EKSISTENSI TONGKONAN DAN PROSPEK FUNGSINYA DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

15 Jan 2007
EKSISTENSI TONGKONAN DAN PROSPEK FUNGSINYA DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

EKSISTENSI TONGKONAN DAN PROSPEK FUNGSINYA DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

 

Oleh: Badruzzaman

63 halaman

 

Badan Penelitian dan Pengembangan Agama

Departemen Agama RI

 

Kemajemukan agama memiliki potensi yang sangat sensitif untuk dapat menciptakan konflik antara umat beragama ketika terjadi benturan kepentingan antara satu umat beragama dengan umat beragama lainnya. Dengan antisipasi kemungkinan tersebut maka para pendiri negara ini sejak awal telah menetapkan patokan dasar, sebagai rujukan dalam konteks kehidupan bernegara dan bermasyarakat, khususnya pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Tujuan penelitian ini untuk: 1). memperoleh informasi tentang sejauh mana masyarakat mengfungsikan pranata sosial-budaya milik mereka yang diteliti dalam kontek kekinian atau dewasa ini; 2). memperoleh informasi tentang prospek pemanfaatan atau pemfungsian pranata sosial-budaya yang diteliti itu dalam upaya pembinaan kerukunan hidup umat beragama, khususnya masyarakat pemilik pranata sosial-budaya yang dimaksud.

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menuntut penggunaan teknik wawancara mendalam terhadap informan yang terdiri atas tokoh-tokoh yang dipandang sebagai sumber data serta melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan aktivitas pranata yang diteliti dan juga melakukan penelusuran dokumen dan studi bahan-bahan kepustakaan yang relevan.

Budaya tongkonan sejak awalnya merupakan lembaga pembinaan keluarga agar terhindar dari kepribadian yang egoistik, dalam perkembangannya seiring dengan proses perkembangan pemerintahan adat di Tanah Toraja. Karena itu tongkonan sangat tidak dapat dipisahkan dan bahkan mewarnai sikap dan perilaku sosial masyarakat Tana Toraja sejak lama. Terdapat beberapa tongkonan yang klasifikasinya mewarnai stratifikasi kehidupan masyarakat yaitu : Tongkonan Layu, Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan dan Tongkonan Batu A’riri yang berturut-turut mewadahi stratifikasi masyarakat yang terdiri dari Puang, para Parengek dan para rakyat kebanyakan dalam membina keturunannya, menjalankan fungsinya dan melakukan upcara adat/penyembahan kepada Tuhan dan leluhur mereka.

Penelitian ini menyarankan pentingnya kajian mendalam terhadap berbagai pranata sosial budaya tradisional lainnya, yang masih hidup dalam masyarakat untuk mengembangkan fungsinya dalam upaya pembinaan kehidupan masyarakat, kehidupan beragama dan kerukunan hidup beragama serta pemulihan kasus-kasus konflik yang nampak berbau SARA akhir-akhir ini.***

EKSISTENSI TONGKONAN DAN PROSPEK FUNGSINYA DALAM PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

 

Oleh: Badruzzaman

63 halaman

 

Badan Penelitian dan Pengembangan Agama

Departemen Agama RI

 

Kemajemukan agama memiliki potensi yang sangat sensitif untuk dapat menciptakan konflik antara umat beragama ketika terjadi benturan kepentingan antara satu umat beragama dengan umat beragama lainnya. Dengan antisipasi kemungkinan tersebut maka para pendiri negara ini sejak awal telah menetapkan patokan dasar, sebagai rujukan dalam konteks kehidupan bernegara dan bermasyarakat, khususnya pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Tujuan penelitian ini untuk: 1). memperoleh informasi tentang sejauh mana masyarakat mengfungsikan pranata sosial-budaya milik mereka yang diteliti dalam kontek kekinian atau dewasa ini; 2). memperoleh informasi tentang prospek pemanfaatan atau pemfungsian pranata sosial-budaya yang diteliti itu dalam upaya pembinaan kerukunan hidup umat beragama, khususnya masyarakat pemilik pranata sosial-budaya yang dimaksud.

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menuntut penggunaan teknik wawancara mendalam terhadap informan yang terdiri atas tokoh-tokoh yang dipandang sebagai sumber data serta melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan aktivitas pranata yang diteliti dan juga melakukan penelusuran dokumen dan studi bahan-bahan kepustakaan yang relevan.

Budaya tongkonan sejak awalnya merupakan lembaga pembinaan keluarga agar terhindar dari kepribadian yang egoistik, dalam perkembangannya seiring dengan proses perkembangan pemerintahan adat di Tanah Toraja. Karena itu tongkonan sangat tidak dapat dipisahkan dan bahkan mewarnai sikap dan perilaku sosial masyarakat Tana Toraja sejak lama. Terdapat beberapa tongkonan yang klasifikasinya mewarnai stratifikasi kehidupan masyarakat yaitu : Tongkonan Layu, Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan dan Tongkonan Batu A’riri yang berturut-turut mewadahi stratifikasi masyarakat yang terdiri dari Puang, para Parengek dan para rakyat kebanyakan dalam membina keturunannya, menjalankan fungsinya dan melakukan upcara adat/penyembahan kepada Tuhan dan leluhur mereka.

Penelitian ini menyarankan pentingnya kajian mendalam terhadap berbagai pranata sosial budaya tradisional lainnya, yang masih hidup dalam masyarakat untuk mengembangkan fungsinya dalam upaya pembinaan kehidupan masyarakat, kehidupan beragama dan kerukunan hidup beragama serta pemulihan kasus-kasus konflik yang nampak berbau SARA akhir-akhir ini.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI