Kaban Ajak Dunia Islam dan Barat Saling Belajar
Jakarta (31 Juli 2018). Sejarah telah mengajarkan bahwa saat dua dunia, yakni Islam dan Barat, yang berbeda saling memahami, menghormati, dan belajar satu sama lain maka yang terjadi adalah kemajuan budaya. Dunia Islam jelas banyak belajar dari masa klasik. Sementara dunia Barat tidak akan masuk masa renaissance(abad pencerahan) tanpa belajar dari dunia Islam.
Demikian dikatakan Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban) Prof. H. Abdurrahman Masud. Ph.D. saat didaulat berbicara pada diskusi terbatas di Kantor Wantimpres RI, Selasa (31/7/18). Diskusi bertema “Krisis Islamophobia di Eropa dan Peluang Indonesia dalam Berperan Mencari Jalan KeIuarnya” ini diinisiasi oleh KH Yahya Cholil Staquf selaku Anggota Wantimpres.
“Era globalisasi adalah ranah dialog. Dalam dialog, mengajarkan bagaimana orang untuk belajar satu sama lain. Khususnya tentang agama yang mengajarkan untuk belajar mulai sejak lahir hingga ke liang lahat,” ujar Mas’ud.
Belajar, sambungnya, merupakan proses ganda antara guru dan murid saling memperkaya dan mengembangkan etos bersama. Hal ini tidak diragukan terus berlangsung sepanjang hidup manusia termasuk dalam isu yang sedang dibicarakan dalam diskusi tersebut.
“Jika peperangan terus menghiasi dunia, mengapa tidak memilih rileks saja untuk saling memahami sembari menyanyikan lagu. Bagi saya, lembaran baru dunia Islam dan Barat harus diwujudkan dengan landasan filosofis bahwa kedua belah pihak bisa mencapai tujuan bersama,” papar Guru Besar UIN Semarang ini.
Dalam pengantar diskusi, KH Yahya Cholil Staquf menyatakan telah terjadi krisis keagamaan di Eropa. Jika kecenderungan krisis Islam yang terjadi di Eropa tidak bisa diredakan, sangat mungkin terjadi konflik di masyarakat akar rumput Eropa sendiri. Misalnya, meletus kerusuhan anti Islam di tengah sentimen negatif yang sudah dipupuk sekian lama.
“Kalau ini sampai terjadi di tengah dunia yang tak ada batas ini, masyarakat kita tentu akan bereaksi. Kita sudah mengalami misalnya ketika ada penyerangan atas muslim Rohingya di Myanmar oleh mayoritas Budha di sana, kita merasakan tegangnya suasana di sini. Ada kekhawatiran muslim Indonesia akan menyerang balik komunitas Budha. Kita punya tugas besar untuk mencegahnya,” ujar Gus Yahya.
Selain Gus Yahya, dalam diskusi tersebut, Kaban bicara bersama cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla, Tom Dinham asal Inggris, Holland Tailor (sahabat Gus Dur), Ahmad Syafiq (Peneliti Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia). (Musthofa Asrori/bas/sri/ar)