Kajian dan Kebijakan Mitigasi Kekerasan Seksual

29 Mar 2024
Kajian dan Kebijakan Mitigasi Kekerasan Seksual
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI Suyitno menutup kegiatan Diseminasi Kajian dan Kebijakan Mitigasi Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri bekerjasama dengan UIN Sunan Ampel Surabaya, di Surabaya, Kamis (28/3/2024).

Surabaya (Balitbang Diklat)---Bertempat di ruang Amphitheater UIN Sunan Ampel Surabaya Balai Litbang Agama Semarang menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Kajian dan Kebijakan Mitigasi Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri bekerjasama dengan UIN Sunan Ampel Surabaya, di Surabaya, Kamis (28/3/2024).

 

Dalam sambutannya, Kepala Balai Litbang Agama Semarang Moch. Muhaemin menyampaikan kajian dengan tema kekerasan seksual merupakan wujud tindak lanjut dari amanat Menteri Agama. Mengingat krusialnya persoalan ini, Kementerian Agama memasukkan isu kekerasan seksual ke dalam Rencana Aksi Nasional Outlook Kemenag 2023 dan Instruksi Menteri Agama tentang Tindak Lanjut Hasil Pelaksanaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Agama Tahun 2023.

 

Muhaemin menambahkan melihat hal tersebut, di tahun 2023 Balai Litbang Agama Semarang telah melakukan kajian tentang kekerasan seksual di lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama, dengan memilih lembaga pendidikan di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN). 

 

Pemilihan jenjang ini berdasarkan pertimbangan bahwa perguruan tinggi menempati posisi pertama dalam hal kekerasan seksual di lembaga pendidikan menurut data Komnas Perempuan tahun 2022.  

 

“Dalam rangka peningkatan pemanfaatan hasil kajian, tahun 2024 Balai Litbang Agama Semarang mengagendakan beberapa sosialisasi dan diseminasi hasil kajian tentang Kekerasan Seksual di PTKN tersebut di beberapa perguruan tinggi yang menjadi sasaran, salah satunya UIN Sunan Ampel Surabaya,” ujar Muhaemin.

 

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Prof. Arskal Salim mengatakan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi sudah cukup meresahkan dengan berbagai macam modus yang muncul.

 

Mengapa kasus itu terjadi? Mengapa kasus tidak terselesaikan? Hal inilah yang akan menjadikan trauma bagi korban kekerasan seksual. Sehingga perlu adanya langkah yang konkrit dengan menjalankan regulasi yang sudah dicanangkan secara nasional atau sektoral di PTKN secara cermat.

 

“Kekerasan seksual terjadi tidak lepas dari relasi kuasa. Dengan kekuasaannya ada kesempatan untuk menindas dengan melakukan kekerasan seksual,” kata Arskal.

 

Dalam pembukaan, Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Prof. Akh. Muzakki, mengatakan saat pendidikan agama dan perguruan tinggi bertemu muncul kebajikan, maka kebajikan akan muncul dalam skala besar. Begitu juga saat agama dan perguruan tinggi bertemu yang muncul keburukan, maka keburukan juga akan muncul dalam skala besar.

 

“Di UIN Sunan Ampel tidak terjadi kekerasan seksual, kalau sampai terjadi akan kami tindak tegas. Di sini ada 197 orang satgas KS yang tersebar di seluruh kampus UINSA. Kalau sampai terjadi dan tidak terdeteksi itu berarti modusnya sangat tinggi (super canggih). Tidak ada kasus kekerasan seksual di di sini, UIN Sunan Ampel ingin menjadikan kampus sebagai rumah kedua yang  nyaman dan aman bagi siapa pun yang berada di sini,” tegas Muzakki.

 

Menutup kegiatan ini, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI Prof. Suyitno mengatakan prihatin dengan frame gejala kekerasan seksual meningkat di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri. 

 

“Trend yang terjadi dalam kasus ini pelakunya melibatkan dosen. Mengapa dosen? karena ada relasi kuasa,” ungkapnya.

 

Kekerasan seksual yang terjadi, kata Suyitno, menjadi PR kita bersama, kasus ini tidak hanya terjadi di kampus PTKN saja, namun sudah menyasar di pondok pesantren. Selama ini penanganannya tidak serius dan tidak ada tindak lanjut yang tegas berupa punishment. Ada kesan kong kalikong atau kerja sama.

 

“Apa pun prestasi yang didapat suatu kampus kalau ada kasus kekerasan seksual di dalamnya, sudah dapat dipastikan kampus itu akan anjlok dan hilang prestasinya. Bagaimanapun juga prestasi kampus menjadi taruhannya,” tegas Suyitno.

 

“Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI adalah dapurnya bidang kebijakan. Semua kebijakan wajib dikonsultasikan di Balitbang (satu pintu). Hal ini untuk menghindari agar tidak terjadi overlapping dalam penyusunan kebijakan. Tugas kita memastikan bahwa kebijakan Kemenag harus berdasarkan data-data yang ada di lapangan,” pungkas Suyitno.

 

Humas BLAS/bas/sri

   

 

Penulis: Humas BLAS
Sumber: BLA Semarang
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI