Sudah Saatnya Kemenag Buka Atase Keagamaan

26 Jan 2015
Sudah Saatnya Kemenag Buka Atase Keagamaan

Jakarta (26 Januari 2015). Kementerian Agama (Kemenag) dihimbau untuk segera membuka Atase Keagamaan di beberapa negara sahabat. Rekomendasi ini disampaikan oleh Nuruddin dan Husein Hasan Basri, Peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puslitbang Penda).

Rekomendasi tersebut disampaikan saat beraudiensi dengan Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, Kamis (22/1). Audiensi dilakukan di ruang kerja Menteri Agama, yang juga dihadiri oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abd. Rahman Mas’ud dan pejabat eselon II di lingkungan Badan Litbang dan Diklat. Turut pula para peneliti dan widyaiswara yang berkesempatan melakukan penelitian dan short course ke luar negeri.

Dalam kesempatan ini, Nuruddin dan Husein masing-masing memaparkan hasil kajiannya terhadap penyelenggaraan pendidikan agama bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di negara lain. Nuruddin melakukan penelitian penyelenggaran pendidikan agama bagi WNI di Jepang, sementara itu, Husein Hasan Basri melakukan penelitian serupa di Thailand.

Nuruddin menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan agama bagi WNI di Jepang dilakukan oleh tenaga pengajar yang diangkat langsung oleh yayasan yang menyelenggarakan pendidikan. Berdasarkan temuannya, Nuruddin berpendapat bahwa negara, dalam hal ini Kementerian Agama, belum hadir dalam pengelolaan pendidikan agama di luar negeri.

Menurutnya, seharusnya negara berkewajiban dalam menjamin terselenggaranya pendidikan, termasuk pendidikan agama. Mengutip peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan; dan Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah, ia berpendapat seharusnya Kementerian Agama aktif mengambil peran.

Nuruddin menyatakan bahwa selain karena tuntutan peraturan perundang-undangan, kehadiran Kementerian Agama juga dibutuhkan untuk memastikan pengajaran agama yang diterima oleh WNI adalah ajaran agama yang moderat, toleran, dan menghargai pluralitas. “dengan absennya negara, pemahaman-pemahaman keagamaan yang radikal dan menyimpang sangat mungkin dilakukan oleh guru yang direkrut oleh yayasan. Oleh karena itu, untuk menjamin agar pemahaman keagamaan yang sesuai dengan visi dan misi kita, Kementerian Agama harus hadir dalam pengelolaan pendidikan agama di luar negeri,” demikian ia menutup laporannya.

Senada dengan Nuruddin, Husein juga menyatakan bahwa apa yang terjadi di Jepang juga terjadi di Thailand. Pengajaran pendidikan agama dilakukan oleh guru yang direkrut oleh yayasan. “Tidak ada peran Kementerian Agama dalam hal ini,” ujarnya. “Oleh karena itu, menurut kami Kementerian Agama harus segera membuka Atase Keagamaan di beberapa negara sahabat untuk memberikan pelayanan keagamaan bagi WNI yang diluar negeri, termasuk dalam hal penyediaan guru agama,” demikian Husein mengakhiri laporannya.

Menanggapi paparan kedua peneliti, Menag menyampaikan apresiasinya. Menurutnya apa yang disampaikan oleh kedua peneliti menjadi informasi yang sangat berharga.

Namun demikian, untuk membuka Atase Keagamaan di negara sahabat, tentu Kemenag harus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan lembaga lainnya. Oleh karena itu, ia berharap laporan yang disampaikan segera ditindaklanjuti agar ia dapat mengkomunikasikan permasalahan ini dengan Kementerian Luar Negeri.[]

ags/viks/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI