Sudah Saatnya Mahasiswa Lakukan ‘Counter Intellectual Movement’!

28 Mei 2015
Sudah Saatnya Mahasiswa Lakukan ‘Counter Intellectual Movement’!

Jakarta (28 Mei 2015). “Violence and revenge will never become part of any major religion,” demikian tegas Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abd. Rahman Mas’ud saat menyampaikan keynote speech mewakili Menteri Agama pada acara Annual Conference of Religious College Student  in Indonesia di Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution, UIN Jakarta, Rabu, 27/5.

Dihadapan peserta kegiatanyang diselenggarakan oleh Dewan Mahasiswa (Dema) UIN Jakarta dan Insan Cendikia Indonesia, Mas’ud menyatakan bahwa sikap ekslusifitas dalam beragama dapat menimbulkan permasalahan yang serius di tengah masyarakat. “Ekslusifisme mengarahkan penganutnya untuk tidak toleran terhadap perbedaan dan kemajemukan,” ujarnya.

Menurut Mas’ud, sikap ekslusifitas dalam beragama didasari pada pemahaman keagamaan yang literalis dan tekstual. Kelompok keagamaan ini selalu memaknai ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab suci secara saklek dan kaku.

Akibatnya, orang yang berpandangan literalis tersebut cenderung menolak dan memusuhi setiap pemikiran-pemikiran keagamaan yang berbeda dengan yang dipahaminya. Sikap seperti ini, lanjut Mas’ud berpotensi menimbulkan aksi-aksi pemaksaan kehendak dan kekerasan tidak hanya kepada pemeluk agama lain, tetapi juga pemaksaan dan kekerasan kepada pemeluk agama yang sama. “Setiap pemikiran yang berbeda dengan yang mereka pahami, akan mereka anggap sebagai musuh meskipun berasal dari komunitas yang seagama dengannya,” imbuhnya.

Mas’ud menambahkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh lembaga yang dipimpinnya, terdapat kecenderungan sikap beragama yang ekslusif di kalangan mahasiswa. “Penelitian Potensi Radikalisme di Kalangan Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama yangdilakukan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan pada tahun 2012, menemukan bahwa potensi ekslusifitas dan radikalisasi dalam beragama tidak hanya ditemukan pada komunitas mahasiswa muslim. Fenomena radikalisasi juga dapat ditemui pada mahasiswa yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, maupun Buddha,” terang Mas’ud.

Dalam konteks radikalisasi di kalangan mahasiswa muslim, mas’ud menjelaskan setidaknya terdapat 5 pola yang dikelola oleh mahasiswa yang berpaham radikal. “PenelitiantentangPola Aktifitas Kelompok Keagamaan di Kalangan Mahasiswa Pasca Reformasi menunjukkan ada lima ciri gerakan radikal di kalangan mahasiswa. Pertama, keinginan untuk mendirikan institusi Khilafah Islamiyah; kedua,terdapat tokoh yang menjadi icon gerakan; ketiga, dikelola melalui mekanisme halaqah atau mentoring; keempat,menggunakan buku karangan ulama Timur Tengah sebagai sumber rujukan; dan kelima, memiliki sistem kaderisasi yang kreatif dan solid,” jelasnya.

Di akhir sambutannya, Mas’ud mengajak kepada seluruh elemen mahasiswa untuk bersama-sama melakukan counter intellectual movement sebagai bentuk perlawanan terhadap gerakan keagamaan radikal. “Kita harus lakukan ‘gerakan intelektual’ keagamaan moderat dalam mengimbangi ‘gerakan ideologis’ radikal itu,” serunya.[]

 ags/viks/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI