Kurangi Konflik Agama dengan Program Deteksi Dini dan Pelatihan Intensif!

17 Jul 2024
Kurangi Konflik Agama dengan Program Deteksi Dini dan Pelatihan Intensif!
Staf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia Mahmud Syaltout Syaltout dalam kegiatan Workshop Finalisasi Rancangan Model, Kurikulum, dan Silabus Pelatihan Keagamaan yang diselenggarakan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Kegamaan di Jakarta, Rabu (17/7/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Staf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia Mahmud Syaltout membahas pentingnya kurikulum sistem deteksi dini konflik sosial yang berdimensi keagamaan. Program prioritas ini dikenal sebagai Religiousity Index atau Indeks Keagamaan, menggunakan dua pendekatan utama yaitu sistem pelatihan dan sistem pemantauan.

 

“Program ini menjadi salah satu fokus Gus Menteri untuk menurunkan potensi konflik berdimensi keagamaan sebesar-besarnya,” ucap Mahmud Syaltout dalam kegiatan Workshop Finalisasi Rancangan Model, Kurikulum, dan Silabus Pelatihan Keagamaan yang diselenggarakan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Kegamaan di Jakarta, Rabu (17/7/2024).

 

Pada kesempatan tersebut, Syaltout membeberkan bahwa pada 2022 terjadi banyak penolakan ibadah, namun kasus serupa hampir tidak terdengar lagi di 2023. Hal ini berkat pelatihan intensif yang melibatkan hingga 30.000 peserta melalui program MOOC Kementerian Agama.

 

“Alhamdulillah, sampai sekarang konflik-konflik sosial berdimensi keagamaan cenderung turun. 2022 merupakan tahun paling banyak penolakan ibadah. Di 2023, kasus serupa tidak terdengar lagi,” ungkap Syaltout.

 

Pelatihan yang dilakukan Pusdiklat Teknis Kemenag relatif signifikan dalam menangani konflik di daerah. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama mengawasi penerapan Keputusan Menteri Agama (KMA) di seluruh wilayah Indonesia. Data menunjukkan bahwa 80% kasus konflik selesai ditangani oleh alumni pelatihan Kemenag.

 

Dalam simulasi pelatihan 2024, peserta diminta berpura-pura memeluk agama lain untuk memahami konflik yang sering kali disebabkan perbedaan persepsi dan ketidakpahaman. Mahmud Syaltout menekankan pentingnya interaksi lintas iman dalam pelatihan.

 

“Ternyata interaksi lintas iman itu terbentuk ya karena pelatihan bersama, termasuk di-training. Jadi, kita tahu misalnya konflik tentang rumah ibadah. Masalah rumah ibadah itu terjadi karena kita tidak paham bagaimana konsep rumah ibadah saudara kita yang beda agama, dan itu terungkap pada saat training,” pungkasnya. (Zakiatu Husnil Fuadah Harahap/bas/sri)

   

 

Penulis: Zakiatu Husnil Fuadah Harahap
Sumber: Ilda
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI