Kaban Suyitno: Kajian Filantropi Jangan Islamic Minded!
Semarang (Balitbang Diklat)---Kajian tentang pengelolaan dana filantropi keagamaan harus bisa menggambarkan potensi sekaligus pola pendistribusiannya di Indonesia. Kajian tersebut harus bisa memberikan kompilasi data filantropi yang dikelola oleh lembaga-lembaga keagamaan.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno menyampaikan hal tersebut saat memberikan arahan pada Penguatan Instrumen Pengumpulan Data Evaluasi Pengelolaan Dana Filantropi Keagamaan di Indonesia. Kegiatan diinisiasi oleh Balai Litbang Agama (BLA) Semarang bekerja sama dengan Lembaga Studi Agama Semarang (eLSA) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Kajian filantropi ini jangan islamic philanthropy minded, hanya berperspektif agama Islam. Kajian harus bisa memberikan kompilasi data filantropi yang dikelola oleh berbagai lembaga keagamaan,” ujar Kaban Suyitno melalui saluran zoom meeting, Sabtu (20/07/2024).
“Tim peneliti harus punya pengetahuan yang cukup tentang istilah-istilah filantropi yang dipakai di agama lain. Di Islam ada zakat, di Hindu ada punia, di Kristen ada sepersepuluhan, dan di agama-agama lain berbeda-beda,” imbuhnya.
Di hadapan para peneliti, Suyitno menegaskan pentingnya kajian ini untuk menghasilkan profiling potensi dana filantropi di Indonesia. Menurutnya, selama ini yang diketahui masyarakat hanya potensi zakat sebesar 400 trilyun per tahun.
“Bisa jadi, potensi dana filantropi di Kristen itu lebih besar karena sepersepuluhan adalah jumlah yang besar,” katanya.
Lebih lanjut, Suyitno mengimbau agar statement harus basisnya data. Sebab data adalah justifikasi untuk membuat policy paper kepada Menteri Agama.
“Jadi nanti Menteri Agama punya otoritas untuk menyampaikan kepada para Direktur Jenderal terkait bagaimana mengelola dana filantropi di tiap-tiap agama,” tuturnya.
Terakhir, Suyitno mengatakan bahwa kajian filantropi tersebut merupakan bagian penting dari legaci Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang selama ini belum serius tergarap. “Harapannya bisa memberikan gambaran kekayaan filantropi yang berbasis agama di Indonesia,” pungkasnya.
(Syafa’/diad)