Membuka Rapat Evaluasi, Kapusdiklat Teknis Ajak Peserta Bersinergi
Semarang (28 Agustus 2018). Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagmaaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menghelat Rapat Evaluasi dan Pelaporan Tahunan Kegiatan dan Anggaran Diklat Teknis. Mewakili Kepala Badan Litbang dan Diklat, Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan (Kapusdiklat), Dr. H. Mahsusi, M.M., membuka acara tersebut secara resmi yang ditandai dengan pemukulan gong. Hadir bersama Kapusdiklat, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah (Kakanwil), Drs. H. Farhani, S.H., M.M., Kepala Balai Diklat Keagamaan Semarang, dan pejabat eselon III Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
Kepala Bagian Tata Usaha, Wawan Ridwan, M.Pd., melaporkan bahwa Rapat Evaluasi ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran sampai dengan tengah tahun anggaran agar hasil evaluasi tersebut dapat diproyeksikan untuk perbaikan di tengah tahun berikutnya. Poin evaluasi difokuskan pada pencapaian output, perjanjian kinerja, dan serapan anggaran. Kegiatan yang berlangsung pada 28-31 Agustus 2018 ini bertempat di Grand Candi Hotel, Semarang, diikuti oleh 90 peserta yang berasal dari Unit Eselon II Kementerian Agama Pusat, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Balai Diklat Keagamaan, dan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
Dalam sambutannya, Kakanwil mengapresiasi penyelenggaraan Rapat Evaluasi ini yang bertempat di Semarang. Kakanwil mengajak peserta Rapat untuk mensyukuri capaian Kementerian Agama yang membanggakan hingga saat ini. Mengutip hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tahun 2016, Kakanwil menggarisbawahi capaian Kementerian Agama sebagai kementerian dengan kinerja terbaik kedua di antara kementerian yang ada pada Kabinet Indonesia Kerja.
Kapusdiklat dalam arahannya menekankan pentingnya Rapat Evaluasi ini melibatkan unit penyelenggara diklat dan unit pengguna alumni diklat agar terbangun sinergitas dalam pengembangan SDM Aparatur Kementerian Agama. “Pusdiklat, Balai Diklat, Direktorat, dan Kanwil memiliki irisan dalam melaksanakan tugas pengembangan pegawai. Antar unit tersebut harus ada sinergitas agar penyelenggaraan diklat sesuai dengan kebutuhan real pegawai dan juga unit kerja pengguna. Dengan begitu, diklat akan mencerminkan kebutuhan (need based training) yang hasilnya lebih relevan dan bermanfaat”, tutur mantan Kepala Biro Kepegawaian ini.
Kapusdiklat mengajak peserta Rapat menyadari pentingnya diklat. “Mengapa pegawai harus didiklat”, tanya Kapusdiklat. Menurut mantan dosen Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta ini, pegawai harus mengikuti diklat karena tiga alasan, yaitu pertama diklat dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan jabatan. Jabatan penghulu dan pengawas adalah contoh jabatan yang mempersyaratkan diklat sebelum diangkat dalam jabatan. Alasan kedua adalah untuk meminimalisasi gap kompetensi. Kompetensi SDM Kementerian Agama harus senantiasa up date dan up to datesehingga tidak kadaluarsa dan ketinggalan zaman. Adapun alasan ketiga diklat itu diperlukan adalah karena untuk memenuhi tugas atau tuntutan organisasi, misalnya tuntutan memahami Kurikulum 2013 mengharuskan guru mengikuti diklat Kurikulum 2013.
“Lantas siapa sasaran diklat Kementerian Agama?”, lanjut Kapusdiklat. Kapusdiklat melansir besarnya jumlah pegawai yang harus didiklat oleh Kementerian Agama. Menurutnya, ada empat kategori pegawai yang menjadi kewajiban Kementerian Agama untuk mendiklat, yaitu (1) PNS Kementerian Agama, (2) PNS kementerian lain yang melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Agama seperti guru dan pengawas pendidikan agama, (3) Honorer yang bekerja pada Kementerian Agama seperti Penyuluh Agama non-PNS, dan (4) masyarakat yang melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Agama seperti guru pondok pesantren, pembina kerukunan umat beragama, dan lain-lain.
Di akhir arahannya, Kapusdiklat mengapresiasi Kanwil yang telah mengirim peserta diklat secara lebih selektif. “Bila dulu sering terdapat pegawai spesialisasi peserta diklat karena begitu seringnya mengikuti diklat, kini yang seperti itu sudah tidak ada lagi. Namun, kami mohon selektivitas tersebut semakin ditingkatkan dengan mengirim peserta diklat yang paling relevan dengan substansi diklat. Misalnya, pada diklat perkoperasian pondok pesantren, kirimlah peserta dari pesantren yang benar-benar memiliki potensi ekonomi koperasi sehingga ketika pulang dari diklat bisa langsung mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang didapatnya”, pungkas Kapusdiklat. (efa_af/bas/ar)