Kabalitbangdiklat: Dari “Sulit Berkembang” menuju “Elit dan Membanggakan”
Jakarta (28 Oktober 2014). “Kita harus mampu merubah persepsi Litbang yang sulit berkembang menjadi elit dan membanggakan”. Demikian salah satu pernyataan Kepala Badan Litbang dan Dilkat Kementerian Agama, Abd. Rahman Mas’ud.
Hal ini disampaikan kepada tim website Badan Litbang dan Diklat ketika berkesempatan mewawancarai Kabalitbangdiklat yang baru, Abd. Rahman Mas’ud yang menggantikan Machasin. Beliau dilantik oleh Menteri Agama pada hari Jum’at, 17 Oktober 2014.
Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 23 Oktober 2014, bertempat di Ruang Kerja Kepala Badan Litbang dan Diklat, Gedung Kementerian Agama, Jl. M.H. Thamrin Nomor 6 Jakarta. Berikut transkrip lengkap wawancara yang dilakukan oleh Eva Nursari dan Sri Hendriani terhadap Kepala Badan Litbang dan Diklat.
Bagaimana kesan atas dilantiknya Bapak sebagai Kepala Badan Litbang dan Diklat yang baru?
Dalam Islam, jika kita mendapat amanah baru maka kita dituntun untuk mengucapkan alhamdulillah atauinnalillahi wa’inna ilaihi rooji’un. Dalam konteks ini, kesan setelah mendapat amanah sebagai Kepala Badan Litbang dan Diklat, saya ucapkan Alhamdulillahirobbil ‘aalamiinyang disertai dengan laa haulaa wa laa quwwata illa billah. Amanah itu datang dari negara dan juga tentunya tidak lepas dari amanah Allah Swt kepada saya, sehingga dalam hal ini saya harus terima dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, amanah ini juga harus dimanfaatkan secara optimal seraya selalu memohon petunjuk dan bimbingan dari Allah Swt karena pada hakekatnya tidak ada kekuatan dan kemampuan jika kita tidak memohon petunjuk dan bimbingan dari Allah Swt.
Sebagaimana diketahui bahwa dunia Badan Litbang dan Diklat bukanlah dunia baru bagi Bapak. Bagaimanakah penilaian Bapak terhadap eksistensi Badan Litbang dan Diklat selama ini?
Sejauh pengalaman saya yang sejak tahun 2007 bergabung dengan Badan Litbang dan Diklat (Ket: Prof. Dr. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D tahun 2007-2012 mendapat amanah menjadi Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan pada tahun 2012- Oktober 2014 mendapat amanah sebagai Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan) kesan tentang Litbang dan Diklat mungkin sama dengan kesan yang ada di masyarakat. Penyatuan antara litbang dan diklat dalam satu lembaga merupakan hal yang tidak populer. Bahkan ada pertanyaan dari sebagian masyarakat, apakah Badan Litbang dan Diklat adalah bagian dari Kementerian Agama? Tentu pertanyaan seperti ini menunjukkan bahwa lembaga ini memang belum populer.
Kesan selanjutnya, Litbang sering dikesankan oleh masyarakat sebagai lembaga yang sulit berkembang. Kesan ini tidak hanya melekat pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, tetapi juga melekat pada sebagian besar atau bahkan seluruh lembaga litbang yang ada di kementerian lain. Meskipun tentu kita sebagai bagian dari Litbang tidak membenarkan kesan tersebut, tetapi pada faktanya memang kesan tersebut sedikit banyak mempengaruhi persepsi sebagian elemen yang ada di dalam lembaga litbang, sehingga sering kita temui adanya para peneliti yang merasa kurang memiliki rasa percaya diri. Meskipun rasa kurang percaya diri dipengaruhi karena minimnya kesempatan untuk berkarya dan menyampaikan jati dirinya, namun perasaan kurang percaya diri juga sedikit banyak dipengaruhi oleh persepsi umum tersebut.
Padahal kesan tersebut tidak selamanya benar. Saya bisa buktikan bahwa sesungguhnya karya-karya kita juga diapresiasi tidak hanya secara nasional, tetapi karya kita juga diakui dan diapresiasi oleh internasional. Sebagaimana pengalaman saya pada tahun lalu, saya bersama para peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan berkunjung ke Nanyang Technological University (NTU) di Singapura.
Sebagaimana kita ketahui, NTU merupakan universitas terbaik di Asia Tenggara. Kita adakan hubungan kerjasama penelitian dengan mereka. Kemudian Ms Jolene Jerards, salah satu peneliti dari mereka, beberapa waktu yang lalu berkunjung ke Badan Litbang dan Diklat. Beliau membutuhkan bahan-bahan untuk studi ke-Indonesia-an. Setelah memndapatkan bahan-bahan dari hasil penelitian yang kami lakukan, beliau menyatakan bahwa para peneliti Badan Litbang dan Diklat adalah para profesional dan karya-karya yang dihasilkan-pun diapresiasi dengan baik oleh beliau.
