Terkait Evaluasi SBSN, Kaban Suyitno Minta Dibuat Ukuran Before-After

27 Jul 2024
Terkait Evaluasi SBSN, Kaban Suyitno Minta Dibuat Ukuran Before-After
Kepala Badan (Kaban) Litbang Diklat Kemenag Amien Suyitno .

Jakarta (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang Diklat Kemenag Amien Suyitno meminta para peneliti dalam membuat evaluasi berimbang antara sebelum dan setelah (before-after) mendapat bantuan Dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

 

Kaban Suyitno mengatakan hal tersebut pada Fullday ‘Evaluasi Kualitas Mutu Sarana Prasarana Madrasah melalui Dana SBSN’ yang digelar Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan di Jakarta, Jumat (26/7/2024).

 

“Terpenting adalah pandangan para guru before/after-nya. Sebelum mendapat bantuan SBSN berapa capaian pembelajarannya, dan berapa pula setelah SBSN. Jadi, tidak cukup klaim kebenaran capaian yang sesungguhnya,” kata Kaban melalui zoom meeting dari Makassar, Sulsel.

 

“Saya melihat ada beberapa penguatan terkait penelitian kualitatif justru dibuat kuesioner kuantitatif. Pertama, menyangkut respons persepsi terkait penerima SBSN ada persepsi siswa, guru, kepala madrasah,” sambungnya.

 

Kaban mencontohkan, meningkatnya capaian pembelajaran menurut persepsi siswa atau guru tentu harus diobservasi lebih mendalam. Untuk meningkatkan prestasi itu ukurannya harus jelas.

 

“Makanya perlu dicatat yang diukur itu prestasi apakah di bidang akademik atau non akademik. Jika akademik apakah capaian pembelajaran yang diukur. Lalu, sebelum dan setelah SBSN jikalau meningkat berapa peningkatannya masing-masing,” tuturnya.

 

Guru besar UIN Radeh Fatah Palembang ini menegaskan bahwa jika klaim kebenaran yang dipakai seperti yang sudah dipaparkan peneliti tentu tidak bisa dipakai sebagai bahan kajian dalam penyusunan policy brief.

 

“Lalu yang non akademik tentu kaitannya lebih banyak talent dan peminatan siswa. Misalnya capaian regional dan nasionalnya juga meningkat terkait seni, olahraga, dan peminatan lainnya. Kalau melihat dari sisi ini masih problem, makanya perlu diperkuat di situ,” tandasnya.

 

Kedua, terkait implementasi kurikulum dan akreditasi. Kaban juga meminta agar ini juga harus diobservasi berapa capaian sebelum dan setelah SBSN. Boleh jadi, kita ingin mengatakan bahwa korelasinya tidak langsung.

 

“Tapi, kita harus berasumsi bahwa ada kontribusi di situ. Faktor akreditasi kan pasti banyak. Tetapi salah satunya adalah sarana-prasarana yang lebih bagus, infrastruktur bagus, itu sedikit banyak asumsinya pasti akan meningkatkan capaian itu,” terang Kaban Suyitno.

 

“Karena salah satu instrumen akreditasi adalah sarana-prasarana. Jadi, harus ada before-after (sebelum dan setelah) memperoleh SBSN,” tambah pria asal Tulungagung, Jawa Timur ini.

 

Ketiga, terkait temuan yang kemudian menjadi masalah terutama masalah BMN saya setuju jika masuk dalam rekomendasi misalnya ada beberapa yang belum dicatat dalam BMN, lalu ada pemerataan yang masih dianggap pincang sehingga perlu ada afirmasi.

 

Menurut Kaban, yang tidak kalah pentingnya terkait ekosistem di madrasah yang harus dipastikan tim peneliti ada beberapa kategori. Yaitu madrasah negeri, madrasah berbasis keterampilan, madrasah insan cendekia, madrasah keagamaan, dan segala label yang sekarang semakin banyak pertanyaannya.

 

“Tolong cara membandingkannya jangan head to head dengan varian madrasah yang berbeda. Artinya MAN IC itu harus dikomparasi dengan IC. Madrasah konvensional misalnya MAK maka komparasinya juga dengan madrasah berbasis keterampilan. Biar balance, sehingga nanti kita paling tidak memiliki tiga varian minimal,” pungkas Kaban. (Ova)

Penulis: Ali Musthofa Asrori
Sumber: Puslitbang Penda
Editor: Dewi Indah Ayu/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI