Strategi Penyelesaian Konflik: Membangun Harmoni dalam Tim

14 Nov 2023
Strategi Penyelesaian Konflik: Membangun Harmoni dalam Tim
Prof. H. M. Sirozi (kiri dari kanan), Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang, pada kegiatan FGD Resolusi Konflik Bernuansa Agama di Palembang. Minggu (12/11/2023).

Palembang (Balitbang Diklat)---Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, M. Arfi Hatim, mengatakan sudah ada Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 yang mengatur penanganan konflik sosial berdimensi agama, dengan pembahasan mengenai pencegahan, penghentian, dan pemulihan pasca konflik.

 

"Undang-Undang ini memberikan landasan untuk langkah-langkah konkret dalam mengelola konflik sosial yang melibatkan dimensi agama.Dengan adanya regulasi ini, diharapkan penanganan konflik sosial dapat dilakukan secara efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku,” ujarnya pada kegiatan FGD Resolusi Konflik Bernuansa Agama di Palembang. Minggu (12/11/2023).

 

Pada kegiatan ini, salah satu narasumber yaitu Prof. H. M. Sirozi, Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang, memberikan contoh bahwa dalam menghadapi tantangan konflik di lingkungan kerja, penting bagi organisasi untuk menerapkan strategi penyelesaian yang efektif dan inklusif. Beberapa langkah konkret yang dapat diambil yaitu:

 

Pertama, menetapkan pemimpin yang terlatih dalam penyelesaian konflik. Menunjuk pemimpin yang telah menjalani pelatihan khusus dalam penyelesaian konflik dapat menjadi langkah awal yang krusial. “Pemimpin yang terlatih dapat membimbing tim dengan profesionalitas dalam mengatasi konflik,” ungkap Sirozi.

 

Kedua, menerima peran dan bersikap tegas. Mengakui peran masing-masing individu dan bersikap tegas membantu mencegah timbulnya ketidaksetujuan atau kesalahpahaman yang bisa memicu konflik. “Kejelasan peran dan komitmen untuk bersikap tegas merupakan kunci untuk menjaga keteraturan dalam tim,” sambungnya.

 

Ketiga, membangun budaya kerja terbuka dan jujur. Membentuk budaya kerja yang terbuka dan jujur adalah pondasi penting dalam mengatasi konflik. "Lingkungan yang mendukung ekspresi langsung mengurangi rasa takut dan memungkinkan penyelesaian konflik secara efektif,” tegas Sirozi.

 

Keempat, mendekati situasi dengan pikiran terbuka. Pendekatan terhadap setiap situasi dengan pikiran terbuka membuka ruang untuk pemahaman yang lebih baik. "Inisiatif ini perlu didorong dalam tim, memperkuat kolaborasi dan membangun pemahaman yang lebih mendalam di antara anggota tim,” ungkap Sirozi.

 

Kelima, mengajak tim untuk menerapkan empati. Memasukkan empati dalam penyelesaian konflik dengan mengajukan pertanyaan yang baik dan mendengarkan dengan penuh pengertian membantu meredakan ketegangan dan membangun hubungan yang lebih baik. “Empati menjadi kunci untuk mencapai solusi yang berkeadilan dan berkelanjutan,” sambung Sirozi.

 

Keenam, mengidentifikasi titik temu dan mencari solusi bersama. Langkah praktis lainnya adalah mengidentifikasi titik temu antara pihak yang terlibat dalam konflik. “Mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak menjadi langkah kritis untuk mengakhiri konflik dengan baik,” ujar Sirozi

 

Menurut Sirozi, dengan menetapkan pemimpin yang terlatih, membangun budaya terbuka, dan membawa empati ke dalam situasi, organisasi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kolaborasi dan resolusi konflik yang efektif. Pendekatan ini menekankan pentingnya komunikasi terbuka, pemahaman, dan upaya bersama dalam mengatasi perbedaan dan mencapai solusi yang baik untuk semua pihak.

 

“Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, mendukung produktivitas tim, dan mendorong pertumbuhan kolektif. Melalui upaya bersama dalam penyelesaian konflik, organisasi dapat membentuk budaya yang inklusif dan berdaya saing,” pungkas Sirozi (Agus Mulyono/bas/sri)

   

 

Penulis: Agus Mulyono
Sumber: Puslitbang BALK
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI