Kaban: Pendidikan Islam Promosikan Budaya Damai
Malang (17 November 2017). Sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan Pertemuan Perguruan Tinggi Islam (PTI) se-Dunia melalui Annual International Conference on Islam and Civilization (AICIC) yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, pada hari Jumat 17 November 2017, Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban), Prof. H. Abdurrahman Masud, Ph.D., tampil sebagai salah satu narasumber pada kegiatan tersebut. Mas’ud menyampaikan makalah dengan judul The Roles of Islamic Education to Promote Peace. Kegiatan ini juga merupakan hasil kerjasama antara Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan Universitas Muhammadiyah Malang.
Mas’ud menguraikan bagaimana peran pendidikan Islam dalam mempromosikan damai dengan membawakan sejumlah hasil penelitian dan produk yang dihasilkan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama seperti workshop Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama. Workshop ini telah menghasilkan Pedoman Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama Dalam Pengembangan Budaya Damai di Sekolah dan Modul Pengembangan Budaya Damai Melalui Pendidikan Agama di Sekolah. Pedoman Dialog tersebut dapat dimanfaatkan dan dijadikan acuan bagi Kementerian Agama ataupun Dinas Pendidikan dalam menyelenggarakan kegiatan Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama. Sedangkan Modul Pengembangan Budaya Damai dapat dijadikan salah satu referensi sekolah, terutama guru pendidikan agama dalam mengembangkan budaya damai kepada peserta didik.
Acara ini dibuka oleh Prof. Dr. Kamarudin Amin, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, mewakili Menteri Agama RI. Tema utama pada annual conference ini yakni “Striving Islam: Contribution of Islam towards the Progress of World Civilization”. Acara ini menggunakan 3 bahasa: Inggris, Indonesia dan Araba sebagai bahasa pengantar, dan dihadiri sejumlah dosen, mahasiswa dan civitas akademika dari berbagai negara seperti Amerika, Australia, Kamboja, Filipina, dan Indonesia.
Selanjutnya, Mas’ud mengatakan penyelenggaraan kegiatan Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama menjadi penting mengingat adanya potensi sikap-sikap keberagamaan yang intoleran di kalangan siswa dan bahkan guru di sekolah. Walaupun, kata Mas’ud, angka sikap intoleransinya tidak begitu besar, tetapi potensi tersebut harus diantisipasi dengan baik.
Potensi sikap keberagamaan yang intoleran, lanjut Mas’ud, sebagaimana ditemukan dalam penelitian yang dilakukan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan pada tahun 2012 tentang keberagamaan siswa SLTA yang mencakup seluruh pulau Jawa dan Sulawesi menemukan adanya potensi tersebut. Temuan tahun 2014 terhadap sikap keberagamaan guru pendidikan agama dan siswa di Sulawesi Tengah (tiga kab/kota), dan Kalimantan Barat (3 kab/kota) yang mencakup 18 SLTA, menunjukkan bahwa 5,3% guru pendidikan agama tidak setuju berteman dengan orang yang berbeda agama. Hal yang sama terdapat pada siswa sebanyak 2,7%.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu ada upaya-upaya terencana dan terukur untuk menguatkan harmoni kehidupan umat beragama. Oleh karena itu, “Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama yang dilanjutkan aksi nyata dipandang penting dan perlu dikembangkan,” ujar Mas’ud
Mas’ud menegaskan melalui dialog dimungkinkan pihak-pihak yang terlibat dalam upaya membangun budaya damai dapat saling bertukar pemikiran dan gagasan serta membangun saling pengertian dan kesepakatan bersama yang lebih luas dan mendalam untuk menjalin hubungan yang harmonis dan hidup damai.
“Dialog dilandasi sikap saling menghormati, penuh persahabatan, bersikap ramah, mau mendengarkan, sikap terbuka (transparan), ketulusan, dan kejujuran,” ujar Mas’ud
Dalam konteks inilah, “Pendidikan Agama mengemban misi utama menanamkan dan membentuk sikap dan perilaku peserta didik yang berakhlak mulia, yaitu dengan menumbuhkan pemahaman dan kemampuan peserta didik untuk mengontrol emosi dan pikirannya agar tidak melakukan tindakan yang merugikan orang lain serta tidak melakukan tindakan yang memicu terjadinya konflik,” pungkas Mas’ud. (bas/wan)