Dakwah Kultural, Dakwah yang Efektif

26 Jun 2015
Dakwah Kultural, Dakwah yang Efektif

Jakarta (26 Juni 2015). Dakwah kultural merupakan dakwah yang paling efektif dibandingkan dengan model dakwah lainnya. Hal ini disampaikan oleh Ronald Lukens-Bull, antropolog dari University of North Florida.

 

Pernyataan disampaikan saat melayani wawancara Husen Hasan Basri, Redaktur Majalah Silaturahim Litbang Diklatdi kantor Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama,  Jakarta (26/6).

Menurutnya, dakwah dikatakan efektif jika dakwah mampu membuat masyarakat tetap taat menjalankan ajaran agama meskipun lingkungan sekitar membuka peluang untuk berbuat maksiat. “Apakah orang yang tidak pernah berbuat dosa karena tidak punya kesempatan untuk melakukannya adalah orang yang mulia?” tanyanya retoris.

“Menurut saya orang seperti itu bukanlah orang mulia. Orang mulia adalah orang yang tidak mau melakukan perbuatan dosa padahal lingkungan memberikan kesempatan baginya untuk berbuat dosa,” ungkapnya.

Ia berpendapat bahwa dakwah dikatakan berhasil jika ulama atau pemuka agama dapat menanamkan kesadaran pada masyarakat untuk tetap taat terhadap ajaran agamanya dalam setiap kondisi.  Ia mencontohkan tentang tidak minum alkohol. Dakwah yang berhasil adalah dakwah yang membuat orang tidak akan mau minum alcohol, meskipun ia hidup di Singapura atau Amerika dimana alkohol dijual bebas.

Oleh karenanya, ia mengkritik berbagai upaya yang berusaha memaksakan kehendak pada ranah publik (public sphere). Ronald mencontohkan, daripada berusaha melakukan upaya pelarangan penjualan minuman keras di minimarket, lebih baik berupaya untuk menyadarkan masyarakat. Karena pelarangan tidak akan menghentikan peredaran alkohol. Pelarangan hanya akan menyebabkan terjadinya pasar gelap penjualan minuman beralkohol tanpa bisa menghentikan perilaku mengkonsumsinya.  “Beda jika yang dilakukan adalah penyadaran dengan cara dakwah kultural. Maka meskipun ada alkohol, tetapi karena kesadaran, masyarakat tidak akan membelinya.”

Selain ketidaksepakatannya terhadap formalisasi ajaran-ajaran agama pada ruang publik, banyak pandangan yang disampaikan oleh peneliti kehidupan keagamaan, khususnya Islam di Indonesia selama lebih dari 23 tahun. Ronald juga menyampaikan berbagai pandangannya terhadap kondisi kekinian serta masa depan kehidupan keagamaan di Indonesia.

Wawancara selengkapnya, dapat pembaca simak pada Majalah Silaturahim Badan Litbang dan Diklat edisi kedua, yang insya Allah akan terbit di bulan Agustus 2015.[]

Ags/viks/rin/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI