Deputi V KSP: Moderasi Beragama Bukan Program Baru!
Jakarta (Balitbang Diklat)---Konsep moderasi beragama bukanlah hal baru bagi Indonesia, melainkan bagian dari nilai-nilai yang telah lama ada dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut disampaikan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad saat sesi diskusi panel pada Peluncuran Sekretariat Bersama (Sekber) dan Aplikasi Pemantauan Implementasi Moderasi Beragama (API-MB).
Menurut Rumadi, pentingnya moderasi beragama yang kini semakin relevan di tengah dinamika sosial dan politik. “Program moderasi beragama yang diinisiasi pemerintah bertujuan untuk memperkuat dan merawat nilai-nilai moderasi yang sudah dimiliki masyarakat, bukan program yang muncul secara tiba-tiba tanpa latar belakang,” ujarnya di Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Rumadi juga menekankan bahwa moderasi beragama tidak hanya menjadi tugas Kementerian Agama, namun kini melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023, program tersebut diharapkan menjadi tanggung jawab bersama 19 kementerian dan lembaga lainnya.
"Dengan adanya Perpres ini, moderasi beragama kini menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya Kementerian Agama. Semua kementerian dan lembaga diharapkan ikut berperan aktif dalam mengimplementasikannya," tuturnya kepada ratusan peserta kegiatan.
Pada kesempatan tersebut, Rumadi juga menyoroti pentingnya konsolidasi dan koordinasi antara kementerian dan lembaga dalam pelaksanaan program moderasi beragama, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih program dan capaian hasil dapat lebih terukur, termasuk dalam hal peningkatan indeks kerukunan umat beragama yang menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir.
Menurutnya, indikator penting yang harus terus diupayakan adalah peningkatan indeks kerukunan umat beragama, yang selama ini telah mengalami peningkatan namun masih memerlukan kerja sama lintas sektor untuk menjaga tren tersebut.
Dalam diskusi tersebut, Rumadi juga berbagi pengalaman KSP dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program-program nasional, khususnya yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Pengalaman KSP ini, kata Rumadi, dapat dijadikan referensi untuk mengukur efektivitas program moderasi beragama.
“KSP menggunakan siklus monitoring yang mencakup pra-monitoring, pelaksanaan, dan pasca-monitoring. Program yang akan dimonitor harus disepakati bersama, dan ada pelaporan berkala selama pelaksanaan. Pada akhirnya, evaluasi dilakukan untuk melihat apakah program telah mencapai tujuan yang diharapkan,” jelasnya.
Ia menambahkan, penting untuk tidak hanya mengukur output dari program moderasi beragama, seperti jumlah peserta pelatihan atau kegiatan yang dilakukan, tetapi juga outcome, yaitu dampak nyata dari program tersebut terhadap masyarakat.
“Ini bukan pekerjaan mudah, tetapi sangat penting untuk memastikan bahwa program moderasi beragama benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat,” pungkasnya.
Acara ini dihadiri ratusan peserta dari berbagai kementerian seperti Kantor Staf Kepresidenan, Kemenko PMK, Kemenko Perekonomian, Kemenko Marves, Kemenkopolhukam, dan Kementerian lainnya. Selain itu, hadir pula Rektor PTKIN, PTU, Kesbangpol, dan para kepala madrasah. (Barjah)