MRT#5: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kembali Perdalam Fact Finding
Jakarta (5 Februari 2015). Melanjutkan Majelis Thamrin Rabuan (MRT) edisi ke-4, MRT edisi ke-5 Rabu (4/2), kembali digelar untuk memperdalam fact finding. Penelitian investigatif yang dipaparkan adalah fact finding tentang dugaan penyebaran ajaran Syi’ah oleh imigran dari Timur Tengah di Provinsi Riau dan dugaan aliran menyimpang “Gafatar” di Provinsi Aceh.
Abdul Jamil, peneliti yang bertugas meneliti dugaan aliran menyimpang “Gafatar” mendapatkan giliran pertama untuk menyampaikan hasil investigasinya. Dalam paparannya, Jamil mengungkapkan bahwa keberadaan “Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) di Provinsi Aceh telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Bahkan berdasarkan pengamatannya, gerakan ini disinyalir oleh masyarakat merupakan metamorphosis dari aliran Millata Abraham yang keberadaannya dilarang berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 9 tahun 2011. Selain itu, menurut Majelis Permusyawarahan Ulama (MPU) Aceh, gerakan tersebut mengajarkan paham yang dianggap sesat dan menyesatkan.
Pada paparannya, Jamil merekomendasikan kepada seluruh apparat dan tokoh masyarakat untuk pro aktif dalam menangani keberadaan kelompok/aliran yang dianggap sesat atau bermasalah. Ia berharap, pola penanganan lebih mengedepankan upaya-upaya persuasif. Ia juga merekomendasikan Buku Panduan Penanganan Aliran dan Gerakan Bermasalah di Indonesia yang telah diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dapat digunakan sebagai acuan oleh aparatur pemerintah.
Kesempatan kedua diberikan kepada Reslawati, peneliti yang bertugas untuk meneliti dugaan penyebaran Syiah oleh para imigran. Pada paparannya, ia mengungkap bahwa sesungguhnya Indonesia bukan merupakan tujuan akhir para imigran yang berasal dari Timur Tengah. Mereka adalah para imigran yang menjadikan Australia dan Amerika Serikat sebagai negara tujuannya. “Indonesia hanyalah menjadi negara transit sebelum mereka diterima oleh negara yang dituju”, demikian paparnya.
Resla menyatakan bahwa dugaan penyebaran ajaran syi’ah oleh para imigran kepada masyarakat Riau merupakan isu yang belum dapat dikonfirmasi kebenarannya. Untuk mengungkap fakta tersebut, Resla mewawancarai beberapa narasumber yang berkompeten dalam masalah ini. Diantaranya adalah Kepala Bidang Intel dan Penindakan Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Riau, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pekanbaru, Kepala Keamanan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), dan Ketua Nahdlatul Ulama Provinsi Riau.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, ia berkesimpulan bahwa dugaan penyebaran aliran Syi’ah oleh imigran dari Timur Tengah merupakan isu yang belum terbukti kebenarannya. Informasi yang sampai kepada para narasumber-pun baru berupa aduan tanpa disertai bukti yang kuat.
Diakhir paparannya, Resla menyarankan perlunya penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang keberadaan imigran dari Timur Tengah di Provinsi Riau. Dalam pandangannya, pemerintah sudah selayaknya melakukan seleksi ketat kepada para imigran yang masuk ke Indonesia.
Hal menarik yang terjadi pada MRT edisi ke-5 adalah kehadiran peserta dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Saat hal ini dikonfirmasi ke Adlin Sila, penanggungjawab acara MRT, ia menyatakan bahwa kedepan, MRT diupayakan digelar tidak hanya untuk internal peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan, tetapi diselenggarakan secara terbuka dengan mengundang perwakilan dari unit eselon I lainnya, bahkan juga masyarakat luas. []
ags/viks/ags