GAWAI MEMBANTU TUGAS-TUGAS SEKOLAH?
Jakarta (8 April 2019). Hasil penelitian yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta (BLAJ) menyimpulkan bahwa rata-rata siswa Madrasah Aliyah menggunakan gawai (ponsel, tablet, leptop, dan PC) untuk kegiatan yang positif. Khususnya untuk membantu tugas-tugas sekolah.
Demikian pernyataan disampaikan Kepala BLAJ Nurudin dalam kegiatan Seminar Hasil Penelitian “Dampak Gawai Terhadap Perilaku Siswa Madrasah” yang digelar di Takes Mansion Hotel, Jakarta, Senin (8/4) lalu.
Meskipun demikian, Nurudin berharap potensi-potensi penggunaan gawai atau gadget ke arah negatif tetap harus menjadi perhatian khusus. Pengawasan orang tua dan para pendidik di sekolah memiliki keterikatan yang kuat agar siswa madrasah mendapat informasi yang baik dalam berperilaku di dunia maya.
“Hasil penelitian ini sangat penting. Apa lagi dengan kemajuan teknologi saat ini. Bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi untuk pendidikan. Bicara teknologi digital, tentu arahnya bisa positif dan bisa ke arah negatif. Dari sisi positifnya bisa meningkatkan mutu pembelajaran siswa. Tapi dari hasil penelitian juga disampaikan ada sisi negatifnya, salah satunya cyber bullying. Tentunya ini perlu ada regulasi dan pengaturan agar negative impact dari gawai bisa diminimalisir. Sehingga gawai bisa bermanfaat bagi pendidikan,” ujar Nurudin di hadapan 50 peserta dari perwakilan Penmad Kemenag, Guru dan Kepala Sekolah MA, serta Pengawas MA di Jabodetabek.
Kegiatan yang berlangsung satu hari ini mengundang sejumlah narasumber, yaitu Abdul Mujib dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Abdullah Faqih, Subdit Kelembagaan Direktorat KSKK Kementerian Agama.
Dalam paparannya, Abdul Mujib mengutarakan bahwa perkembangan teknologi digital yang pesat dan dimulainya era industri 4.0 ini, mau tidak mau semua harus siap menghadapi. Namun, menurutnya, dari hasil penelitian yang dilakukan BLAJ bisa diketahui jenis website atau media sosial apa yang positif dan yang negatif. Bisa diketahui juga dampak dan faktor-faktor penyebabnya.
“Dari sisi dampak negatif, pertama harus memotong mata rantai penyebabnya, tentunya melalui proses diagnosis. Bila yang menyebabkan perilaku negatif ini bisa dihilangkan, maka perilaku negatif tidak akan berlanjut. Tapi kalau memang dampak gawai itu lebih banyak menyebabkan perilaku positif dan kita tahu faktor-faktornya, maka bagaimana caranya kita menumbuhkan faktor-faktor positif tadi. Bila perlu diprogramkan secara sistemik dan dibiayai, sehingga hasilnya maksimal,” kata Abdul Mujib.
Sedangkan menurut Abdullah Faqih, hasil penelitian BLAJ ini sangat penting bagi Kementerian Agama untuk membuat kebijakan; terutama membuat regulasi bagaimana penggunaan gadget di kalangan siswa madrasah dan bagaimana pengaturan gadget sebagai media pembelajaran.
“Nantinya regulasi tidak harus dalam peraturan yang kaku, tentunya harus fleksibel terhadap kebutuhan-kebutuhan di lapangan. Kita mengimbau madrasah-madrasah merumuskan regulasi agar bisa mengantisipasi potensi negatif dari gadget,” pesan Abdullah Faqih.
Penelitian ini dilakukan pada Februari 2019 di 14 Madrasah Aliyah di 9 Kabupaten dan Kota, di Banten dan Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan data pengguna internet dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (data 2017) dan hasil survei pengguna internet tertinggi di Indonesia oleh BPS (data 2018). (Aris W Nuraharjo/bas/ar)