Guru Agama, Pahlawan Moderasi Beragama di Tengah Tantangan Ekstremisme

Semarang (BMBPSDM)---Guru agama memiliki peran penting dalam mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan dengan prinsip adil dan berimbang, serta menaati konstitusi sebagai landasan kesepakatan bernegara.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Yayasan Universitas Darul Ulum Semarang (UNDARIS), Amir Mahmud, dalam kegiatan Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru Pendidikan Agama se-Kabupaten Semarang. Kegiatan ini diselenggarakan berkat kerja sama antara Balai Litbang Agama Semarang dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Agama Islam (PAI) Kabupaten Semarang.
“Moderasi adalah proses sedangkan toleransi adalah hasilnya. Ketika seseorang moderat, maka ia akan bersikap toleran dalam kehidupan beragama,” ujarnya di Semarang, Kamis (24/7/2025).
Amir menegaskan bahwa moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama itu sendiri. Menurutnya, agama telah mengandung prinsip moderasi seperti keadilan dan keseimbangan. Yang perlu dimoderasi adalah cara seseorang beragama agar tidak jatuh pada sikap ekstrem, tidak adil, atau berlebihan.
“Untuk menjadi moderat, seseorang perlu memiliki ilmu. Pengetahuan agama yang baik dan memadai akan menjadikannya bijaksana, mampu berdiri di tengah, dan tidak mudah terprovokasi,” jelasnya.
Amir juga menjelaskan bahwa terdapat batasan moderasi beragama yang mencakup nilai kemanusiaan, kesepakatan bersama, dan ketertiban umum. Orang yang melampaui batasan tersebut dalam sikap keagamaannya sudah pasti tidak moderat karena melanggar nilai kemanusiaan, peraturan, dan ketertiban umum.
Lebih lanjut, Amir menekankan bahwa syarat utama menjadi pribadi yang moderat adalah pengetahuan. Guru agama dituntut untuk mampu membedakan antara wilayah pokok agama yang harus dibela teguh dan wilayah tafsir yang terbuka untuk berbeda.
“Moderasi beragama adalah upaya mengembalikan pemahaman dan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, yakni menjaga harkat, martabat, dan peradaban manusia. Agama diturunkan untuk membangun peradaban, bukan untuk merusaknya,” tegasnya.
Selain berilmu, kata Amir, guru agama juga harus memiliki pengendalian emosi, akhlak yang baik, sifat pemaaf, empati, menjadi teladan, serta mendahulukan akal sehat daripada emosi. Ia menegaskan bahwa perilaku ekstrem atas nama agama dapat melahirkan konflik, kebencian, intoleransi, hingga peperangan yang merusak peradaban.
“Jaga silaturahmi dan silatul fikri, agar kita senantiasa mampu menebarkan kedamaian dan kebaikan dalam kehidupan beragama dan berbangsa,” pungkasnya.
Mengakhiri penyampaiannya, Amir Mahmud menekankan bahwa tegaknya moderasi beragama adalah tanggung jawab bersama, baik individu maupun lembaga, masyarakat maupun negara. Peran guru agama sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai amar ma'ruf nahi munkar dan menjadi penggerak perilaku sosial yang menjunjung tinggi kejujuran, kepentingan umum, serta kesetiaan kepada agama, bangsa, dan negara.