Dalam komunikasinya melalui SMS, Ms. Jolene jerards menyatakan bahwa:
“the visit was wonderful and you indeed have an insightful and knowledgable team of specialists that we have so much to learn from. Hopefully, i will get to meet with you on a future visit to Jakarta to explore areas we can work together”.
Ini menunjukkan bahwa kesan bahwa peneliti kita kurang profesional terbantahkan dengan fakta ini. Ternyata para peneliti internasional-pun memberikan penilaian positif terhadap peneliti kita.
Oleh karena itu, persepsi bahwa Litbang yang di maknai dengan sulit berkembang harus kita ubah menjadi elitdan membanggakan. Elit bukan berarti kaya raya, tetapi lebih dimaknai sebagai upaya menjadikan produk yang kita hasilkan dapat diapresiasi baik secara nasional maupun internasional. Tapi tentu tidak sekedar lip service, tetapi juga harus kita upayakan dengan tingkah laku dan upaya-upaya profesional kita secara konkret.
Dalam konteks kelitbangan, capaian apa saja yang menurut Bapak sudah baik, dan bagian apa saja yang perlu ditingkatkan?
Secara umum, produk penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat sudah cukup baik. Bahkan produk yang dihasilkan oleh unit eselon II kita, yaitu Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, seperti Tafsir Al-Qur’an dan Al-Qur’an Braille telah diakui oleh dunia internasional. Bahkan banyak permintaan dari masyarakat internasinoal untuk menerjemahkan tafsir tersebut ke dalam bahasa Inggris.
Namun demikian, produk kita yang sudah baik, ternyata belum diimbangi dengan langkah-langkah sosialisasi yang optimal. Padahal, jika kita dapat mensosialisasikan produk kita kepada masyarakat luas bahkan dunia internasional, maka saya punya keyakinan bahwa produk kita akan dimanfaatkan oleh mereka. Sebagaimana yang saya sampaikan diatas, bahwa permintaan penerjemahan ke dalam bahasa Inggris atas produk yang kita hasilkan juga terjadi setelah kita mengirimkan produk kita kepada mereka. Oleh karena itu, saya lihat bahwa sosialisasi atas produk yang kita hasilkan harus dapat kita tingkatkan di masa yang akan datang. Kerjasama dengan unit-unit terkait di internal Kementerian Agama seperti Direktorat Jenderal Bimas Islam, Direktorat Jenderal Bimas Kristen, Direktorat Jenderal Bimas Katolik, Direktorat Jenderal Bimas Hindu, Direktorat Jenderal Bimas Buddha, Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, dan lembaga lainnya harus kita tingkatkan. Hal ini kita lakukan sebagai upaya untuk menginformasikan dan mensosialisasikan produk yang telah kita hasilkan.
Dalam konteks kediklatan, capaian apa saja yang menurut Bapak sudah baik, dan bagian apa saja yang perlu ditingkatkan?
Secara administratif, kegiatan-kegiatan diklat telah terlaksana dengan baik. Anggaran juga dikelola dengan baik. Namun demikian, tentu yang perlu diteliti lebih jauh adalah efisiensi dan efektifitas. Sebagaimana diketahui bahwa anggaran terbesar kita diserap oleh unit kediklatan. Oleh karena itu, dengan anggaran yang besar, tentu kita harus mampu memanfaatkan secara efisien dan efektif. Kita harus mampu menghasilkan produk kediklatan yang berkualitas. Kita juga harus dapat memastikan para alumni diklat harus dapat meningkatkan kinerjanya secara optimal di unit kerja masing-masing.
Oleh karena itu, saya sepakat dengan upaya yang dulu pernah dijalankan, yaitu mensinergikan antara unit kelitbangan dan kediklatan secara optimal. Kita harus mampu menciptakan “kelitbangan rasa diklat”, jugasebaliknya “kediklatan rasa litbang”. Harus ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara unit kelitbangan dan kediklatan secara seimbang.
Lalu bagaimanakah strategi yang Bapak canangkan untuk meningkatkan performa kelitbangan dan kediklatan?
Pertama, kita harus meningkatkan profesionalisme dalam bekerja. Prinsip-prinsip kerja JITU (Jujur, Integritas, Transparan, dan Ulet) harus kita pegang selama menjalankan tugas. Hal ini sejalan dengan upaya Kementerian Agama dalam meningkatkan kinerja aparaturnya. Sebagaimana diketahui, bahwa Kementerian Agama beberapa waktu yang lalu telah mengadakan kerjasama dengan tim Emotional Spiritual Quotient (ESQ) untuk merumuskan nilai budaya kerja aparatur Kementerian Agama.
