Puslitbang LKKMO Selenggarakan Seminar Hasil Penelitian Indeks Layanan Kitab Suci

6 Nov 2018
Puslitbang LKKMO Selenggarakan Seminar Hasil Penelitian Indeks Layanan Kitab Suci

Bogor (6 November 2018). Di tengah padatnya volume kegiatan, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) menyelenggarakan Seminar Hasil Penelitian Indeks Layanan Kitab Suci di Hotel Sahira Butik, Paledang, Bogor. Kapuslitbang LKKMO, Muhammad Zain mewakili Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D memberikan sambutan dalam sesi pembukaan dengan menegaskan pentingnya penelitian ini sebagai salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Agama.

Menurut Muhammad Zain, penelitian indeks layanan kitab suci ini sangat penting dilakukan dengan beberapa alasan: pertama, beririsan dengan penelitian indeks literasi Al-Qur’an yang di dalamnya ditemukan hal cukup menarik yakni di salah satu provinsi yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Syariah, siswa-siswinya memiliki tingkat hafalan surat-surat pendek cukup baik namun pemahaman atas surat-surat tersebut rendah, bahkan PPIM UIN Syarif Hidayatullah telah melansir hasil risetnya bahwa terjadi akhir-akhir ini peningkatan intoleransi kalangan guru dan siswa di sekolah dan madrasah. Jadi untuk meningkatkan pemahaman perlu mendorong budaya literasi dan pemenuhan kitab sucinya.

Kedua, fakta bahwa dalam konteks Indonesia semua umat beragama bergantung pada kitab suci dan mewarisi tradisi bertumpu pada teks. Ketiga, dalam studi agama-agama (religious studies), agama memiliki beberapa aspek, yaitu a) Kitab suci yang merupakan firman Tuhan, b) Orang-orang suci dan tokoh agama (seperti Nabi, Rasul, Wali, Kiyai, Pastor, Pendeta, Santo, Bhiksu), c) Ritual yang harus dikerjakan umatnya, d) rumah ibadah tempat mereka melakukan ibadah (seperti masjid, gereja, pura, wihara, klenteng dsb), dan e) lembaga-lembaga agama.

Selanjutnya, kata Muhammad Zain, rendahnya indeks literasi Al-Qur’an itu dapat dilihat dari tidak meratanya penyampaian materi pada mimbar-mimbar. Misanya,  terdapat ayat-ayat teologis dipahami secara sosiologis, dan begitu pula sebaliknya. Ayat yang berbunyi “Wa lan tardlo ankal yahudu walannashoro hatta tattabi’a millatahum” diturunkan di Madinah pada saat Yastrib secara ekonomi dan politik dikuasai oleh orang Yahudi dan Nasroni termasuk prestise sosial juga seperti itu, maka sewajarnya mereka itu tidak rela. Jadi ini sesungguhnya adalah persoalan sosiologis.

Di sisi lain, Muhammad Zain juga mencontohkan ayat teologis pada surat al-Fath ayat 29 “Muhammadun rosulullahi walladzina ma’ahu asyiddau ‘alal kuffari ruhamau bainahum”. Ayat ini mengajarkan kita untuk teguh pendirian dalam hal akidah dan keimanan, tidak ada toleransi. “Tapi dalam hal mu’amalah kehidupan sehari-hari ketika berbaur dengan masyarakat plural berbeda agama bukanlah ayat ini yang tepat tetapi ayat lain dalam surat alkafirun “lakum dinukum waliyadin”,” tegasnya.

Baru-baru ini, kata Muhammad Zain, Menteri Agama menginisiasi pertemuan para tokoh dan budayawan semua agama. Pada kesempatan itu, Menteri Agama menegaskan bahwa di Indonesia kita jangan membenturkan agama dengan budaya, sebab tafsir agama itu juga bagian dari budaya. Selanjutnya pengembangan budaya harus berdasarkan pada spiritualitas agama.

Mengakhiri uraiannya, Muhammad Zain mengungkapkan bahwa jika tahun ini penelitian menemukan data seperti kurang masifnya program penyediaan kitab suci, jumlah cetakan kurang, distribusi tidak rutin, maka tahun-tahun berikutnya perlu ditindaklanjuti penelitian lain seperti penelitian etnografi yang lebih menarik dan dapat memperkaya temuan yang ada. (IA/bas/ar)

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI