Badan Litbang dan Diklat Urun Rembuk Soal Penyiaran Agama di Wantimpres
Jakarta (19 September 2017). Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kabalitbang Diklat) Kementerian Agama, Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D didaulat menjadi salah satu nara sumber dalam Kajian Seputar Kode Etik Penyiaran dan Pergaulan Antar Umat Beragama di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Selasa (19/9). Agenda kegiatan seputar pembahasan dan diskusi mengenai Regulasi dan Kode Etik Keagamaan di Indonesia: Penyiaran, Pendirian Rumah Ibadah, Publikasi, Khotbah, dan Perayaan Hari Besar Keagamaan di Indonesia.
Diskusi terbatas ini dihadiri oleh Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar dari Dewan Pertimbangan Presiden, Prof. Azyumardi Azra, Nur Kholis, S.H, M.A Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Dr. Rifqi Muna, peneliti LIPI, serta pembantu rektor UIN Aceh.
“Reformasi telah mendorong pemerintah untuk lebih memerhatikan otonomi, desentralisasi, demokrasi, dan hak asasi manusia. Sedangkan konteks hak asasi manusia belakangan ini identik dengan praktik keagamaan. Maka penting sekali menata kembali tatanan kehidupan Bangsa Indonesia”, ujar Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar dalam sambutannya.
Tahun 2020 Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia setelah Cina, India, Amerika, dan Indonesia. Tentunya untuk menuju kondisi tersebut dibutuhkan dukungan dari berbagi macam aspek termasuk keagamaan, maka dapat dikatakan persoalan agama tidak bisa dilepaskan dari perkembanan Indonesia kedepan.
Diskusi ini bertujuan untuk menemukan solusi atas permasalahan yang ada dengan mengedepankan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, persatuan dan kesatuan bangsa. Peranan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM sangat diperlukan dalam mewujudkan regulasi serta kode etik keagamaan di Indonesia.
Pada kesempatan ini, Kaban Litbang Diklat memaparkan berbagai regulasi dan kode etik di bidang keagamaan sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mencegah konflik dan mewujudkan kerukunan umat beragama. “Keywords dari kerukunan adalah toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan, dan kerjasama”, ucap Mas’ud.
Hasil survey Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2016 menunjukkan bahwa indeks kerukunan antar umat beragama berada pada angka 75,47 %. Kerukunan tersebut diukur dengan tiga variabel yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerjasama. Adapun indeks kerukunan Indonesia berdasarkan variabel toleransi bernilai 78,41 %, kesetaraan 78,24%, dan kerjasama berada pada angka 41, 85%.
“Akar permasalahan ketidakharmonisan kehidupan umat beragama belakangan ini disebabkan karena ketidakpatuhan pada rambu-rambu yang sudah ada, maraknya isu SARA dan ujaran kebencian serta politisasi agama. Sejak Januari 2017, jumlah aduan yang masuk ke Kementerian Kominfo sudah lebih dari 10.000 per bulan. Terjadi kenaikan yang sangat luar biasa, karena selama tahun 2016 aduan yang ada hanya sekitar 6500 aduan saja. Jika kondisi ini tidak diantisipasi, tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan semakin mudah memicu konflik”; terang Mas’ud.
Pemerintah melalui Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri telah menyusun Peraturan Bersama Menteri (PBM) Tahun 2006 sebagai upaya mencegah konflik keagamaan. Konten PBM dirumuskan oleh perwakilan majelis-majelis agama sehingga isinya adalah merupakan kesepakatan majelis-majelis agama, peran pemerintah saat itu hanya memfasilitasi dan kemudain mengesahkan melalui penerbitan PBM.
“PBM dapat terwujud atas kerjasama pemuka agama. Perumusan secara buttom upbukan top down decision making karena betul-betul dari hasil diskusi pemuka agama”, lanjut Kabalitbang. Selain itu, local wisdom pun berperan sangat penting sebagai pemersatu bangsa.
Akhirnya, Kaban litbang dan Diklat mengusulkan rekomendasi terkait tema diskusi, antara lain: (1) Intensifikasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan bidang keagamaan ke pemerintah daerah dan masyarakat; (2) Revitalisasi kearifan lokal dan FKUB di setiap Kab/Kota, dukungan anggaran, dan penyediaan sarana, serta fasilitas; (3) Meningkatkan peran Pemda dalam menciptakan kerukunan melalui dialog pengembangan wawasan multikultural antar pemuka agama; (4) Standarisasi Dakwah dan penyiaran agama sesuai ketentuan dan acuan pemuka agama dengan semangat dan corak Islam rahmatan lil’alamin; dan (5) Meningkatkan peran tokoh agama dalam kampanye anti hoax, fitnah, dan ujaran kebencian di masyarakat, sehingga masyarakat memiliki mekanisme filter untuk memilah informasi dari media sosial.
Kegiatan diakhiri dengan diskusi mengenai usulan serta rekomendasi dari berbagai pihak yang hadir. Diharapkan pertemuan ini dapat membawa angin segar dalam proses menuju Indonesia yang rukun dan damai. []
diad/Abd. Rahman Mas’ud/diad