Cinta Ilmu, Peduli Manuskrip: Catatan dari Leiden
Leiden (Leiden) --- Manuskrip/naskah/buku adalah guru yang paling berharga bagi siapa pun. Statemen ini layak untuk diberikan kepada pencinta ilmu pengetahuan. Leiden dengan perpustakaannya yang terkenal menyimpan sejumlah besar buku dari berbagai pengetahuan dan berasal dari berbagai negara memiliki ruang yang sangat luas untuk menyimpannya. Tidak hanya itu, manuskrip dan buku langka yang disimpan di perpustakaan ini terhitung dalam jumlah yang sangat besar. Sebut saja, manuskrip Indonesia berada di perpustakaan ini meliputi tidak kuranq 10.000 manuskrip, dengan karya-karya para leluhur bangsa yang monumental, seperti Illagaligo. Penyimpanan ini tentu membutuhkan keahlian dalam menanganinya sehingga buku itu bermanfaat dan dapat bertahan dalam umur yang lebih panjang.
Sudah berabad-abad Universitas Leiden memiliki perpustakaan yang lengkap, canggih, dan modern dalam penanganan asetnya. Tidak heran apabila ilmuan dari berbagai negara datang ke Leiden untuk menggali berbagai pengetahuan yang ada di dalamnya. Apa dan bagaimana gaya Leiden memperlakukan aset pengetahuan dunia, berikut beberapa model yang telah diobservasi langsung oleh peneliti Litbang, Fakhriati, yang sedang berada di Leiden untuk melaksanakan Drewes Fellowship yang dibiayai sepenuhnya oleh Scaliger Institute, Universitas Leiden.
Hal yang pertama dijumpai Fakhriati adalah ketika mendapatkan kartu perpustakaan, maka baginya sudah mendapat akses untuk membaca buku-buku dan manuskrip yang ada di perpusatakaan ini, baik offline maupun online. Pelayanan perpustakaan ini sejak dari masuk ke dalam perpustakaan, sangat canggih, semua layanan berbasis computer dan online. Order, pengambilan, dan pengembalian buku semua diatur secara online. Boleh dilakukan dimana saja, asalkan tidak di luar kampus. Hal ini patut dicontoh dan menjadi bandingan bagi perpusatakaan lainnya, setidaknya Perpustakaan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dalam pengaksesan buku hanya boleh dilakukan ketika berada di lingkungan universitas Leiden. Begitu ketika berada di luar area universitas, semua akses terputus. Ketika mengakses di luar area kampus, laman web langsung keluar “Inloggen buiten Universitaire Netwerk neit toegestan” yang artinya login di luar jaringan Universitas Leiden tidak diperbolehkan. Kesemuanya ini tentu memiliki tujuan tertentu, di antaranya adalah menjaga dan memelihara secara baik aset yang mereka miliki.
Untuk manuskrip, mereka memiliki cara khusus dalam menanganinya. Para pengunjung tidak dibolehkan membawa tas dan pulpen ke dalam ruang manuskrip yang disebut special collection. Alasan tidak boleh membawa pulpen ke dalam ruangan tersebut adalah untuk menjaga agar tidak tergores buku langka dan manuskrip yang sangat dipelihara keutuhannya. Demikian sebut Kaper van Komer, ketika menjelaskan kepada fellows tentang tata aturan yang harus dipatuhi ketika masuk ke ruang khusus tersebut.
Ketika membaca manuskrip, disarankan menggunakan bantal khusus dan pembatas khusus untuk menekan lembaran manuskrip ketika dibaca. Di dalam ruangan sudah tersedia pensil yang boleh digunakan oleh setiap pengunjung yang ingin membaca dan menggali informasi yang ada dalam manuskrip yang tersimpan di Leiden. Administrasi yang diterapkan di ruangan ini sangat teratur. Pengunjung diwajibkan memesan secara online. Setelah buku tersedia diberitahukan melalui email bahwa buku sudah ada di rak, maka pembaca dibolehkan meminta ke petugas dengan menyerahkan kartu perpustakaan. Pembaca hanya boleh membaca manuskrip di ruangan tersebut, tidak boleh membawa kemana pun.
Hal yang menarik pelayanan di ruang manuskrip dan buku langka ini adalah memberi izin kepada pembaca untuk men-scan buku-buku yang dianggap penting untuk disimpan di dalam flashdisk, dengan cara menghubungi petugas terlebih dahulu untuk mendapat izin scan. Karena tidak semua buku dan manuskrip dibolehkanscan, terutama manuskrip dan buku langka yang dalam keadaan rusak, hanya dibenarkan memfotonya saja.
Hal menarik lainnya adalah perpustakaan ini dibuka dalam waktu yang cukup lama setiap harinya, termasuk weekend, sehingga pengunjung dapat menghabiskan waktunya untuk berlama-lama di perpustakaan dan mengakses banyak sumber di tempat ini. Kenyamanan dan ketentraman adalah menjadi ciri perpustakaan Leiden. Semoga perpustakaan lainnya dapat mencontoh model perpustakaan Univeristas Leiden dalam memajukan bangsa-bangsa di dunia.
Mungkin pertanyaan yang perlu diangkat, apakah kita di Republik tercinta ini sanggup merawat manuskrip peninggalan warisan leluhur kita yang masih sangat banyak tersebar di masyarakat dan baru sebagian kecil dikumpulkan di lembaga-lembaga daerah, sebagaimana personil dan lembaga luar negeri seperti Eropa yang sangat peduli dan menjaga keberlangsungan eksistensi manuskrip di dunia ini? Infrastruktur yang memadai dan Sumber Daya Manusia yang terlatih dan sadar akan besarnya makna peninggalan tersebut perlu menjadi perhatian utama oleh pemerintah di negara kita. Barangkali inilah momentum yang tepat dan tantangan Kementerian Agama RI untuk segera mendirikan Pusat Kajian Manuskrip Keagamaan Nusantara (PKMKN) sebagai pusat kajian yang peduli terhadap hal di atas. Sejauh ini, dalam rangka mendukung hadirnya lembaga ini, beberapa negara yang peduli manuskrip baik di Timur Tengah, seperti Mesir, Maroko, Iran, dan Turki serta wilayah lainnya seperti Jerman, Jepang, dan India sudah menjadi sasaran Benchmarking. Selain Leiden, Belanda yang sangat peduli manuskrip dan sumber pengetahuan lainnya, negara-negara tersebut di atas sangat perhatian memelihara manuskrip dengan pendekatannya masing-masing. (FI/bas/sri/ar)