Penilaian Pembelajaran yang Keliru, Benarkah Merusak Sistem Pendidikan?

20 Feb 2025
Penilaian Pembelajaran yang Keliru, Benarkah Merusak Sistem Pendidikan?
Refleksi, Edukasi, dan Berbagi Obrolan Inspiratif (REBORN #2) dengan tema Miskonsepsi dan Malpraktek dalam Penilaian Pembelajaran yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Kompetensi (Pusbangkom) Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Keagamaan Kementerian Agama di Ciputat, Kamis (20/2/2025).

Ciputat (BMBPSDM)---Pusat Pengembangan Kompetensi (Pusbangkom) Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Keagamaan Kementerian Agama menggelar program Refleksi, Edukasi, dan Berbagi Obrolan Inspiratif (REBORN #2) dengan tema Miskonsepsi dan Malpraktek dalam Penilaian Pembelajaran. Acara ini menghadirkan tiga pakar pendidikan, yaitu Dr. Yasri, M.Pd., Dr. Waryadi, M.Pd., dan Dra. Agustantini Isana Dewi, M.Pd.

 

Dalam diskusi ini, para narasumber mengupas tuntas dampak negatif dari miskonsepsi dalam penilaian pembelajaran yang dapat berujung pada malpraktik. Miskonsepsi, atau pemahaman yang keliru terhadap suatu konsep, sering terjadi dalam dunia pendidikan, dan dalam pendidikan malpraktik penilaian dapat berdampak serius terhadap perkembangan intelektual dan masa depan siswa.

 

“Satu kali malpraktik dalam penilaian bisa melibatkan banyak orang. Jika di bidang kedokteran malpraktik hanya melibatkan satu pasien. Terdapat satu penelitian yang menunjukkan masih banyaknya guru yang belum optimal dalam membuat soal berdasarkan indikator dan tujuan pembelajaran,” ujar Yasri di Ciputat, Kamis (20/2/2025).

 

Terdapat tiga rukun guru yang disampaikan Yasri, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Menurutnya, penilaian adalah rukun yang harus dilaksanakan dengan baik.  

 

Senada dengan itu, Dr. Waryadi menyoroti pentingnya tujuan dalam penyusunan instrumen penilaian. “Tujuan utama penilaian adalah mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan. Jika tujuan ini diabaikan, maka akan terjadi malpraktik yang merugikan siswa dan sistem pendidikan itu sendiri,” ungkapnya.

 

Dra. Agustantini menambahkan bahwa banyak guru yang masih menyusun soal tidak berdasarkan materi atau capaian pembelajaran, hanya mengambil dari internet. “Kegiatan tersebut adalah salah satu contoh malpraktik,” ujarnya.

 

Dampak Miskonsepsi dan Malpraktik terhadap Siswa

 

Kesalahan dalam penilaian bukan hanya berdampak pada siswa, Waryadi mencontohkan bagaimana siswa yang belum menguasai dasar-dasar matematika seperti penjumlahan dan pengurangan bisa tetap naik kelas dan menghadapi kesulitan saat belajar perkalian.

 

“Jika siswa belum siap dan dinyatakan lulus, maka akan berdampak ke jenjang selanjutnya,” ujarnya.

 

Lebih jauh, kesalahan dalam penilaian dapat menyesatkan kebijakan pendidikan. Data yang tidak akurat mengenai pencapaian siswa bisa membuat guru dan pemangku kebijakan salah mengambil langkah.

 

Solusi untuk mencegah malpraktik dalam penilaian, para pakar sepakat perlu ada upaya peningkatan kompetensi guru dalam menilai hasil belajar siswa. Beberapa langkah yang dapat dilakukan ialah meningkatkan pemahaman tentang penilaian pembelajaran, mengembangkan instrumen penilaian yang valid dan reliabel, memberikan umpan balik yang konstruktif, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penilaian.

 

Dipandu oleh widyaiswara Nuraini, M.Pd., acara ini menjadi wadah refleksi bagi insan pendidikan dalam menghadapi miskonsepsi dan malpraktik dalam penilaian pembelajaran. Dengan pemahaman yang baik tentang konsep dan prinsip penilaian serta komitmen untuk melaksanakan penilaian yang adil dan akurat, diharapkan tercipta sistem penilaian pembelajaran yang bermanfaat bagi semua siswa.

 

Halimah Dwi Putri

   

 

Penulis: Halimah Dwi Putri
Sumber: Pusdiklat Teknis
Editor: Barjah dan Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI