Instrumen Pemetaan Isu dan Narasi Keagamaan di Media Sosial Itu Penting
Jakarta (Balitbang Diklat)---Kepala Pusat Litbang (Kapuslitbang) Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, M. Arfi Hatim, mengatakan penting menyusun instrumen pemetaan isu dan narasi keagamaan, khususnya di media sosial. Kalau bicara fungsi Kementerian Agama, ada dua, yaitu fungsi agama dan fungsi pendidikan. Kalau harus membuat pemetaan konten isu dan narasi keagamaan di media sosial, perlu ada semacam klaster isu, apakah, misalnya, isu semua satker di Kementerian Agama.
“Cukup banyak sebenaranya. Di pendidikan saja, misalnya, ada isu tentang sertifikasi dosen, BOS, dan sebagainya. Di haji apalagi, di BPJPH juga isunya apa itu termasuk skup atau ruang lingkup yang nanti akan digarap dan dituangkan dalam instrumen ini. Atau, misalnya, di Bimas Islam isu tentang penyuluh agama, honor, isu tentang PPPK, isu tentang masjid, dan sebagainya,” ujar Arfi.
“Agama-agama yang lainnya juga seperti itu. Kawan-kawan sudah membuat instrumennya, apakah fokus tentang konflik saja, atau tentang Moderasi Beragama, fokus di radikalisme, ekstremisme, toleransi, dan sebagainya. Sehingga kita lebih fokus nanti untuk memetakan isu,” ujarnya lagi.
Kapuslitbang BALK, M. Arfi Hatim, mengemukakan hal tersebut dalam kegiatan Penyusunan Instrumen Pemetaan Isu dan Narasi Keagamaan di Sosial Media, bertempat di Erian Hotel, Jl. Wahid Hasyim No. 30, Jakarta Pusat, Selasa (31/01/2023).
Lebih lanjut, Arfi menegaskan bahwa bangunan data yang dihasilkan dari pemetaan isu dan narasi keagamaan di media sosial ini akan menghasilkan satu rekomendasi kebijakan yang akan ditindak lanjuti oleh unit teknis dari dari unit terkait. Misalnya, mengangkat tentang halal. Kalau nanti disepakati, hasil dari pemetaan akan menghasilkan suatu policy paper, suatu kebijakan yang nanti ditindaklanjuti unit terkait.
“Termasuk juga peta stakeholder yang akan dilibatkan dalam memetakan konten isu dan narasi keagamaan di media sosial ini. Juga bagaimana dengan metodologi. Mungkin beda karena ini bicara publikasi di media sosial. Metodologinya kawan-kawan ini berbicara kualitatif dan kuantitatif sudah jago. Nah, masuk tidak ini kualitatif dan kuantitatif, atau ada metodologi yang lain kalau berbicara di media sosial,” pungkas Arfi
Kegiatan ini diikuti perwakilan dari peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Biro HDI, Sekretariat, dan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat KementerianAgama. Hadir sebagai narasumber Mahmoud Syaltout, Tenaga Ahli Menteri Agama RI dan Marianna Hasbie, M.Li., Juru Bicara Menteri Agama RI. (bas/sri)