PERANAN MASYARAKAT DALAM PEMBERDAYAAN MASJID DI PEDESAAN JAWA TENGAH (Studi Kasus di Masjid Al Barokah Desa Jeporo Kec. Jatipurno Kab. Wonogiri)

23 Jul 2007
PERANAN MASYARAKAT DALAM PEMBERDAYAAN MASJID DI PEDESAAN JAWA TENGAH  (Studi Kasus di Masjid Al Barokah Desa Jeporo Kec. Jatipurno Kab. Wonogiri)

PERANAN MASYARAKAT DALAM PEMBERDAYAAN MASJID DI PEDESAAN JAWA TENGAH 
(Studi Kasus di Masjid Al Barokah Desa Jeporo Kec. Jatipurno Kab. Wonogiri)

Oleh: Drs. Bisri Ruchani
39 halaman

Balai Penelitian Aliran Kerohanian/Keagamaan
Semarang 2004

 


Masjid merupakan suatu bangunan, baik bangunan inti atau lainnya, baik mengelompok atau tidak, satu tempat atau pusat berkumpulnya umat Islam waktu melaksanakan kegiatan peribadatan. Berbagai macam peribadatan yang dilaksanakan dimasjid meliputi salat berjamaah, kegiatan rangkaian puasa ramadhan, kegiatan zakat, dan kegiatan ibadat sosial.

Pada saat sekarang tempat peribadatan yang berbentuk masjid di Jawa Tengah telah tersedia 35.199 unit. Jumlah masjid tersebut tersebar diberbagai daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Masjid yang berada di daerah perkotaan sudah banyak yang diberdayakan oleh masyarakat lingkungannya, Pemberdayaan masjid oleh lingkungannya tersebut baik memberdayakan sebagai pengurus masjid atau hanya sebagai partisipan saja.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan masyarakat dalam memberdayakan masjid di Desa Jeporo, Kecamatan Jatipurno, Kabupaten Wonogiri. Peranan masyarakat dalam memberdayakan masjid tersebut meliputi kegiatan keorganisasian, peribadatan, dan kegiatan sosial.    Metode penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara, teknik pengamatan, dan telaah dokumen. Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan diantaranya adalah bahwa dalam pembentukan takmir masjid masyarakat menyarankan segera dibentuk takmir dengan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan. Sedang personilnya adalah orang dewasa yang dapat menerima masukan-masukan dan dapat bekerjasama dengan berbagai pihak.

Masyarakat dalam ikut serta menentukan imam salat baik salat rawatib. jumat, tarawih dan hari raya adalah orang dewasa berumur 30 tahun keatas, mempunyai ilmu pengetahuan agama yang cukup, dapat membaca al Quran dengan fasih dan tartil, mempunyai hafalan ayat cukup banyak. Sedang muadzin adalah seorang yang dapat membaca ayat al Quran dengan baik dan dapat melagukan kalimatat adzan dengan baik. Hal ini berlaku untuk semua jenis salat.

Jamaah salat di masjid ini bukan hanya yang berfaham LDll saja melainkan juga non LDll. Jamaah rawatib yang terbanyak adalah jamaah salat maghrib disusul salat isyak, subuh, dhuhur, dan ashar. Dalam menentukan khatib disarankan agar mereka mempunyai ilmu pengetahuan agama yang cukup. Di masjid ini terdapat dua orang yang dipandang mampu. Dua khatib tersebut bertingkat, yaitu khatib senior dan khatib yunior. Khatib yunior dapat menjalankan tugas apabila khatib senior berhalangan hadir.

Penelitian ini menyarankan agar departemen agama melakukan pembinaan dan bimbingan terhadap masyarakat LDII. Tidak semua masyarakat LDII tertutup bagi masyarakat lain.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI