Managing Editor Jurnal QIJIS: Jurnal Harmoni, Jurnal Kawakan Layak Terindeks Scopus
Kudus (Balitbang Diklat)---Penilaian kualitas jurnal belakangan ini dirasakan lebih rumit oleh kalangan pengelola jurnal. Hal ini karena tuntutan aktualitas rentetan penilaian dan pemeriksaan naskah yang masuk hingga akhirnya diterbitkan suatu jurnal.
Hal tersebut dikemukakan Muhamad Mustaqim managing editor jurnal Qudus International Journal on Islamic Studio (QIJIS) dalam pernyataannya di hadapan tim jurnal Harmoni, jurnal yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, di ruang kerjanya di kantor Rumah Jurnal, Gedung Perpustakaan, IAIN Kudus, Jawa Tengah, Rabu (23/10/2024). Tim jurnal Harmoni terdiri dari Ni Putu Intan Puspa Dewi, Ardiyanto Hasugian, Mia Alvita, Haris Burhani, Muhammad Salim, dan Moh. Zaenal Abidin Eko Putro.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P2M) IAIN Kudus Sobirin mengatakan bahwa jurnal Qijis berada di bawah naungan lembaganya, Pusat Publikasi. Dulu awalnya hanya 4 jurnal yang diterbitkan IAIN Kudus lewat lembaganya, namun sekarang jumlahnya sudah berkembang menjadi 36 jurnal. Banyak di antaranya dikelola oleh jurusan-jurusan ataupun program studi-program studi di lingkungan IAIN Kudus. Qijis baru satu-satunya jurnal yang terindeks Scopus.
Sebagai managing editor, kata Muhammad Mustaqim, yang juga salah satu asesor nasional jurnal Indonesia di bawah Arjuna, tugasnya dari awal memastikan bahwa naskah yang masuk benar-benar memiliki unsur novelty-nya. “Kami baca betul apakah artikel menampilkan unsur kebaruan, yang membedakan dengan hasil penelitian dari para penulis-penulis lain di artikel tersebut,” jelasnya.
Tidak lupa dirinya juga memberikan tips agar jurnal Harmoni dapat segera dilirik Scopus, yaitu dengan memelihara jumlah kutipan dari tulisan jurnal-jurnal yang sudah terindeks Scopus. Sebagai jurnal yang telah lama berdiri, sudah pasti banyak dikutip dalam artikel yang jurnalnya sudah terindeks Scopus. “Mari kita cek, nah ini saya menemukan ada 58 kutipan jurnal Harmoni dalam database Scopus. Kami dulu terindeks Scopus masih jauh dari jumlah sitasi ini,” paparnya sembari tersenyum.
Seperti yang dipraktikkan pada jurnalnya, Qijis yang berdiri sejak tahun 2013 dan terindeks Scopus tahun 2018, ia menyarankan agar jurnal Harmoni menerapkan sungguh-sungguh diversitas atau keragaman asal negara baik penulis, editor maupun reviewer dari minimal 5 negara. “Khusus untuk reviewer supaya dicari penulis yang artikelnya terindeks Scopus dan selaras dengan topik artikel yang akan dimintakan review. Jadi pengindeks Scopus nanti melihat selain keragaman, juga kesesuaian dengan keahlian dari seorang reviewer. Ini saja kalau dipenuhi semua, poinnya sudah 19,” ujarnya dengan nada mantap.
Muhammad Mustaqim tidak menampik, melakukan proses pencarian review yang sesuai keahlian tidaklah mudah. Menurut pengalamannya, tidak setiap email yang dikirimkannya selalu berbalas kesediaan dari calon reviewer yang ditargetkan. Karena itu, ia menekankan untuk tidak mudah menyerah bagi pengelola walaupun lebih sering mendapatkan penolakan. Di sinilah seorang pengelola diuji mentalnya dan harus terus telaten di depan laptop untuk berusaha dan mencoba hingga mendapatkan ketersediaan calon reviewer yang dibidik.
Di akhir sesi benchmarking itu, Muhammad Mustaqim berharap agar jurnal Harmoni segera memperbaiki peringkatnya, karena dirinya juga tahu jurnal Harmoni terbit sejak lama. Ia bahkan dulu sering membaca jurnal Harmoni tatkala dikirim ke kampusnya dalam edisi cetak. (MZAE Putro)