Balitbang Diklat Tegaskan Komitmen Kebangsaan dan Moderasi Beragama dalam Penilaian Buku PAI
Bogor (Balitbang Diklat)---Dalam kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Penilaian Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berlangsung di Permata Hotel, Bogor, Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat (Balitbang Diklat) Moh. Isom menggarisbawahi pentingnya substansi buku pendidikan agama yang sesuai dengan komitmen kebangsaan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ia menekankan bahwa buku-buku ini tidak boleh bertentangan dengan empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan persatuan Indonesia.
“Merah putihnya tidak boleh diragukan. Ini yang paling penting,” ujar Isom di Bogor, Senin (21/10/2024).
Selain komitmen kebangsaan, lanjut Isom, moderasi beragama juga menjadi hal yang harus diperhatikan dalam penilaian buku. Ia menegaskan bahwa kutipan-kutipan dari Al-Qur’an dan hadis harus dirujuk dengan tepat, dan sumber yang digunakan harus berasal dari kitab-kitab primer yang sahih.
“Yang paling penting adalah kutipan-kutipan Al-Qur'an dan hadisnya. Jika ada, tolong dicermati. Al-Qur'an harus merujuk pada mushaf Al-Qur'an terbitan Kementerian Agama, yang sudah ditaskhih dan disepakati. Untuk hadis, harus diambil dari kitab-kitab primer seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, atau Sunan Abu Dawud,” jelasnya.
Isom mewanti-wanti agar para penilai menghindari penggunaan sumber-sumber sekunder karena khawatir dapat terjadi anomali dalam penafsiran. “Jangan ambil dari buku sekunder. Kita harus hati-hati dengan anomali yang mungkin muncul dari penggunaan sumber yang tidak primer,” ujarnya lagi.
Isom juga menyinggung tantangan yang dihadapi terkait penggunaan mushaf Al-Qur’an di Indonesia. Menurutnya, masyarakat kadang menggunakan mushaf dari negara lain, seperti dari Arab Saudi, yang mungkin memiliki perbedaan kecil dalam penulisan. Untuk menghindari kebingungan, ia menekankan pentingnya menggunakan mushaf Al-Qur’an yang diterbitkan Kementerian Agama sebagai standar.
“Mushaf yang digunakan di Indonesia harus seragam, karena banyak sekali versi mushaf dari luar negeri, seperti dari Saudi, yang mungkin memiliki perbedaan kecil dalam penulisan. Jadi, lebih baik kita merujuk kepada mushaf Al-Qur’an terbitan Kementerian Agama,” sambungnya.
Menutup arahannya, Isom meminta para peserta meneliti kembali buku-buku tersebut sebagai bentuk kehati-hatian dan ketelitian. “Ada waktu hingga 23 Oktober untuk membaca ulang, meneliti, dan menilai buku-buku yang telah disampaikan Direkturat PAI. Sebenarnya, buku ini sudah berkali-kali dibahas, administrasinya sudah lengkap, tinggal dinilai sesuai dengan ketentuan yang sudah kita buat,” pungkasnya.
Sidang penilaian ini menjadi langkah penting dalam memastikan buku teks PAI yang digunakan di seluruh sekolah dan perguruan tinggi umum di Indonesia dapat mencerminkan komitmen kebangsaan, moderasi beragama, dan integritas keilmuan melalui sumber-sumber rujukan yang sahih. Dengan target penyelesaian akhir Oktober, diharapkan buku-buku ini siap menjadi panduan dalam pembelajaran agama di Indonesia. (Rheka Humanis)