Puslitbang Lektur Jajaki Manuskrip Bencana Alam di Banten
Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi berkesempatan menjajaki kajian tematik keagamaan nusantara yang difokuskan pada tema benca alam di Banten. Tim peneliti LKKMO diwakili oleh Drs. Huriyudin dan Ali Fahrudin, MA., Kegiatan penjajakan dilakukan di UIN Sultan Maulana Hasanudin dengan tujuan penulisan buku tentang bencana alam dalam persperktif Filologis dan Teologis yang akan disusun oleh Puslitbang LKKMO.
Banten merupakan provinsi yang memiliki banyak ulamanya sejak zaman dahulu karena Kesultanan Banten merupakan trah dari Sunan Gunung Jati. Sultannya yang terkenal adalah Maulana Hasanuddin yang merupakan putra dari Sunan Gunung Jati.
Di samping sebagai sultan, beliau juga seorang ulama yang sangat disegani. Tercatat dalam sejarah bahwa sebelum Syekh Yusuf al-Makassari dibuang di Afrika Selatan, beliau sempat mengabdi di Kesultanan Banten, bahkan menjadi mufti di Kesultanan Banten.
Salah seorang ulama yang terkenal di masa lalu sehingga Banten dikenal di dunia internasional adalah Syekh Nawawi al-Bantani. Dari geneologis ulama ini, melahirkan anak keturunan dan para murid yang kemudian hari menjadi para ulama di zamannya. Hal inilah yang menyebabkan Banten dikenal sebagai kawasan yang terbuka terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, terutama agama Islam.
Para ulama tersebut banyak yang mendirikan pesantren sehingga budaya tulis menulis berkembang di Banten. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya manuskrip yang ditemukan di wilayah Banten ini. Salah satunya di Desa Lempuyang Kecamatan Tanara, ditemukan naskah dari seorang warga desa yang memiliki lebih dari 100 manuskrip.
Menurut Ahyadi, peneliti Bantenologi, tidak menutup kemungkinan warga desa Lempuyang lainnya juga memiliki manuskrip sejenis, mengingat di desa tersebut dari dulu hingga sekarang dikenal sebagai desa santri. Di kecamatan Tanara inilah Syekh Nawawi al-Bantani dilahirkan. Bahkan hingga saat ini, kebiasaan warga desa menyekolahkan anak ke Arab Saudi, (di Makkah dan Madinah) lazim dilakukan.
Di samping terkenal sebagai Kota Santri, Banten juga terkenal sebagai wilayah yang rawan bencana, tercatat bencana alam yang sangat dahsyat terjadi di Banten ini yakni meletusnya Gunung Krakatau. Kejadian ini terjadi pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat. Awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa.
Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004 (tsunami Aceh), tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasanSamudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia, dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima danNagasaki di akhir Perang Dunia II. Ternyata kejadian ini telah diramalkan 40 tahun sebelumnya yang diungkap dalam sebuah manuskrip di Banten yang tertera tahun 1843 M. Demikian diungkap oleh Ahyadi.
Tanda-tanda akan terjadinya bencana juga diungkap pada salah satu manuskrip yang ditemukan di desa Gembong. Tim peneliti Puslitbang LKKMO mengadakan penjajakan untuk dapat melihat secara langsung manuskrip yang mengungkap tentang bencana alam.
Di dalam manuskrip tersebut dijelaskan bahwa jika terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan pada bulan-bulan tertentu menurut kalender Hijriah, maka kita harus waspada akan terjadi bencana alam. Karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam tersebut, sebagian masyarakat di daerah tertentu di wilayah Banten ada yang membuat upacara doa bersama supaya bencana itu tidak terjadi.
Upacara itu disebut dengan upacara “Syahadat Bumi”. Upacara dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Swt yang telah memberikan nikmatnya dengan bumi yang subur, mata air yang melimpah dan perkebunan yang menghasilkan. Nikmat ini diharapkan senantiasa langgeng dan tidak tertimpa bencana alam di kemudian hari. Hal ini merupakan indikasi bahwa ulama di masa lalu sudah memberi peringatan dan nasehat sebelum dan sesudah terjadinya bencana alam.
Beberapa indikasi kelayakan penulisan kajian ini di Banten atas dasar berikut:
1. Ditemukannya Naskah Gembong yang terdapat di kampung Gembong, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Balaraja. Salah satu isi naskah ini menyatakan bahwa bencana alam ini dapat ditandai dengan munculnya gerhana matahari.
2. Ditemukannya Naskah Kalembak yang terdapat di Caringin Pandeglang. Dalam naskah ini diungkap tentang ramalan akan terjadinya bencana alam super dahsyat, yakni meletusnya gunung Krakatau. Ramalan ini ditulis kurang lebih 40 tahun sebelum terjadinya bencana tersebut.
3. Tersimpannya Naskah Kasunyatan, yakni naskah yang terdapat di Museum Negeri Banten. Manuskrip ini berisi tentang Babad Banten dan penjelasan bahwa di Banten pernah terjadi Bencana alam. Di dalamnya, juga diungkap bahwa terjadinya gempa dan angin ribut merupakan pertanda akan datangnya seorang arif dan bijaksana yang akan memerintah negeri.
4. Ditemukannya Naskah Lempuyang. Desa Lempuyang ini terletak di kecamatan Tanara Serang. Banyaknya naskah disana dapat dilacak kemungkinan adanya tulisan yang mengungkap tentang bencana alam. Di daerah tersebut, Syekh Nawawi al-Bantani dilahirkan dan merupakan salah satu dari para santri dari Tanara yang belajar ke Arab Saudi hingga menetap di sana.
5. Tersimpannya Arsip Belanda, yang menyebutkan terjadinya bencana alam, terutama meletusnya Gunung Krakatau, dijelaskan secara lengkap dalam laporan-laporan mereka yang tertulis rapi dalam arsip negara.
Adapun para peneliti Bantenologi UIN Maulana Hasanuddin yang bersedia menjadi penulis Kajian Tematik Manuskrip Keagamaan antara lain: Dr. Helmi Faizi Bahrul Ulum, M.Hum, Dr. Ayatullah Humaeni, MA., dan Yadi Ahyadi, S.Ag. []
Sumber foto: islam.com
AF/diad/diad