Kedua, kita harus meninggalkan pola pikir dikotomis dan polaris, khususnya dalam konteks kelitbangan. Sebagaimana kesan yang selama ini ada, antara unit kelitbangan di internal Badan Litbang dan Diklat terjadi polarisasi dan dikotomi antara satu sama lain. Seolah-oleh Puslitbang Kehdupan Keagamaan berbeda dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, dan Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan. Ada kesan juga bahwa antara puslitbang dan balai litbang merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan bergerak masing-masing.
Kesan ini harus segera diubah. Kita harus menyadari bahwa unit kelitbangan antara satu puslitbang dengan puslitbang lainnya serta antara puslitbang dan balai litbang adalah satu kesatuan. Antara unit kelitbangan tersebut harus saling mendukung bahkan harus berjalan secara beriringan. Oleh karena itu, saya akan berusaha untuk menyatukan mereka. Dan hal ini telah saya lakukan. Sebagai contoh, dalam waktu dekat saya mendapatkan undangan untuk presentasi di Viena, Austria. Untuk itu saya kumpulkan para peneliti di Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan untuk merumuskan materi yang akan saya sampaikan pada forum tersebut. Akhirnya disepakati tema yang akan saya sampaikan, yaitu membangun harmoni melalui pendidikan agama.Untuk itu, saya meminta para peneliti tersebut untuk menyiapkan bahan-bahan untuk saya sampaikan di forum tersebut.
Ketiga, kita harus memperbaiki strategi marketing. Produk kita yang sudah baik, harus diikuti dengan strategi marketing yang bagus pula. Yang dimaksud strategi marketing disini bukan dalam makna menjual secara komersial, tetapi lebih pada sosialisasi dan diseminasi produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, sekali lagi, peningkatan kerjasama kelembagaan dengan unit terkait menjadi prioritas yang harus segera dilakukan. Selain itu, kita juga harus mencari terobosan-terobosan baru dalam mendiseminasikan ide kita, seperti optimalisasi peran website, pengiriman secara aktif produk kita ke media massa, anggota dewan, lembaga-lembaga nasional maupun internasional, dan strategi lainnya.
Langkah real apa yang akan Bapak ambil dalam jangka waktu dekat agar hasilnya langsung dapat dirasakan baik oleh Pegawai Badan Litbang dan Diklat maupun oleh masyarakat ?
Dalam waktu dekat, pertama, tentunya secara administratif kita harus mengoptimalkan agenda kerja yang sudah kita rancang. Misal secara keuangan, serapan anggaran Badan Litbang harus dapat diserap minimal sebanyak 95% dari total anggaran sebagaimana regulasi yang ada. Kedua, meskipun harus kita upayakan penyerapan anggaran agar terserap minimal 95% dari total anggaran, tetapi kita juga harus taat dan patuh terhadap regulasi dalam pengelolaan keuangan negara. Sehingga tradisi Badan Litbang dan Diklat yang selalu mendapatkan penilaian baik oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), harus kita pertahankan.
Ketiga, peningkatan kualitas produk kelitbangan dan kediklatan. Meskipun secara umum produk yang kita hasilkan sudah cukup baik, tetapi tentu kita harus selalu berusaha meningkatkan kualitas produk yang kita hasilkan.
Keempat, sebagaimana saya sampaikan diawal, kita harus dapat meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses informasi dan sosialisasi produk yang kita hasilkan kepada lembaga-lembaga tersebut.
Kelima, kita akan segera meningkatkan sosialisasi produk yang kita hasilkan kepada khalayak umum dengan berbagai strategi yang akan kita tetapkan. Sosialisasi dimaksudkan untuk lebih memperkenalkan produk Badan Litbang dan Diklat kepada seluruh elemen, baik lembaga-lembaga terkait maupun masyarakat.
Terakhir, bagaimana harapan Bapak atas Badan Litbang dan Diklat ke depan?
Tentu kita berharap Badan Litbang dan Diklat ke depan harus menjadi ruh bagi Kementerian Agama. Dengan kata lain, Badan Litbang dan Diklat adalah tulang punggung Kementerian Agama. Produk kelitbangan yang kita hasilkan dapat dijadikan bahan pengambilan kebijakan oleh Kementerian Agama, sementara unit kediklatan dapat berperan sebagai lembaga yang menunjang kebijakan dengan cara mendidik dan melatih aparatur Kementerian Agama yang profesional dan berintegritas.[]
AGS/Chee/Eva