Kaban: Penelitian Harus Bersifat Holistik Dengan Pendekatan Multidisiplin
Serpong ( 12 Juli 2018 ). Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama mengadakan kegiatan “Temu Peneliti Nasional di Lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia dengan mengusung tema: “Peningkatan Peran Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dalam Bidang Agama,” bertempat di Hotel Grand Zuri BSD City, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, Kamis (12/7). Kegiatan yang akan berlangsung selama tiga hari ini (12-14 Juli 2018) bertujuan memberikan motivasi dan wawasan bagi para peneliti (researchers), membahas isu-isu strategis kepenelitian, dan publikasi serta diseminasi produk-produk hasil penelitian dan pengembangan.
Kegiatan ini dihadiri Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban), Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D., Pejabat Eselon II, III, dan IV, Pejabat Struktural dan Fungsional, Widyaiswara, Kepala Balai Litbang Agama serta sejumlah peneliti di lingkungan Badan Litbang dan Diklat.
Dalam sambutannya, Mas’ud menyambut baik kegiatan temu peneliti ini. Menurut dia, kegiatan ini sangat penting dan strategis di tengah semakin menguatnya tuntutan agar hasil litbang dapat memberikan solusi memecahkan permasalahan bangsa di bidang agama. Hasil-hasil kelitbangkan diharapkan dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan, tindakan nyata dari setiap hasil kelitbangan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Seringkali permasalahan yang dihadapi bangsa ataupun masyarakat bersifat kompleks, berkaitan dengan bermacam aspek kehidupan.
“Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan tidak lagi hanya memperhitungkan satu atau dua aspek saja, tetapi harus bersifat holistik dengan pendekatan yang multidisiplin. Untuk dapat melakukan ini semua, membangun kemitraan dan jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga riset lainnya dalam maupun luar negeri merupakan satu keniscayaan,” ujarnya.
Namun demikian, Mas’ud menegaskan bahwa pemanfaatan hasil-hasil kelitbangan masih belum optimal dijadikan dasar pengambilan kebijakan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, salah satunya anggaran penelitian Indonesia yang secara umum masih rendah yakni sekitar 0,08% dari GDP pertahun. Standar UNESCO mensyaratkan ketersediaan anggaran penelitian sebesar 2% dari GDP per tahun. Bandingkan dengan anggaran penelitian Malaysia yang 1,3%, Singapura sudah sekitar 7% dari GDP-nya per tahun, Filipina 0,11% dari GDP, Thailand 0,39%, dan Vietnam 0,19% dari GDP. Memang ada keterkaitan antara besaran anggaran penelitian dengan hasil-hasil kelitbangan ataupun kualitas lembaga penelitian. Menurut World Economic Forum, sekor kualitas lembaga penelitian Indonesia pada tahun 2015 sebesar 4,8 pada skala 1 sampai 7, dengan menempati rangking 41 dari 144 negara. Jauh tertinggal dari Singapura yang memperoleh sekor 5,6 (urutan 11), dan Malaysia, 5,2 yang berada pada posisi 20.
Menurut doktor jebolan UCLA Amerika Serikat ini, selama ini pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas lembaga penelitian, tetapi belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini dikarenakan berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut belum mengarah pada faktor-faktor kunci yang mampu mendorong peningkatan kualitas dan kinerja riset secara bermakna (signifikan). Inilah salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi. Melihat permasalahan tersebut, kata Mas’ud, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, sebagaimana diindikasikan oleh ACDP dari hasil kajian yang dilakukannya pada tahun 2015 sampai 2016, harus istiqamah melakukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM (tidak hanya berkaitan dengan peningkatan jenjang pendidikan, tetapi juga mentalitas serta kreativitas SDM-nya, terutama para penelitinya). “Setiap Puslitbang dan BLA harus membentuk gugus tugas yang melaksanakan penjaminan mutu semua proses penelitian dan pengembangan yang dilakukan,” papar Mas’ud.
Lebih lanjut, Mas’ud mengatakan pengembangan kapasitas kelembagaan dan SDM peneliti dapat juga dilakukan dengan menjalin kemitraan dan jaringan kerjasama (networking) penelitian dan pengembangan dengan lembaga penelitian lain, baik yang formal (kerjasama antar lembaga penelitian) maupun informal (kerjasama personal atau person/perorangan). Mas’ud mengharapkan temu peneliti ini bukan hanya sekedar “hari rayanya” peneliti, yang lebih menjadi ajang silaturahim dan seremonial dan ritualitas setiap tahunnya, tetapi tujuan yang harus dicapai jauh di atas hal tersebut. Temu peneliti ini harus menjadi ajang kajian dan mencari terobosan-terobosan yang kreatif dan inovatif dalam meningkatkan mutu kapasitas kelembagaan dan SDM Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ke depan. Selain itu, juga diharapkan temu peneliti ini dapat menelurkan kesepakatan-kesepakatan yang cemerlang dalam upaya meningkatkan mutu hasil-hasil penelitian ke depan.
Mas’ud mengemukakan temu peneliti ini menjadi annual gatheringbagi seluruh peneliti di lingkungan Badan Litbang dan Diklat seluruh Indonesia. “Meeting tahunan ini diharapkan menjadi pertemuan produktif dan bisa dijadikan sebagai ajang membuat jaringan (networking) yang luas, baik jaringan dalam negeri maupun membangun jaringan ke luar negeri, dan diharapkan peneliti kita ke depan semakin lebih baik, lebih kompetitif, dan lebih hebat,” pungkas Mas’ud mengakhiri sambutannya . (Nasrullah Nurdin/bas/ar).