Indonesia Bukan Negara Agama, Tapi Agama Tetap Jadi Pilar Utama, Kok Bisa?

Manado (BMBPSDM)---Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Keagamaan, Mastuki, mengatakan nilai-nilai agama memiliki peran sentral dalam struktur kehidupan masyarakat Indonesia, dimana Indonesia bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Karena itu, posisi agama tetap penting dalam struktur pemerintahan.
“Melalui Pancasila, Indonesia memiliki cara khas dalam menjembatani hubungan antara agama dan negara. Nilai-nilai inilah yang menjadi dasar dibentuknya Kementerian Agama dalam jangka empat bulan pasca Kemerdekaan, sebagai instrumen negara untuk menyatukan seluruh agama,” ujar Mastuki saat memberikan materi pada Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) yang diselenggarakan Balai Diklat Keagamaan (BDK) Manado melalui Zoom Meeting, Kamis (243/7/2025).
Lebih lanjut, Mastuki menjelaskan bahwa logo Kementerian Agama menggambarkan eratnya kaitan antara nilai kemerdekaan, Pancasila, dan religiositas. Menurutnya, angka 17 dan 45 dalam logo merujuk pada semangat 17 Agustus 1945, sementara lima sila Pancasila menjadi fondasi ideologis yang berakar pada nilai-nilai religius.
“Semua ASN Kementerian Agama harus memahami bahwa dasar nilai pelayanan kita adalah konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, yang tidak eksklusif untuk satu agama, tetapi mencakup semua agama melalui kitab suci masing-masing,” imbuhnya.
Kitab suci, kata Mastuki, harus menjadi pedoman hidup seorang ASN Kemenag, karena tidak hanya berfungsi untuk urusan akhirat, tetapi juga untuk kesejahteraan material masyarakat. Ini tercermin dalam lambang padi dan kapas dalam logo Kemenag, yang juga terdapat dalam lambang Pancasila.
Mastuki juga menyoroti visi strategis Kemenag dalam periode 2025–2029 yang diarahkan untuk menciptakan masyarakat yang rukun, maslahat, dan cerdas, melalui kontribusi pendidikan agama dan keagamaan yang berkualitas dan berkarakter. Selain itu, juga pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dengan penguatan SDM, pemanfaatan sarana prasarana, dan sistem yang akuntabel dan transparan
Mastuki mengajak seluruh peserta untuk memaknai kerukunan sebagai bagian dari cinta kemanusiaan, yang merupakan ajaran universal semua agama. Menurutnya, kerukunan antarumat dan intern umat beragama di Indonesia patut menjadi model internasional. Sebagaimana “Pesan Menteri Agama yang utama adalah internalisasi nilai-nilai agama. Semakin dekat ajaran agama dengan pemeluknya, maka kehidupan akan semakin religius, toleran, dan damai,” ungkapnya.
Mastuki juga menekankan konsep ekoteologi, dengan memandang alam sebagai ciptaan Tuhan yang setara dengan manusia. “Saat kita minum air dan membaca doa, itu simbol bahwa air sebagai ciptaan Tuhan yang harus kita hargai, sebab air merupakan bagian dari nilai ketuhanan,” tegasnya.
Pada kesempatan ini, Mastuki menegaskan bahwa ASN Kemenag harus menjunjung tinggi integritas, menghindari praktik korupsi dan manipulasi. Hal ini sejalan dengan program clean government yang digaungkan Presiden Prabowo.
Mastuki juga menekankan pentingnya penguatan sistem informasi melalui platform PUSAKA (Platform Super Apps Kemenag) sebagai upaya efisiensi pelayanan dan pencegahan korupsi secara digital.
Di akhir paparannya, Mastuki menyampaikan bahwa visi besar Kementerian Agama menuju Indonesia Emas 2045 diarahkan pada tiga misi utama, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama
2. Memperluas akses pendidikan berciri keagamaan
3. Memperkuat tata kelola pemerintahan keagamaan yang baik
Kegiatan ini diikuti para PNS dan non PNS di wilayah kerja Balai Diklat Keagamaan Manado meliputi Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Utara.