Azyumardi: Hasil Survei Puslitbang BALK Bisa Menepis Kekhawatiran Prospek Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
Jakarta (23 Maret 2018). “Hasil Survei yang dilakukan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan ini bisa menepis kekhawatiran sebagian kalangan akan prospek kerukunan umat beragama di Indonesia”, demikian ditegaskan Azyumardi Azyumardi dalam Diskusi Publik Kerukunan Umat Beragama dan Rilis Survei Nasional KUB 2017 di Hotel Sari Pacific hari Kamis (23/3) kemarin. Apalagi, akhir-akhir ini muncul berbagai pandangan yang memprediksi kehancuran Indonesia pada tahun 2030 dan kehawatiran akan nilai hutang Indonesia yang diduga sudah di atas ambang batas kewajaran, imbuhnya.
Saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu, Presiden Afghanistan berkomentar, “Kami hanya punya 17 etnik tapi berantem terus, Indonesia punya lebih banyak dari itu bisa tetap rukun”, cerita Azyumardi di depan puluhan peserta yang menghadiri acara tersebut. Itu pengakuan orang luar terhadap kita, menurutnya. Apalagi, bila dibandingkan panjangnya wilayah Indonesia sama dengan jarak dari Kota Teheran sampai ke Dublin (Irlandia), kurang lebih mencakup 52 negara, ujar Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Dengan nilai indeks KUB Tahun 2017 pada angka 72,27, ini masih berkategori baik, menurutnya. Kalaupun hasil survei menunjukkan empat besar tertinggi adalah provinsi minoritas muslim, ini bisa dimengerti. Pria kelahiran Sumatera Barat ini setidaknya memberikan empat alasan. Pertama, umat muslim di wilayah minoritas lebih fokus pada konsolidasi internal, mengalami problem eksistensial dan tidak disibukkan dengan kontestasi aliran dan faham keagamaan; Kedua, ada faktor tokoh agama yang sentralistik pada agama-agama non-muslim. Kristen, Katolik, dan Hindu misalnya, memberlakukan sistem seminari untuk mengesahkan seseorang menjadi pendeta atau padenda, beda dengan Islam. Umat Islam mengalami kepemimpinan yang terpencar, tidak fatwa seorang tokoh atau lembaga keagamaan manapun yang bisa diterima oleh semua umat Islam, imbuhnya;Ketiga, perubahan lanskap sosio-kultural masyarakat muslim, terutama dengan adanya pembangunan perkotaan dan perubahan ekonomi yang cukup pesat. Kondisi ini melahirkan sikap kegamangan pada sebagian masyarakat muslim dalam konteks social-keagamaan; Keempat, sikap radikal sebagaian umat Islam yang semakin terpapar, apalagi dikuatkan dengan informasi media. Walaupun pada agama lain juga mengalami hal yang sama, namun itu relatif minim apalagi dalam konteks bangsa Indonesia yang mayoritas muslim.
Kerukunan umat beragama di Indonesia tetap yang terbaik di dunia, kata Azyumardi menyimpulkan. Kalaupun terjadi beberapa konflik di sana-sini, itu bersifat kasuistis, terisolasi dan dapat diselesaikan dalam waktu cepat. “Ini tidak bisa digenalisir, beda dengan negara Eropa yang seringkali konflik terjadi bertahun-tahun bahkan melahirkan negara baru”, ingatnya.
Pada acara yang dimoderatori Muharam, Kapuslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan ini, juga menghadirkan Abdurrahman Mas’ud (Kepala Balitbang dan Diklat) dan Oman Fathurrahman (Staf Ahli Menag Bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi). Dalam kesempatan welcome speech, Abdurrahman sangat mengapresiasi program survei KUB yang telah dilaksanakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan selama tiga tahun berturut-turut. Sebagai narasumber terakhir, Oman mengapresiasi program survei ini, seraya berharap agar bisa diregulerkan. Bahkan, harapnya lagi, sangat baik bila bisa kerajasama dengan lembaga lain yang melakukan survey serupa.
Selain para peneliti di lingkungan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, hadir pula beberapa undangan dari Kemenkopolhukam, Kemendagri, unit eselon 1 di lingkungan Kementerian Agama, dan para wartawan dari media cetak maupun elektronik. Acara terasa begitu berbobot dengan kehadiran dua narasumber serta lontaran beberapa pertanyaan dan kritik peserta dari media. Dimulai jam 9, Diskusi Publik secara resmi ditutup pada jam makan siang. []
Edijun/Puslitbang1/diad