From Fine Art to Art Digital: Seni Sebagai Medium Menyebarkan Moderasi Beragama
Yogyakarta (BMBPSDM)---Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI melalui Balai Litbang Agama Semarang bekerja sama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menggelar acara Awarding, Pameran, dan Talkshow Penguatan Moderasi Beragama di Concert Hall Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Kamis (12/12/2024).
Dalam sambutannya, Kepala BMBPSDM Suyitno menekankan pentingnya cahaya sebagai metafora universal yang menyatukan spiritualitas, seni, dan ilmu pengetahuan. Suyitno mengutip pandangan Al-Ghazali, yang menggambarkan cahaya tidak hanya sebagai sumber penglihatan, tetapi juga sebagai simbol ilmu pengetahuan dan pencerahan.
“Cahaya dalam Surat An-Nur adalah representasi universal yang tidak hanya mencerminkan estetika, tetapi juga ilmu yang maha dahsyat. Moderasi beragama harus menjadi cahaya yang menerangi kampus dan masyarakat. Harapan saya, program moderasi ini dapat menjangkau seluruh aspek kehidupan, mulai dari seni hingga teknologi,” ujar Suyitno.
Suyitno mengatakan bahwa sejak tahun 2020, upaya moderasi beragama terus dilakukan di berbagai lini. Kemudian dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 58 Tahun 2023 dan Keputusan Menteri Agama No. 455 semakin memperkuat legitimasi program tersebut. Kolaborasi lintas kementerian, lembaga, dan universitas kini menjadi prioritas utama dalam pelaksanaannya.
Suyitno menyoroti seni sebagai media yang efektif untuk menyampaikan pesan moderasi. Menurutnya, seni memiliki kekuatan untuk menyatukan keragaman tanpa membedakan suku, agama, maupun budaya. “Satu gambar dapat bermakna ribuan kata. Seni lukis, musik, dan film adalah medium ampuh untuk menyampaikan pesan toleransi,” jelasnya.
Pada era perkembangan digital ini, tantangan terbesar adalah memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai moderasi. Suyitno mengingatkan mahasiswa dan masyarakat umum agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial, menjadikan platform itu untuk menyuarakan perdamaian dan toleransi, serta menghindari ujaran kebencian yang dapat merusak kerukunan.
“Indonesia hanya bisa eksis karena keberagamannya. Moderasi beragama bukan berarti menyeragamkan keyakinan, melainkan saling menghormati perbedaan. Yang berbeda tidak perlu disamakan, dan yang sama tidak perlu dibedakan. Mari bersama-sama menjaga relasi kemanusiaan yang harmonis,” tegasnya.
Kepala Balai Litbang Agama Semarang Muhaemin turut memberikan apresiasi atas suksesnya penyelenggaraan Lomba Lukis Moderasi Beragama Tingkat Nasional. Ia menyebut kegiatan ini sebagai wujud nyata dalam menanamkan semangat persatuan melalui seni.
“Pilihan pada seni lukis didasari oleh kemampuannya menyampaikan pesan secara indah dan universal, khususnya dalam mendukung penguatan nilai-nilai moderasi beragama,” ujarnya.
Lomba ini berlangsung mulai dari Oktober hingga Desember 2024, dengan kategori peserta pelajar dan mahasiswa/umum. Pendaftaran dibuka mulai 10 Oktober hingga 15 November 2024 dan mendapatkan sambutan luar biasa dari komunitas seni rupa. Sebanyak 1.788 peserta mendaftar, terdiri dari 1.148 pelajar dan 641 mahasiswa/umum.
Dari total 920 karya yang diterima Kementerian Agama, 42 karya terbaik terpilih melalui seleksi awal pada 22 November 2024. Pada tahap final di Galeri R.J. Katamsi, ISI Yogyakarta, 3 Desember 2024, dewan juri memilih 8 karya terbaik. (Nanda)