 

“Karena saya lihat Mendikdasmen Prof Abdul Mu’ti ini memiliki program yang berbeda dengan menteri sebelumnya. Karena beliau memang pelaku lama pendidikan. Dan ini tentu memiliki korelasi dengan program kita,” kata Kapus.

 

Kasubbag TU Puslitbang Penda Irhason yang memoderatori diskusi menyebut bahwa isu kesiapan RA dalam mendukung Wajar 13 Tahun merupakan isu sangat strategis pada RPJMN 2025-2029.

 

“Ini merupakan tonggak sejarah dalam catatan Bappenas yang akan menjadi bagian strategis pada isu pendidikan,” ujar pria yang juga Kepala BLA Jakarta ini.

 

Menurutnya, seminar ini bertujuan untuk mengevaluasi kesiapan implementasi program wajib belajar 13 tahun di Indonesia serta mencari solusi terhadap tantangan yang dihadapi.

 

Beberapa isu yang menjadi sorotan termasuk perlunya peningkatan fasilitas pendidikan di daerah terpencil dan pentingnya program pelatihan untuk meningkatkan kualitas pengajaran. “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak kita,” kata salah seorang peserta dari BRIN.

 

Seminar ditutup dengan harapan agar hasil kajian ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang mendukung keberhasilan wajib belajar 13 tahun.

 

“Dengan semangat kolaborasi dan komitmen yang kuat, seminar ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mewujudkan cita-cita pendidikan yang inklusif dan berkualitas di Indonesia,” kata Kapus Rohmat.

 

Seminar dihadiri berbagai pemangku kepentingan pendidikan, termasuk perwakilan dari Direktorat KSKK Madrasah, peneliti BRIN, dan para pegawai di lingkungan Balitbang Diklat. (Ova)

   

 

Penulis: Musthofa Asrori
Sumber: Ova
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI