BLA Jakarta Paparkan Hasil Riset Toleransi dan Kerjasama Umat Beragama

1 Nov 2019
BLA Jakarta Paparkan Hasil Riset Toleransi dan Kerjasama Umat Beragama

Bogor (1 November 2019). Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) menggelar seminar hasil penelitian tentang Toleransi dan Kerjasama Umat Beragama di Wilayah Sumatera. Acara tersebut digelar di Hotel Sahira Butik Jl. Paledang Bogor, Jawa Barat, Kamis (31/10). Seminar diagendakan dua hari, Kamis-Jumat, 31 Oktober-1 November 2019.

Dalam laporannya, Kepala BLAJ Nurudin Sulaiman mengatakan, banyak terjadi letupan di masyarakat, termasuk di dalamnya adalah kasus di Tolikara Papua. “Tentu ini menjadi keresahan tersendiri. Kita tahu bahwa ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berpendidikan, bukan hanya kalangan awam,” kata dia.

Ia memaparkan,  setidaknya ada lima lokus penelitian berikut penelitinya. Pertama, di Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya, Sumatera Selatan (Ismail). Kedua, Gampong Mulia, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh (Hj. Marpuah). Ketiga, Desa Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan (Daniel Rabitha). Keempat, Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Rudi Harisyah Alam). Kelima, Tungkal Ilir, Tanjung Jabung (M Agus Noorbani).

“Di daerah, sebetulnya banyak contoh yang bisa diteliti soal toleransinya. Di Bogor, misalnya, ada salah satu desa yang dijadikan mitra untuk action research (riset aksi). Ini menarik saya kira,” tandas doktor jebolan UI ini.

Hasil indeks kerukunan, lanjut Nurudin, indikator kerjasama termasuk paling rendah di antara aspek lain. Artinya, aspek kerjasama harus terus dipupuk oleh para tokoh agama dan masyarakat.

Pria asal Banyuwangi Jawa Timur ini menambahkan, dalam seminar ini hadir 184 orang dari berbagai unsur, antara lain penyuluh, peneliti, akademisi, dan perwakilan ormas keagamaan.

 Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Kemenag, Muharram Marzuki, dalam arahannya mengatakan sangat mengapresiasi hasil penelitian BLAJ. Ia melihat, persoalan toleransi cocok sekali disandingkan dengan kerjasama.

“Selama ini harus kita akui, kita lebih mengedepankan toleransi pasif. Kalau sudah berani mengedepankan kerjasama, maka itu berarti toleransi aktif,” kata Muharram.

Menurut dia, dengan bekerjasama maka semakin nyata kerukunan umat beragama. Meski demikian, ia melihat konflik memang selalu ada di antara warga masyarakat. Selama tidak membahayakan, konflik kecil cukup dikanalisasi.

“Janganlah dengan pihak eksternal, dengan internal saja ada konflik sebab perbedaan cara pandang. Oleh karena itu, selama piring-piring bersentuhan dan tidak pecah maka biarin saja. Yang penting rak piring tidak sampai terguling dan hancur berkeping-keping,” ujarnya berfilisofi.

Secara khusus, Muharram mengajak seluruh pihak untuk merawat kerukunan dan meningkatkan toleransi dan kerjasama. “Ini perlu sekali kita rawat. Jika sudah konflik, nggak ada yang kalah dan menang. Semua hancur. Lihatlah negara-negara nun jauh di sana. Kalau sudah mengundang tentara asing masuk ke negara kita yang sedang konflik, jangan harap kita hidup tenang,” tandasnya.

Ia melihat persoalan perbedaan tidak perlu dibesar-besarkan. “Bicara perbedaan, nggak usah bicara agama dan negara. Dalam rumah tangga saja bisa berbeda mulai soal selera menu makanan, dan lain sebagainya,” pungkas Muharram.

Hadir dalam seminar tersebur empat narasumber, yakni Prof. Rusmin Tumanggor dan Prof. Ridwan Lubis (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Nifasri, dan peneliti Wahid Foundation Alamsyah M. Ja’far.[]

Ova/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI