Tingkatkan Kepercayaan Publik, Perpus Kemenag Bedah Buku Reformasi Birokrasi

19 Apr 2022
Tingkatkan Kepercayaan Publik, Perpus Kemenag Bedah Buku Reformasi Birokrasi
Kegiatan bedah buku (19/04/2022)

Jakarta (Balitbang Diklat)---Perpustakaan Balitbang Diklat Kementerian Agama menggelar Bedah Buku Reformasi Birokrasi dan Good Governance pada Selasa (19/4/2022). Acara ini digelar secara luring dan daring, dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik terkait peningkatan tata kelola pemerintahan yang baik.

Bedah buku menghadirkan dua penulisnya, yakni Abd. Rohman yang hadir langsung dan Willy Tri Hardianto yang hadir melalui Zoom Meeting. Selaku pembedah, hadir Asisten Deputi KPKE Wilayah III Kementerian PANRB Andi Rahadian.

Elma Haryani, eks peneliti Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Balitbang Diklat yang kini hijrah ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), didaulat memoderatori bedah buku yang digelar di Hotel Borobudur Jakarta ini.

Bedah buku dibuka resmi Kabag Umum dan Perpustakaan Sekretariat Balitbang Diklat Kemenag, Puji Kusbandari. Dalam sambutannya, Kabag Umum berpesan kepada para peserta untuk tetap taat protokol kesehatan.

“Di bulan Ramadhan ini kita tetap harus produktif dan aman Covid-19. Oleh karena itu, kita harus selalu taat protokol kesehatan dengan mematuhi dan menerapkan prokes 5M dan 1D, yaitu berdoa,” kata Puji, sapaan akrabnya.

Dalam paparannya, Abd. Rahman sang penulis buku mengatakan Reformasi Birokrasi diawali dengan Krisis Moneter pada 1997-1998 sekalipun kata reformasi telah lama dikenal. Namun, di Indonesia kata reformasi baru dibicarakan secara luas sejak krisis moneter tersebut. Pada krisis itu, yang dituntut oleh rakyat bukan reformasi birokasi.

“Akan tetapi, reformasi segala lini kehidupan meliputi ekonomi, politik, pendidikan termasuk juga birokrasi. Kemudian masyarakat menuntutnya agar ada perubahan yang menjadi elemen dan aspek penting dalam konteks pemerintahan. Tentu, perlu upaya demi perubahan menuju pemerintahan yang lebih baik,” ujarnya.

“Reformasi birokrasi menjadi tumpuan berbagai aktivitas kepemerintahan dalam banyak hal, khususnya dalam memberikan pelayanan. Salah satunya oleh Kementerian Agama ini merupakan lembaga untuk selalu memberikan pelayanan umat,” sambungnya.

Menurut dia, ada beberapa istilah yang senada terkait pelayanan. Ada yang memakai istilah publik, ada pula yang memakai istilah umat. Akan tetapi, perbedaan itu intinya sama, hanya istilah saja yang berbeda.

“Nah, dalam konteks reformasi birokrasi salah satu yang ditargetkan adalah bagaimana pelayanan publik, pelayanan umat, pelayanan kepada masyarakat itu menjadi maksimal,” sambungnya.

Menurut dia, dalam konteks reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good government) terdapat keterlibatan tiga elemen pokok. Yakni, pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat itu sendiri.

Dalam konteks pelayanan, masyarakat agar didorong untuk berpartisipasi sekaligus menjadi subjek dari pelayanan itu sendiri. Selanjutnya birokrasi sebagai satu kunci keberhasilan bangsa dan negara untuk mewujudkan cita-cita mulianya, yakni keadilan dan kesejahteraan, ditata rapi agar bisa terus melayani.

“Pelayanan kita perbaiki, kemudian tata kelola pemerintahan juga diperbaiki. Pemerintah itu salah satu elemen yang mendukung negara-bangsa untuk mencapai cita-cita mulia, yakni terciptanya keadilan dan kesejahteraan,” terang Rahman.

Ia menambahkan, yang dijadikan latar belakang adalah Perpres nomor 81 tahun 2010 tentang grand design Reformasi Birokrasi. Hal yang menjadi pertimbangan dilaksanakannya reformasi birokrasi yakni sebagai upaya mempercepat tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik.

Akan tetapi, ada unsur-unsur atau aspek-aspek yang perlu kita kaji lebih jauh tentang tata pemerintahan yang baik kemudian disebut dan seterusnya. Reformasi birokrasi mengalami ketertinggalan di beberapa bidang yang lain khususnya ketika kita bandingkan dengan reformasi bidang politik.

 

“Nah, reformasi birokrasi dalam hal ini banyak mengalami ketertinggalan dibanding bidang-bidang yang lain seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan seterusnya,” ungkap Abd Rahman.

Kemudian pemerintah merespons dengan reformasi birokrasi. Pertama, penegasan peran. Ada penegasan peran pemerintah menegaskan kembali peranan penting penerapan prinsip-prinsip clean government and good governance.

Kedua, memperbaiki pelayanan. Dalam konteks ini, Kemenag agar memperbaiki layanan bagi masyarakat. Sekali lagi masyarakat tidak didikte sebagai penerima kebijakan dan keputusan. Tetapi, ada upaya pemerintah untuk menciptakan suasana yang hangat dan kemudian bisa mendorong masyarakat untuk bisa berpartisipasi, berkolaborasi, dan terlibat dalam pelaksanaan pelayanan publik itu sendiri.

Ketiga, menjaga nilai kepercayaan. Pelayanan terbaik merupakan salah satu kunci mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Salah satu yang dibangun pemerintah adalah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.

Menurut dia, tujuan Reformasi Birokrasi adalah pertama, terciptanya birokrasi yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kedua, birokrasi yang efisien. Tidak boros atau hemat dalam penggunaan sumber daya. Ketiga, birokrasi yang efektif. Mampu mengembangkan tanggung jawab dan mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.

“Keempat, birokrasi yang produktif. Mampu menghasilkan keluaran sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Kelima, birokrasi sejahtera. Digaji sesuai beban tugas, bobot, dan tanggung jawab jabatan serta status sosial PNS, dihargai masyarakat.

 

Berkaca kepada swasta

Penulis kedua, Willy Tri Hardianto menambahkan bahwa pada dasawarsa sekarang pelayanan publik dalam perspektif kekinian memang menjadikan suatu pandangan bahwa pelayanan publik itu harapannya bisa lebih diperkuat lagi. Dalam kamus bahasa Indonesia, pelayanan itu merupakan usaha untuk mengurus atau mempersiapkan yang dibutuhkan oleh orang lain.

“Tetapi, pada kenyataannya kita tidak bisa serta-merta berperan untuk bisa menjadikan layanan publik ini lebih baik lagi. Kita mencoba ketika berbicara pelayanan public, ada beberapa hal yang memang harus kita coba untuk perbaiki. Pertama, meniru swasta. Kenapa swasta kita sudah punya istilah di sini reinventing government (swastanisasi),” kata Willy yang hadir melalui Zoom Meeting dari Malang, Jawa Timur.

Acuannya, lanjut dia, karena swasta memang masih dalam ‘profit-oriented’. “Kalau tidak melayani dengan bagus, ia tidak dapat uang. Tapi, dalam birokrasi pelayanan kurang bagus tetap gajian. Nah, di reformasi birokrasi kita mencoba untuk memberikan semangat atau spirit reinventing government dalam pelayanan itu,” tandasnya.

Sekretaris Badan (Sesban) Litbang Diklat Muharam Marzuki dalam pidato penutupnya sangat mengapresiasi kegiatan bedah buku tersebut. Sesban mengatakan ada beberapa hal catatan dari bedah buku ini.

“Bahwa di unit kami khususnya di Kementerian Agama ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa dari 8 perubahan dalam reformasi birokrasi itu banyak sekali perubahannya. dan saya merasakan sejak awal suatu awal dicetuskannya reformasi birokrasi ini pas saya menjadi Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana,” ujar Sesban mengawali sambutan.

Menurut Sesban, dirinya merupakan salah satu pelaku yang ditugaskan oleh Menteri Agama untuk melakukan revolusi terhadap birokrasi di Kemenag. Sekarang sudah berjalan lumayan banyak perubahan-perubahan yang dilakukan termasuk juga dalam bidang pelayanan di Kemenag.

“Salah satu contohnya layanan pernikahan di KUA. Itu kan langsung bagaimana Kementerian Agama sangat berperan. Maka layanan ini hari demi hari terus melakukan perbaikan. sekarang Bapak Menteri melakukan revitalisasi dalam layanan yang tadinya kita melakukan layanan secara tatap muka sekarang mulai dikurangi bahkan hilang,” ungkapnya.

Sesban mencontohkan seperti layanan pendaftaran nikah. Sekarang sudah tidak ada lagi yang datang langsung ke KUA. “Jadi, mereka mendaftar bisa dari rumah, dari kantor, di manapun karena sudah menggunakan kan aplikasi SIMKAH dan yang lainnya. Kelebihannya ini sudah terintegrasi dengan Dinas Dukcapil dan lembaga-lembaga lain yang terkait,” ungkapnya.

Melalui bedah buku ini, Sesban berharap pihaknya dari Balitbang Diklat Kemenag dan juga kepada seluruh pelanggan kami di seluruh unit Eselon 1 Kemenag terus mengembangkan reformasi birokrasi sehingga menjadikan Kementerian Agama lebih baik.

 “Dengan 7 program prioritas Pak Menteri, ini merupakan bagian dari cara mengimplementasikan reformasi birokrasi. Oleh karena itu, tentu kita dipercaya para narasumber telah memperkaya dan memperluas cakrawala tentang RB ini,” ujarnya.

“Oleh karena itu, banyak referensi yang kita jadikan sebagai bahan untuk dalam pelaksanaan layanan di Kementerian Agama. Kami melihat bahwa buku ini penting sekali untuk kita jadikan rujukan dalam melakukan perbaikan terus-menerus,” pungkas Sesban.[]

Ova/diad

Penulis: Mustofa Asrori
Editor: Dewindah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI